BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian Kebijakan
Kebijakan (policy) secara etimologi
(asal kata) diturunkan dari bahasa Yunani, yaitu “Polis” yang artinya
kota (city). Dalam hal ini, kebijakan berkenaan dengan gagasan
pengaturan organisasi dan merupakan pola formal yang sama-sama diterima
pemerintah/lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar tujuannya
(Monahan dalam Syafaruddin, 2008:75).
Abidin (2006:17) menjelaskan kebijakan adalah
keputusan pemerintah yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh anggota
masyarakat.
Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan
keputusan formal organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur prilaku
dengan tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat. Kebijakan
akan menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat
dalam berprilaku. Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan proaktif.
Berbeda dengan Hukum (Law) dan Peraturan (Regulation), kebijakan
lebih adaptif dan interpratatif, meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang
boleh, dan apa yang tidak boleh”. Kebijakan juga diharapkan dapat bersifat umum
tetapi tanpa menghilangkan ciri lokal yang spesifik. Kebijakan harus memberi
peluang diinterpretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada.
- Fungsi Kebijakan
Faktor yang menentukan perubahan, pengembangan,
atau restrukturisasi organisasi adalah terlaksananya kebijakan organisasi
sehingga dapat dirasakan bahwa kebijakan tersebut benar-benar berfungsi dengan
baik. Hakikat kebijakan ialah berupa keputusan yang substansinya adalah tujuan,
prinsip dan aturan-aturan. Format kebijakan biasanya dicatat dan dituliskan
sebagai pedoman oleh pimpinan, staf, dan personel organisasi, serta
interaksinya dengan lingkungan eksternal.
Kebijakan diperoleh melalui suatu proses
pembuatan kebijakan. Pembuatan kebijakan (policy making) adalah terlihat
sebagai sejumlah proses dari semua bagian dan berhubungan kepada sistem sosial
dalam membuat sasaran sistem. Proses pembuatan keputusan memperhatikan faktor
lingkungan eksternal, input (masukan), proses (transformasi), output
(keluaran), dan feedback (umpan balik) dari lingkungan kepada pembuat
kebijakan.
Berkaitan dengan masalah ini, kebijakan
dipandang sebagai: (1) pedoman untuk bertindak, (2) pembatas prilaku, dan (3)
bantuan bagi pengambil keputusan (Pongtuluran, 1995:7).
Berdasarkan penegasan di atas dapat disimpulkan
bahwa kebijakan dibuat untuk menjadi pedoman dalam bertindak, mengarahkan
kegiatan dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan
kata lain, kebijakan merupakan garis umum untuk bertindak bagi pengambilan
keputusan pada semua jenjang organisasi.
- Arah Kebijakan Pendidikan di Indonesia
Kebijakan pendidikan di Indonesia berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, diarahkan untuk mencapai hal-hal sebagai berikut:
1. Mengupayakan
perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi
bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas
tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti;
2. Meningkatkan
kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan
tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal
terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat
mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan;
3. Melakukan
pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa
diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan
kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat,
serta diversifikasi jenis pendidikan secara professional;
4. Memberdayakan
lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan
nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan
masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai;
5. Melakukan
pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip
desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen;
6. Meningkatkan
kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun
pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam
menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
7. Mengembangkan
kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan
menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen
bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan
hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya;
8. Meningkatkan
penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi,
termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil,
menengah, dan koperasi
- Karakteristik Kebijakan Pendidikan
Guna meningkatkan Kebijakan pendidikan memiliki
karakteristik yang khusus, yakni:
1. Memiliki
tujuan pendidikan.
Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan,
namun lebih khusus, bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan yang jelas dan
terarah untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.
2. Memenuhi aspek
legal-formal.
Kebijakan pendidikan tentunya akan
diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus dipenuhi
agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk sebuah
wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai
dengan hierarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat
dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga, dapat
dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang legitimat.
3. Memiliki
konsep operasional
Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan
yang bersifat umum, tentunya harus mempunyai manfaat operasional agar dapat
diimplementasikan dan ini adalah sebuah keharusan untuk memperjelas pencapaian
tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Apalagi kebutuhan akan kebijakan
pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan keputusan.
4. Dibuat oleh
yang berwenang
Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para
ahli di bidangnya yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai
menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan lingkungan di luar pendidikan.
Para administrator pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dan para politisi
yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal pembuat
kebijakan pendidikan.
5. Dapat
dievaluasi
Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput
dari keadaan yang sesungguhnya untuk ditindak lanjuti. Jika baik, maka
dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan, maka
harus bisa diperbaiki. Sehingga, kebijakan pendidikan memiliki karakter dapat
memungkinkan adanya evaluasi secara mudah dan efektif.
6. Memiliki
sistematika
Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah
sistem juga, oleh karenanya harus memiliki sistematika yang jelas menyangkut
seluruh aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu pun dituntut memiliki
efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar kebijakan
pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh strukturnya
akibat serangkaian faktor yang hilang atau saling berbenturan satu sama
lainnya. Hal ini harus diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak
tidak menimbulkan kecacatan hukum secara internal. Kemudian, secara eksternal
pun kebijakan pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan
politik; kebijakan moneter; bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau
disamping dan dibawahnya, serta daya saing produk yang berbasis sumber daya
lokal.
Sampai saat ini hasil dari kebijakan tersebut
belum tampak, namun berbagai improvisasi di daerah telah menunjukkan warna yang
lebih baik. Misalnya, beberapa langkah program yang telah dijalankan di
beberapa daerah, berkaitan dengan kebijakan pendidikan dalam rangka peningkatan
mutu berbasis sekolah dan peningkatan mutu pendidikan berbasis masyarakat
diimplementasikan sebagai berikut :
(1) Telah berlakunya UAS dan UAN
sebagai pengganti EBTA /EBTANAS
(2) Telah dibentuknya Komite
Sekolah sebagai pengganti BP3.
(3) Telah diterapkan muatan lokal
dan pelajaran ketrampilan di sekolah SLTP
(4) Dihapuskannya sistem Rayonisasi dalam
penerimaan murid baru
(5) Pemberian insentif kepada guru-guru negeri
(6) Bantuan dana operasional sekolah, serta
bantuan peralatan praktik sekolah
(7) Bantuan peningkatan SDM sebagai contoh
pemberian beasiswa pada guru untuk mengikuti program Pascasarjana.
- Implementasi Kebijakan Pendidikan
Grindle (1980) menempatkan implementasi
kebijakan sebagai suatu proses politik dan administratif. Dengan memanfaatkan
diagram yang dikembangkan, jelas bahwa proses implementasi kebijakan hanya
dapat dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang semula bersifat
umum telah dirinci, program-program aksi telah dirancang dan sejumlah
dana/biaya telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan dan
sasaran-sasaran tersebut. Ini merupakan syarat-syarat pokok bagi implementasi
kebijakan publik apapun.
Tanpa adanya syarat-syarat tersebut, maka
kebijakan publik boleh dikatakan sekedar retorika politik atau slogan politik.
Secara teoretik pada tahap implementasi ini proses perumusan kebijakan dapat
digantikan tempatnya oleh proses implementasi kebijakan, dan program-program
kemudian diaktifkan. Tetapi dalam praktik, pembedaan antar tahap perumusan
kebijakan dan tahap implementasi kebijakan sebenarnya sulit dipertahankan,
karena umpan balik dari prosedur-prosedur implementasi mungkin menyebabkan
diperlukannya perubahan-perubahan tertentu pada tujuan-tujuan dan arah
kebijakan yang sudah ditetapkan. Atau aturan-aturan dan pedoman-pedoman yang
sudah dirumuskan ternyata perlu ditinjau kembali sehingga menyebabkan
peninjauan ulang terhadap pembuatan kebijakan pada segi implementasinya.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Bahwa kebijakan dibuat untuk menjadi pedoman
dalam bertindak, mengarahkan kegiatan dalam organisasi pendidikan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Di era otonomi daerah kebijakan strategis yang
diambil Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah adalah : (1)
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (School Based Management),
(2) Pendidikan yang berbasis pada partisipasi komunitas (community based
education), (3) Dengan menggunakan paradigma belajar atau learning
paradigma, (4) Pemerintah juga mencanangkan pendidikan berpendekatan Broad
Base Education System (BBE)
Proses implementasi kebijakan hanya dapat
dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang semula bersifat umum
telah dirinci, program-program aksi telah dirancang dan sejumlah dana/biaya
telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran tersebut.
- Saran
Evaluasi kebijakan pendidikan Era Otonomi masih
belum terformat secara jelas maka di lapangan masih timbul bermacam-macam
metode dan cara dalam melaksanakan program peningkatan mutu pendidikan.
Oleh karena itu aturan-aturan dan
pedoman-pedoman yang sudah dirumuskan perlu ditinjau kembali sehingga
menyebabkan peninjauan ulang terhadap pembuatan kebijakan pada segi
implementasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. 1987. Beberapa Pemikiran
Tentang Otonomi Daerah. Jakarta : Media Sarana Press
Abidin, Said Zainal. 2006. Kebijakan Publik.
Jakarta. Suara Bebas
Danuredjo. 1977. Otonomi Indonesia Ditinjau
dalam Rangka Kedaulatan. Jakarta : Penerbit Laras
Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis
Kebijakan Publik. Jogjakarta. Gajah Mada University Press
Hasbullah, 2006. Otonomi Pendidikan.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Imron , Ali. 1995. Kebijakan Pendiikan
Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
Koesoemahatmadja. 1979. Pengantar ke Arah
Sistem Pemerintahan di Daerah di Indonesia. Bandung : Binacipta
Muhdi, Ali. 2007. Konfigurasi Politik
Pendidikan Nasional. Yogyakarta. Pustaka Fahima.
Nugroho, D. Riant. 2000. Otonomi Daerah,
Desentralisasi Tanpa Revolusi. Jakarta : PT Elex Media Computindo
Pongtuluran, Aris. 1995. Kebijakan
Organisasi dan Pengambilan Keputusan Manajerial. Jakarta. LPMP
Saleh, Syarif. 1963. Otonomi dan Daerah
Otonom. Jakarta : Penerbit Endang
Suryono, Yoyon. 2000. Arah Kebijakan Otonomi
Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta. FIP UNY
Syafaruddin. 2008. Efektivitas Kebijakan
Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta
Wayong J. 1979. Asas dan Tujuan Pemerintahan
Daerah. Jakarta:Penerbit Djambatan
Post by : kang nawa
sumber rujukan tidak jelas. Bodynote hanya ada 3, sedangkan daftar pstakan yang dilampirkan lebih dari 3. Tidak punya adab dalam mengutip sumber rujukan anda!
BalasHapus