BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian MBS
Menurut Eman Suparman, seperti yang dikutip
oleh Mulyono dalam Sri Minarti (2011:50) mendefinisikan bahwa Manajemen
Berbasis sekolah (MBS) adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara
mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait
dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk
memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan sekolah dalam
pendidikan nasional.
Menurut Ahmad Barizi dalam Sri Minarti
(2011:52) Manajemen berbasis sekolah merupakan bentuk alternatif sekolah dalam
melakukan program desentralisasi dibidang pendidikan yang ditandai dengan
otonomi yang luas ditingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi tanpa
mengabaikan kebijakan pendidikan nasional.
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan
suatu program pemerintah berkaitan dengan adanya asas desentralisasi maka
muncullah otonomi pendidikan. Dimana sekolah diberikan kewenangan untuk
mengelola sekolahnya sendiri tanpa meninggalakan kebijakan-kebijakan strategis
yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Adapun standar yang ditetapkan oleh pusat
meliputi standar kompetensi siswa, standar materi pelajaran pokok, standar
penguasaan minimum, stamdar pelayanan minimum, standar pelayanan minimum,
penetapan kalender pendidikan, dll.
Adanya otonomi pendidikan menuntut partisipasi
dan pemberdayaan seluruh komponen pendidikan sebagai upaya peningkatan mutu
pendidikan. School Based Management (Manajemen Sumber Daya Manusia)
adalah merupakan suatu pendekatan dalam peningkatan mutu pendidikan melalui
kebijakan otonomi daerah.
B. Landasan Hukum
Seiring dengan era globalisasi desentralisasi
telah membawa perubahan pemerintahan yang menghendaki transparansi,
demokratisasi dan akuntabilitas, desentralisasi dan pemberdayaan potensi
masyarakat, konsepsi manajemen pendidikan yang telah lama dipendam oleh para
tokoh pendidikan untuk diaktualkan, serta sebagian birokrat yang secara
diam-diam konsisten ingin melakukan reform tanpa banyak publikasi.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan para
digma baru, merupakan salah satu wujud dari reformasi dalam sektor pendidikan
yang menawarkan perubahan pembaharuan kepada sekolah secara mandiri untuk
menyelanggarakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para peserta
didik. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah untuk
meningkatkan kinerja para staff, menawarkan partisipasi langsung
kelompok-kelompok yang terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap
pendidikan ( E.Mulyasa, 2004: 24).
Dengan keluarnya UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan PP No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai Daerah Otonomi, UU No.25 Tahun 2000 tentang Propenas, dan Kepmemdiknas No. 122/U/2001 tentang Rencana Strategis Pembangunan Pendidikan, Pemuda, dan olah raga tahun 2000-2004, serta UU Sisdiknas Tahun 2003 memberikan landasan hukum yang kuat untuk diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah atau School Based Management. dan pendidikan yang berbasis masyarakat atau Community based education.
Dengan keluarnya UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan PP No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai Daerah Otonomi, UU No.25 Tahun 2000 tentang Propenas, dan Kepmemdiknas No. 122/U/2001 tentang Rencana Strategis Pembangunan Pendidikan, Pemuda, dan olah raga tahun 2000-2004, serta UU Sisdiknas Tahun 2003 memberikan landasan hukum yang kuat untuk diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah atau School Based Management. dan pendidikan yang berbasis masyarakat atau Community based education.
MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di
mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang
penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. Karena itu, sudah merupakan
kebutuhan yang sangat mendesak bagi daerah untuk melakukan pembaruan pendidikan
agar pendidikan di daerah mampu menemukan relevansinya dengan sistem
pemerintahan yang mendasarkan diri pada sistem desentralisasi ( Suyanto, 2006:
60).
C. Tujuan MBS
Tujuan penerapan MBS memberi leluasa pada pihak
pengelola pendidikan yang seharusnya dilakukan
di sekolah masing-masing bahkan dalam mengambil keputusan pengelola
pendidikan tidak harus menunggu dari pemerintah. Manajemen berbasis Sekolah
mengubah sistem pengambilan keputusan dengan memindahkan otoritas dalam
pengambilan keputusan dan manajemen ke setiap yang berkepentingan di tingkat
local (Nanang Fatah, 2003 : 8).
Kepala Sekolah/Madrasah diberi kewenangan dalam
merencanakan, melaksanakan, mengawasi, proses penyelenggaraan pada Sekolah yang
dipimpin. Albers Mohrman menguraikan bahwa: Sebagai suatu konsep, bisa
dikatakan MBS merupakan tawaran model reformasi pada ranah pendidikan. Konsep
ini merupakan salah satu bentuk rekstrukturisasi sekolah dengan mengubah sistem
sekolah dengan melakukan kegiatannya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
prestasi akademik sekolah dengan mengubah desain stuktur organisasinya (Susan
Albers Moharman, 1994: 5 ).
Namun demikian dalam memahami tujuan penerapan
MBS diperlukan wawasan, pengertian tujuan dan target yang hendak dicapai dalam
penerapan MBS. Tanpa memahami tujuan tersebut, maka Penerapan MBS tidak akan
berjalan, MBS bukanlah sekedar pertanggung jawaban sekolah pada masalah
administrative keuangan dan bersifat vertical sesuai jalur birokrasi, maupun
pusat-pusat birokrasi di bawahnya. Lebih lanjut Umaedi menegaskan, tanpa
pertanggung jawaban hasil pelaksanaan program ( Umaedi, 2004: 35 ).
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan
efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada,
partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi serta tidak ada unsur
penekanan dari pemerintah. Peningkatan mutu dapat tempuh melalui peranserta
orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru,
adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuh
kembangkan suasana yang kondusif ( E. Mulyasa, 2004: 13).
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
berdasarkan kajian pelaksanaan di negara-negara yang sudah maju, maupun yang
tersurat dan tersirat dalam kebijakan pemerintah dan UU sisdiknas NO. 20 Tahun
2003, tentang Pendidikan Berbasis Masyarakat pasal 55 ayat 1: Masyarakat berhak
menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non
formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk
kepentingan masyarakat. Berkaitan dengan pasal tersebut setidaknya ada empat
aspek yaitu: kualitas (mutu) dan relevansi, keadilan, efektifitas dan
efisiensi, serta akuntabilitas.
Kebijakan MBS bertujuan mencapai mutu quality
dan relevansi pendidikan yang setinggi-tingginya, dengan tolok ukur penilaian
pada hasil output dan outcome bukan pada metodologi atau prosesnya. Antara mutu
dan relevansi ada yang memandangnya sebagai satu kesatuan substansi, pendidikan
yang bermutu adalah yang relevan dengan berbagai kebutuhan dan konteksnya.
D. Prinsip – Prinsip dalam MBS
Teori yang digunakan MBS untuk mengelola
sekolah didasarkan pada empat prinsip, yaitu Prinsip Ekuifinalitas, Prinsip
Desentralisasi, Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri, dan Prinsip Inisiatif
Sumber Daya Manusia.
1. Prinsip Ekuifinalitas (Principle of
Equifinality)
Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen
modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk
mencapai suatu tujuan. MBS menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus
dikelola oleh warga sekolah menurut kondisi mereka masing-masing. Karena
kompleksnya pekerjaan sekolah saat ini dan adanya perbedaan yang besar antara
sekolah yang satu dengan yang lain, misalnya perbedaan tingkat akademik siswa
dan situasi komunitasnya, sekolah tak dapat dijalankan dengan struktur yang
standar di seluruh kota, provinsi, apalagi Negara.
Pendidikan sebagai entitas yang terbuka
terhadap berbagai pengaruh eksternal. Ole karena itu, tak menutup kemungkinan
bila sekolah akan mendapatkan berabgai masalah sepertihalnya institusi umum
lainya. Pada zaman yang lingkungannmya semakin kompleks ini maka sekolah akan
semakin emndapatkan tantangan permasalahan.
Sekolah arus mampu memecahkan berbagai
permasalahan yang dihadapinya dengan cara yang paling tepat dan sesuai dengan
situasi dan kondisinya. Walaupun sekolah yang berbeda memiliki masalah yang
sama, cara penanganannya akan berlainan antara sekolah yang satu dengan yang
lain.
2. Prinsip Desentralisasi (Principle of
Decentralization)
Desentralisasi adalah gejala yang penting dalam
reformasi manajemen sekolah modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan
prinsip ekuifinaltias. Prinsip desentralisasi dilandasi oleh teori dasar bahwa
pengelolaan sekolah dan aktivitas pengajaran tak dapat dieleakkan dari
kesultian dan permasalhaan. Pendidikan adalah masalah yang rumit dan kompleks
sehingga memerlukan desentralisasi dalam pelaksanaannya.
Prinsip ekuifinalitas yang dikemukakan sebelum
mendorong adanya desentralisasi kekuasaan dengan mempersilahkan sekola memiliki
ruang yang lebih luas untuk bergerak, berkembang,d an bekerja menurut
strategi-strategi unik mereka untuk menjalani dan mengelola sekolahnya secara
efektif.
Oleh karena itu, sekolah harus diberi kekuasaan
dan tanggung jawab untuk memecahkan memecahkan masalahnya secara efektif dan
secepat mungkin ketika masalah itu muncul. Dengan kata lain, tujuan prinsip
desentralisasi adalah efisiensi dalam pemecahan masalah, bukan menghindari
masalah. Oleh karena itu, MBS harus mampu menemukan masala, memecahkannya tepat
waktu dan memberi sumbangan yang lebih besar terhadap efektivitas aktivitas
pengajaran dan pembelajaran. Tanpa adanya desentralisasi kewenangan kepada
sekolah itu sendiri maka sekolah tidak dapat memecahkan masalahnya secara
cepat, tepat, dan efisien.
3. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri
MBS tidak mengingkari bahwa sekolah perlu
mencapai tujuan-tujuan berdasarkan suatu kebijakan yang telah ditetapkan,
tetapi terdapat berbagai cara yang berbeda-beda untuk mencapainya. MBS
menaydari pentingnya untuk mempersilahkan sekolah menjadi system pengelolaan
secara mandiri di bawah kebijakannya sendiri. Sekolah memiliki otonomi tertentu
untuk mengembangkan tujuan pengajaran strategi manajemen, distribusi sumber
daya manusia dan sumber daya lainnya, memecahkan masalah, dan mencapai tujuan
berdasarkan kondisi mereka masing-masing. Karena sekolah dikelola secara
mandiri maka mereka lebih memiliki inisiatif dan tanggung jawab.
Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya,
yaitu prinsip ekuifinalitas dan prinsip desentralisasi. Ketika sekolah
menghadai permasalahan maka harus diselesaikan dengan caranya sendiri. Sekolah
dapat menyelesaikan masalahnya bila telah terjadi pelimpahan weewnang dari
birokrasi di atasnya ke tingkat sekolah. Dengan adanya kewenangan di tingkat
sekolah itulah maka sekolah dapat melakukan system pengelolaan mandiri.
4. Prinsip Inisiatif Manusia (Principle of
Human Initiative)
Perspektif sumber daya manusia menekankan bahwa
orang adalah sumber daya berharga di dalam organisasi sehingga poin utama
manajeman adalah mengembangkan sumber daya manusia di adalam sekolah untuk
berinisitatif. Berdasarkan perspektif ini maka MBS bertujuan untuk membangun
lingkungan yang sesuai untuk warga sekolah agar dapat bekerja dengan baik dan
mengembangkan potensinya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas pendidikan
dapat diukur dari perkembangan aspek sumber dayamanusianya.
Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanlah
sumber daya yang statis, emlainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber
daya manusia harus selalu digali, ditemukan, dan kemudina dikembangkan. Sekolah
dan lembaga pendidikan yang lebih luas tidak dapat lagi menggunakan istlah
staffing yang konotasinya hanya mengelola manusia sebagai barang yang statis.
Lemabga pendidikan harus menggunakan pendekatan human resources development yang
memiliki konotasi dinamis dan asset yang amat penting dan memiliki potensi
untuk terus dikembangkan.
E. Komonen dalam MBS
Setiap Satuan Pendidikan perlu memperhatikan komponen-komponen Manajemen Sekolah. Dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah beberapa komponen sekolah yang perlu dikelola yaitu kurikulum dan program pengajaran, tenaga kependidikan, kemuridan, sarana dan prasarana pendidikan, dan pengelolaan hubungan sekolah dan orang tua/wali murid (Mulyasa, 2002:40).
1. Kurikulum dan Program Pengajaran
Kurikulum dan program pengajaran merupakan pijakan dalam proses pendidikan yang diselenggarakan pada sebuah lembaga pendidikan, Perencanaan dan pengembangan kurikulum nasional telah dilakukan Departemen Pendidikan Nasional pada tingkat pusat. Akan tetapi sekolah juga bertugas dan berwenang mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat setempat. …dan sosial budaya yang mendukung pembangunan lokal sehingga peserta didik tidak terlepas dari akar sosial budaya lingkungan (Mulyasa, 2002:40).
Dalam manajemen berbasis sekolah di Indonesia
untuk muatan lokal mengharuskan setiap satuan pendidikan diharapkan dapat
mengembangkan dan memunculkan keunggulan program pendidikan tertentu sesuai
dengan latar belakang tuntutan lingkungansosial masyarakat. Dengan otonomi
sekolah dalam arti luas mempunyai fungsi untuk menghubungkan program-program
sekolah dengan seluruh kehidupan peserta didik dan kebutuhan lingkungan
sehingga setelah siswa menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan mereka
siap pakai sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
2. Manajemen Tenaga Kependidikan
Peningkatan produktivitas dan prestasi kerja dapat dilakukan dengan meningkatkan sumber daya manusia , Kepala Sekolah, Guru dan Karyawan dengan cara mengikut sertakan pada kegiatan-kegiatan yang menunjang pada kinerja seluruh unsur sekolah. Manajemen tenaga kependidikan (guru dan personil) mencakup beberapa hal yaitu: (1) perencanaan pegawai, (2) pengadaan pegawai, (3) pembinaan dan pengembangan pegawai, (4) promosi dan mutasi, (5) pemberhentian pegawai, (6) kompensasi, dan (7) penilaian pegawai (Mulyasa, 2002:42).
Hal ini menunjukkan, bahwa keberhasilan
pengelolaan pendidikan pada sebuah sekolah apabila Kepala Sekolah memiliki
kemampuan untuk menciptakan kondisi yang melibatkan pada semua unsur pengelola
sekolah.
3.Manajemen Kesiswaan
Salah satu tugas sekolah diawal tahun pelajaran baru adalah menata siswa. Manajemen kemuridan adalah penataan dan pengaturan kegiatan yang berhubungan dengan peserta didik (murid), awal pendaftaran sampai mereka lulus, tetapi bukan sekedar pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi aspek lebih luas yang secara operasional dapat membantu upaya pertumbuhan murid melalui proses pendidikan di sekolah (Mulyasa, 2002:46).
Meskipun Pencatatan sangat diperlukan untuk
menunjang keberhasilan manajemen kemuridan, buku presensi murid, buku raport,
daftar kenaikan kelas, buku mutasi murid, dan sebagainya. Manajemen kemuridan
dimaksudkan bertujuan mengatur berbagai kegiatan pembelajaran di sekolah
berjalan.dengan kondusif.
Menurut Sutisna dalam Mulyasa (2002) ada tiga
yaitu:(1) penerimaan murid baru, (2) kegiatan pelaporan kemajuan belajar murid,
dan (3) bimbingan dan pembinaan disiplin murid. Sedangkan tanggung jawab Kepala
sekolah dalam mengelola bidang kemuridan adalah:
a) Kehadiran murid di sekolah dan masalah-masalah bidang kemuridan yang berhubungan dengan hal studi.
a) Kehadiran murid di sekolah dan masalah-masalah bidang kemuridan yang berhubungan dengan hal studi.
b) Penerimaan, orientasi,klasifikasi, dan
pembagian kelas murid dan pembagian program studi.
c) Evaluasi dan pelaporan kemajuan belajar murid
d) Program supervisi bagi murid yang mempunyai kelainan, seperti mengulang pengajaran (remid), perbaikan, dan pengajaran luar biasa
e) Pengendalian kedisiplinan murid belajar di sekolah
f) Program bimbingan dan penyuluhan bagi seluruh murid.
g) Program kesehatan dan keamanan murid belajar, terutama ketenangan belajar murid di kelas.
h) Penyesuaian pribadi, sosial, dan emosional murid (Mulyasa, 2002:46).
4. Manajemen Keuangan
Keuangan
merupakan sumber daya yang secara langsung dapat berpengaruh pada keefektifan
dan efisiensi pengelolaan pendidikan yang diselaggarakan oleh masing-masing
satuan pendidikan. Manajerial kepala sekolah pada keuangan sangat dibutuhkan
dalam penerapan Manajemen Beerbasis Sekolah. Pelaksanaan Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) menuntut kemampuan sekolah dalam merencanakan melaksanakan, dan
mengevaluasi serta memepertanggungjawabkan penggunaan anggaran … pengelolaan
dana secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah (Mulyasa, 2002:47).
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memberi
kewenangan pada sekolah untuk menggali dan menggunakan sumber dana sesuai
keperluan sekolah. Sumber dana dalam proses pendidikan dapat dikelompokkan
menjadi tiga macam yaitu: (1) pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah, (2)
orang tua/wali atau peserta didik, dan (3) masyarakat, baik mengikat maupun
tidak mengikat. Berkaitan dengan penerimaan keuangan dari orang tua/wali murid
dan masyarakat ditegaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional atau
UU No. 2 tahun 1989 yaitu kemampuan pemerintah terbatas dalam pemenuhan
kebutuhan dana pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,
masyarakat, dan orang tua/wali murid.
Meskipun dalam prakteknya menurut pendapat
penulis implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) terkadang sebagian
sekolah menggunakan kesempatan ini terkesan secara berlebih lebihan seperti
kasus tes mandiri berdampak pada kecemburuan sosial bagi mereka yang kurang
mampu, dengan kata lain siswa yang diterima pada sebuah sekolah yang dianggap
faforit oleh lapisan masyarakat tertentu maka dapat ditentukan oleh kesiapan
orang tua dari berapa kesanggupan membayar yang disepakati oleh pihak sekolah,
sementara keadaan sosial ekonomi orang tua, masyarakat belum tentu dapat
menjakau kebijakan sekolah. Secara hukum praktek seleksi mandiri memang sah
karena tidak bertentangan dengan karakter dan komponen-komponen Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) hal ini banyak terjadi pada jenjang pendidikan SMP dan
SMA.
5. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan
Setiap satuan pendidikan tidak dapat melepaskan
faktor sarana dan prasarana yang dapat dipergunakan dan menunjang proses
pendidikan, proses belajar dan mengajar. Manajemen sarana dan prasarana
bertujuan dapat menciptakan kondisi yang menyenangkan baik guru maupun murid
untuk berada di sekolah. Demikian pula tersedianya media pembelajaran yang
relevan dengan kebutuhan materi pelajaran sangat diperlukan manjerian pengelolala
pendidikan di satuan pendidikan.
6. Manajemen Pengelolaan Hubungan Masyarakat
6. Manajemen Pengelolaan Hubungan Masyarakat
Hubungan antara sekolah dengan orang tua/wali
murid serta masyarakat pada hakekatnya merupakan suatu sarana sangat berperan
dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi murid di sekolah. Sekolah
dan orang tua/wali murid memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai
tujuan sekolah atau pendidikan secara efektif dan efisien. Gaffar dalam Mulyasa
menyatakan, bahwa hubungan sekolah dengan orang tua/wali murid bertujuan antara
lain: (1) memajukan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan murid; (2)
memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan
masyarakat; dan (3) menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan
sekolah (Mulyasa, 2002:50).
Pada konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ,
manajemen hubungan sekolah dengan orang tua wali murid diharapkan berjalan
dengan baik. Hubungan yang harmonis membuat masyarakat memiliki tanggung jawab
untuk memajukan sekolah. Penciptaan hubungan dan kerja sama yang harmonis,
apabila masyarakat mengetahui dan memiliki gambaran yang jelas tentang sekolah.
Gambaran yang jelas dapat diinformasikan kepada masyarakat melalui laporan
kepada orang tua wali murid, kunjungan ke sekolah, kunjungan ke rumah murid,
penjelasan dari staf sekolah, dan laporan tahunan sekolah.
Melalui hubungan yang harmonis diharapkan tercapai tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat, yaitu proses pendidikan terlaksana secara produktif, efektif, dan efisien sehingga menghasilkan lulusan yang produktif dan berkulitas. Lulusan yang berkualitas akan terlihat dari penguasaan/kompetensi murid tentang ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat dijadikan bekal ketika terjun di tengah-tengah masyarakat (out come).
Melalui hubungan yang harmonis diharapkan tercapai tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat, yaitu proses pendidikan terlaksana secara produktif, efektif, dan efisien sehingga menghasilkan lulusan yang produktif dan berkulitas. Lulusan yang berkualitas akan terlihat dari penguasaan/kompetensi murid tentang ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat dijadikan bekal ketika terjun di tengah-tengah masyarakat (out come).
F. Karakteristik MBS
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian
sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua
kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung
dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu
sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Apabila manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, maka MBS akan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada. Ciri-ciri MBS, bisa dilihat dari sudut sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, pengelolaan SDM, proses belajar-mengajar dan sumber daya.
Dengan demikian, MBS yang akan dikembangkan merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai dengan adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi tapi masih dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Tetapi semua ini harus mengakibatkan peningkatan proses belajar mengajar. Sekolah yang menerapkan prinsip-prinsip MBS adalah sekolah yang harus lebih bertanggungjawab (high responsibility), kreatif dalam bertindak dan mempunyai wewenang lebih (more authority) serta dapat dituntut pertanggungjawabannya oleh yang berkepentingan/tanggung gugat (public accountability by stake holders).
Diharapkan dengan menerapkan manajemen pola MBS, sekolah lebih berdaya dalam beberapa hal berikut:
Apabila manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, maka MBS akan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada. Ciri-ciri MBS, bisa dilihat dari sudut sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, pengelolaan SDM, proses belajar-mengajar dan sumber daya.
Dengan demikian, MBS yang akan dikembangkan merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai dengan adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi tapi masih dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Tetapi semua ini harus mengakibatkan peningkatan proses belajar mengajar. Sekolah yang menerapkan prinsip-prinsip MBS adalah sekolah yang harus lebih bertanggungjawab (high responsibility), kreatif dalam bertindak dan mempunyai wewenang lebih (more authority) serta dapat dituntut pertanggungjawabannya oleh yang berkepentingan/tanggung gugat (public accountability by stake holders).
Diharapkan dengan menerapkan manajemen pola MBS, sekolah lebih berdaya dalam beberapa hal berikut:
a)
menyadari
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi sekolah tersebut
b)
mengetahui
sumberdaya yang dimiliki dan “input” pendidikan yang akan dikembangkan
c)
mengoptimalkan
sumber daya yang tersedia untuk kemajuan lembaganya
d)
bertanggungjawab
terhadap orangtua, masyarakat, lembaga terkait, dan pemerintah dalam
penyelengaraan sekolah
e)
persaingan
sehat dengan sekolah lain dalam usaha-usaha kreatif-inovatif untuk meningkatkan
layanan dan mutu pendidikan.
Ciri-ciri Sekolah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), misalnya:
Ciri-ciri Sekolah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), misalnya:
a)
Upaya
meningkatkan peran serta Komite Sekolah, masyarakat, DUDI (dunia usaha dan
dunia industri) untuk mendukung kinerja sekolah
b)
Program
sekolah disusun dan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan proses belajar
mengajar (kurikulum), bukan kepentingan administratif saja.
c)
Menerapkan
prinsip efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya sekolah
(anggaran, personil dan fasilitas)
d)
Mampu
mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan kondisi
lingkungan sekolah walau berbeda dari pola umum atau kebiasaan.
e)
Menjamin
terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada masyarakat.
f)
Meningkatkan
profesionalisme personil sekolah.
g)
Meningkatnya
kemandirian sekolah di segala bidang.
h)
Adanya
keterlibatan semua unsur terkait dalam perencanaan program sekolah (misal: KS,
guru, Komite Sekolah, tokoh masyarakat,dll).
i)
Adanya
keterbukaan dalam pengelolaan anggaran pendidikan sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
MERUMUSKAN VISI, MISI, DAN TUJUAN SEKOLAH SERTA IMPLEMENTASI MBS
DENGAN UNSUR MANS,METHODS, MATERIAL AND MONEY
1.Merumuskan Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah
a.Pengertian Visi
Visi
merupakan gambaran tentang masa depan (future) yang realistik dan ingin
diwujudkan dalam kurun waktu tertentu. Visi adalah pernyataan yang diucapkan
atau ditulis hari ini, yang merupakan proses manajemen saat ini yang menjangkau
masa yang akan datang (Akdon, 2006:94).
Hax dan Majluf dalam Akdon (2006:95) menyatakan
bahwa visi adalah pernyataan yang merupakan sarana untuk:
1.
Mengkomunikasikan alasan keberadaan organisasi dalam arti tujuan dan tugas
pokok.
2.
Memperlihatkan framework hubungan antara organisasi dengan stakeholders (sumber
daya manusia organisasi,
konsumen/citizen, pihak lain yang terkait).
3. Menyatakan
sasaran utama kinerja organisasi dalam arti pertumbuhan dan perkembangan.
Pernyataan visi, baik yang tertulis atau
diucapkan perlu ditafsirkan dengan baik, tidak mengandung multi makna sehingga
dapat menjadi acuan yang mempersatukan semua pihak dalam sebuah organisasi
(sekolah).
Bagi sekolah Visi adalah imajinasi moral yang
menggambarkan profil sekolah yang diinginkan di masa datang. Imajinasi ke depan
seperti itu akan selalu diwarnai oleh peluang dan tantangan yang diyakini akan
terjadi di masa datang. Dalam menentukan visi tersebut, sekolah harus
memperhatikan perkembangan dan tantangan masa depan.
ditulis hari
ini, yang merupakan proses manajemen saat ini yang menjangkau masa yang akan
datang (Akdon, 2006:94).
b. Merumuskan Visi sekolah
Bagi suatu organisasi visi memiliki peranan
yang penting dalam menentukan arah kebijakan dan karakteristik organisasi
tersebut. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan sebuah visi
menurut Bryson (2001:213) antara lain:
1. Visi harus dapat memberikan panduan/arahan
dan motivasi.
2. Visi harus desebarkan di kalangan anggota
organisasi (stakeholder)
3. Visi harus digunakan untuk menyebarluaskan
keputusan dan tindakan organisasi yang penting.
Menurut Akdon (2006:96), terdapaat beberapa
kriteri dalam merumuskan visi, antara lain:
1) Visi bukanlah fakta, tetapi gambaran
pandangan ideal masa depan yang ingin diwujudkan.
2) Visi dapat memberikan arahan, mendorong
anggota organisasi untuk menunjukkan kinerja yang baik.
3) Dapat menimbulkan inspirasi dan siap
menghadapi tantangan
4) Menjembatani masa kini dan masa yang akan
datang.
5) Gambaran yang realistik dan kredibel dengan
masa depan yang menarik.
6) Sifatnya tidak statis dan tidak untuk
selamanya.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, rumusan
visi sekoalah yang baik seharusnya memberikan isyarat:
1) Visi sekolah berorientasi ke masa depan,
untuk jangka waktu yang lama.
2) Menunjukkan keyakinan masa depan yang jauh
lebih baik, sesuai dengan norma dan harapan masyarakat.
3) Visi sekolah harus mencerminkan standar
keunggulan dan cita-cita yang ingin dicapai.
4) Visi sekolah harus mencerminkan dorongan
yang kuat akan tumbuhnya inspirasi, semangat dan komitmen bagi stakeholder.
5) Mampu menjadi dasar dan mendorong terjadinya
perubahan dan pengembangan sekolah ke arah yang lebih baik.
6) Menjadi dasar perumusan misi dan tujuan
sekolah.
7) Dalam merumuskan visi harus disertai
indikator pencapaian visi.
c. Pengertian Misi
Misi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang
harus dicapai organisasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan di masa datang
(Akdon, 2006: 97). Pernyataan misi mencerminkan tentang penjelasan produk atau
pelayanan yang ditawarkan. Pernyataan misi harus:
1. Menunjukkan secara jelas mengenai apa yang
hendak dicapai oleh organisasi dan bidang kegiatan utama dari organisasi yang
bersangkutan.
2. Secara eksplisit mengandung apa yang harus
dilakukan untuk mencapainya.
3. Mengundang partisipasi masyarakat luas
terhadap perkembangan bidang itama yang digeluti organisasi (Akdon, 2006:98).
d. Merumuskan Misi Sekolah
Misi merupakan tindakan atau upaya untuk
mewujudkan visi. Jadi misi merupakan penjabaran visi dalam bentuk rumusan
tugas, kewajiban, dan rancangan tindakan yang dijadikan arahan untuk mewujudkan
visi. Dengan kata lain, misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang
dituangkan dalam visi dengan berbagai indikatornya.
Ada beberapa kriteria dalam pembuatan misi,
antara lain:
1) Penjelasan tentang produk atau pelayanan
yang ditawarkan yang sangat diperlukan oleh masyarakat.
2) Harus jelas memiliki sasaran publik yang
akan dilayani.
3) Kualitas produk dan pelayanan yang
ditawarkan memiliki daya saing yang meyakinkan masyarakat.
4) Penjelasan aspirasi bisinis yang diinginkan
pada masa mendatang juga bermanfaat dan keuntungannya bagi masyarakat dengan
produk dan pelayanan yang tersedia (Akdon, 2006:99).
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
merumuskan misi sekolah antara lain:
1. Pernyataan misi sekolah harus menunjukkan
secara jelas mengenai apa yang hendak dicapai oleh sekolah.
2. Rumusan misi sekolah selalu dalam bentuk
kalimat yang menunjukkan “tindakan” dan bukan kalimat yang menunjukkan
“keadaan” sebagaimana pada rumusan visi.
3. Satu indikator visi dapat dirumuskan lebih
dari satu rumusan misi. Antara indikator visi dengan rumusan misi harus ada
keterkaitan atau terdapat benang merahnya secara jelas.
4. Misi sekolah menggambarkan tentang produk
atau pelayanan yang akan diberikan pada masyarakat (siswa)
5. Kualitas produk atau layanan yang ditawarkan
harus memiliki daya saing yang tinggi, namun disesuaikan dengan kondisi
sekolah.
e. Pengertian Tujuan Sekolah
Tujuan merupakan penjabaran dari pernyataan
misi, tujuan adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka
waktu yang telah ditentukan. Penetapan tujuan pada umumnya didasarkan pada
faktor-faktor kunci keberhasilan yang dilakukan setelah penetapan visi dan
misi. Tujuan tidak harus dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, akan tetapi harus
dapat menunjukkan kondisi yang ingin dicapaidi masa mendatang (Akdon,
2006:143). Tujuan akan mengarahkan perumusan sasaran, kebijaksanaan, program
dan kegiatan dalam rangka merealisasikan misi, oleh karena itu tujuan harus
dapat menyediakan dasar yang kuat untuk menetapkan indikator.
Pencapaian tujuan dapat dijadikan indikator
untuk menilai kinerja sebuah organisasi. Beberapa kriteria tujuan antara lain:
1. Tujuan harus serasi dan mengklarifikasikan
misi, visi dan nilai-nilai organisasi.
2. Pencapaian tujuan akan dapat memenuhi atau
berkontribusi memenuhi misi, program dan sub program organisasi.
3. Tujuan cenderung untuk esensial tidak
berubah, kecuali terjadi pergeseran lingkungan, atau dalam hal isu strategik
hasil yang diinginkan.
4. Tujuan biasanya secara re;atif berjangka
panjang
5. Tujuan menggambarkan hasil program
6. Tujuan menggambarkan arahan yang jelas dari
organisasi.
7. Tujuan harus menantang, namun realistik dan
dapat dicapai.
f. Merumuskan Tujuan Sekolah
Tujuan menggambarkan arahan yang jelas bagi
sekolah. Perumusan tujuan akan strategi/perlakuan, arah kebijakan dan program
suatu sekolah. Oleh karena itu perumusan tujuan harus memberikan ukuran lebih
spesifik dan akuntabel. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan
tujuan sekolah, antara lain:
1) Tujuan sekolah harus memberikan ukuran yang
spesifik dan akuntabel (dapat diukur)
2) Tujuan sekolah merupakan penjabaran dari
misi, oleh karena itu tujuan harus selaras dengan visi dan misi.
3) Tujuan sekolah menyatakan kegiatan khusus
apa yang akan diselesaikan dan kapan diselesaikannya?
Akdon (2006:302) menyatakan bahwa, lengkah
langkah perencanaan strategis terdiri dari:
a. Perumusan visi, misi dan nilai-nilai
b. Telaah lingkungan strategik, yang terdiri
dari analisis lingkungan internal, analisis lingkungan eksternal.
c. Analisis strategik dan kunci keberhasilan.
d. Rencana Strategis yang terdiri dari
merumuskan tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program, kegiatan suatu
organisasi
Langkah-langkah tersebut dapat dilihat dalam
bagan berikut:
Gambar: Bagan Kerangka Perencanaan Strategis
Berdasarkan bagan diatas, dapat kita ketahui
peran visi, misi, tujuan dan program dalam merumuskan perencanaan strategis,
antara lain:
a. Visi dan misi merupakan landasan awal dalam
merumuskan perencanaan strategis. Visi memberikan merupakan imajinasi/gambaran
masa depan suatu organisasi, dia berperan sebagai pemberi arahan dan motivasi
anggota organisasi. Misi adalah penjabaran dari visi yang memberikan
produk/pelayanan kepada publik. Misi berperan untuk mengenalkan para anggota
organisasi terhadap peran dan fungsi mereka.
b. Tujuan merupakan penjabaran dari pernyataan
misi, tujuan adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka
waktu yang telah ditentukan. Dalam perencanaan strategis, rumusan tujuan akan
mengarahkan perumusan sasaran, strategi, program dan kegiatan dalam
merealisasikan misi.
Program merupakan kumpulan kegiatan nyata,
sistematis dan terpadu, dilaksanakan oleh satu instansi pemerintah atau lebih
ataupun dalam rangka kerja sama dengan masyarakat atau yang merupakan
partisipasi aktif masyarakat guna mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan. Dalam perencanaan strategis, program berfungsi untuk menjalankan
kebijakan strategis yang akan dilakukan dalam bentuk kegiatan-kegiatan nyata.
2. Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Di Amerika Serikat, pendekatan manajemen berbasis sekolah (school based management) sebenarnya telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secondary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based management, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan para pengelola pendidikan pada level operasional terkait dengan keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri.
Di Indonesia, gagasan MBS muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam pengoperasian sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua kebijakan tentang penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah hanya menerima apa adanya.
Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke daerah menelusuri saluran birokrasi dengan begitu banyak simpul yang masing-masing menginginkan bagian. Tidak heran jika nilai akhir yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut lebih dari separuhnya.
Kita khawatir, jangan-jangan selama ini lebih dari separuh dana pendidikan sebenarnya dipakai untuk hal-hal yang sama sekali tidak atau kurang berurusan dengan proses pembelajaran di level yang paling operasional, sekolah.
Maka dalam implementasinya perlu adanya unsur – unsur dasar sebagai salah satu sumber untuk mencapai tujuan manajemen yang kuat. Hal ini pernah di kemukakan oleh seorang ahli yang berpendapat bahwa unsur dasar (basic elements) yang merupakan sumber yang dapat digunakan (availabel resources) untuk mencapai tujuan dalam manajemen adalah :
Di Amerika Serikat, pendekatan manajemen berbasis sekolah (school based management) sebenarnya telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secondary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based management, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan para pengelola pendidikan pada level operasional terkait dengan keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri.
Di Indonesia, gagasan MBS muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam pengoperasian sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua kebijakan tentang penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah hanya menerima apa adanya.
Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke daerah menelusuri saluran birokrasi dengan begitu banyak simpul yang masing-masing menginginkan bagian. Tidak heran jika nilai akhir yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut lebih dari separuhnya.
Kita khawatir, jangan-jangan selama ini lebih dari separuh dana pendidikan sebenarnya dipakai untuk hal-hal yang sama sekali tidak atau kurang berurusan dengan proses pembelajaran di level yang paling operasional, sekolah.
Maka dalam implementasinya perlu adanya unsur – unsur dasar sebagai salah satu sumber untuk mencapai tujuan manajemen yang kuat. Hal ini pernah di kemukakan oleh seorang ahli yang berpendapat bahwa unsur dasar (basic elements) yang merupakan sumber yang dapat digunakan (availabel resources) untuk mencapai tujuan dalam manajemen adalah :
a. Men (manusia, orang-orang, tenaga kerja)
Tenaga
kerja ini meliputi tenaga kerja eksekutif maupun operatif. Dalam kegiatan
manajemen faktor manusia adalah yang paling menentukan. Titik pusat dari
manajemen adalah manusia, sebab mnusia membuat tujuan dan diapulalah yang
melakukan proses kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan itu.
Tanpa tenaga kerja tidak akan ada proses kerja. Hanyasaja manajemen tidak akan
timbul apabila setiap orang bekerja untuk dirinya sendiri tanpa mengadakan
kerjasama dengan yang lain. Manajemen timbul karena adanya orang yang
bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
b. Money (uang yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan)
Uang
merupakan unsur yang penting dalam mencapai tujuan disamping faktor manusia
yang menjadi unsur paling penting dan faktor-faktor lainnya. Dalam dunia modern
yang menjadi faktor penting sebagai alat tukar dan alat pengukur nilai suatu
usaha. Uang digunakan pada setiap kegiatan manusia untuk mencapai tujuannya.
Terlebih dalam pelaksanaan manajemen ilmiah, harus ada perhatian yang
sungguh-sungguh terhadap faktor uang karena segala sesuatu diperhitungkan
secara rasional yaitu memperhitungkan berapa jumlah tenaga yang harus dibayar,
berapa alat-alat yang dibutuhkan yang harus dibeli dn berapa pula hasil yang
dapat dicapai dari suatu intervestasi.
c. Machines (mesin atau alat-alat yang diperlukan untuk
mencapai tujuan)
Dalam
setiap organisasi, peranan mesin-mesin sebagai alat pembantu kerja sangat
diperlukan . mesin dapat meringankan dan memudahkan dalam melaksanakan
pekerjaan. Hanya yang perlu diingat bahwa penggunaan mesin sangat tergantung
pada manusia, bukan manusia yang tergantung atau bahkan diperbudak oleh mesin.
Mesin itu sendiri tidak akan ada kalau tidak ada yang menemukannya, sedangkan
yang menemukan adalah manusia. Mesin dibuat adalah untuk mempermudah atau
membantu tercapainya tujuan hidup manusia.
d. Methods (metode atau cara yang digunakan dalam usaha
mencapai tujuan).
Cara
untuk melaksanakan pekerjaan dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditetpkan
sebelumnya sangat menentukan hasil kerja seseorang . metode ini diperlukan dalam
setiap kegiatan manajemen yaitu dalam kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan dan pengawasan. Dengan cara kerja yang baik akan mempermudah dan
memperlancar dan memudahkan pelaksanaan pekerjaan. Tetapi walaupun metode kerja
yang telah dirumuskan atau ditetapkan itu baik, kalau orang yang diserahi tugas
pelaksanaannya kurang mengerti atau tidak berpengalaman maka hasil kerjanyapun
kurang baik, oleh karena itu hasil penggunaan atau penerapan suatu metode
tergantung pula pada orangnya.
e. Materials (bahan atau perlengkapan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan )
Manusia
tanpa material atau bahan-bahan tidak akan dapat mencapai tujuan yang
dikehendakinya, sehingga unsur material dalam manajemen tidak dapat diabaikan.
f. Market (pasar untuk menjual output/barang yang dihasilkan)
Pasar
merupakan tempat kita memasarkan produk yang telah diproduksi. Pasar
sangat dibutuhkan dalam suatu perusahaan. Pasar itu berupa masyarakat
(pelanggan) itu sendiri. Tanpa adanya pasar suatu perusahaan akan mengalami
kebangkrutan. Jadi perusahaan seharusnyamemikirkan manajemen
pasar(pemasaran) dengan baik. Dengan manajemen pasar (pemasaran)
yang baik (juga didukung oleh pasar yang tepat) distribusi produk dapat
berjalan dengan lancar dan sesuai dengan apa yang diharakan.
g. Informasi
Tentu
saja informasi sangat dibutuhkan dalam suatu perusahaan. Informasi tentang apa
yang sedang populer, apa yang sedang disukai, apa yang sedang terjadi di
masyarakat, dsb. Manajemen informasi sangat penting juga dalam menganalis
produk yang telah dan akan dipasarkan.
Ketujuh unsur manajemen tersebut lebih dikenal dengan
sebutan 6 M + I , yaitu man, money, material, machine,
method, market dan information. Setiap unsur tersebut memiliki
karakteristik yang berbeda. Manajemen tidak dapat berjalan dengan baik tanpa
adanya ketujuh unsur tersebut.
3. Hambatan –
hambatan dalam Implementasi MBS
Beberapa
hambatan yang mungkin dihadapi dalam implementasi MBS adalah sebagai berikut :
- Tidak Berminat Untuk Terlibat; ada sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.
- Tidak Efisien; pengambilan keputusan partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain.
- Pikiran Kelompok; setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi berdampak positif karena saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.
- Memerlukan Pelatihan; Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan lain-lain.
- Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru; Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.
- Kesulitan Koordinasi; setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri menjauh dari tujuan sekolah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara
sederhana disimpulkan bahwa manajemen berbasis sekolah bukannya satu-satunya
solusi yang akan menghantar pada harapan reformasi sekolah. Bila
diimplementasikan dengan kondisi yg benar, manajemen berbasis sekolah menjadi
satu dari sekian strategi yang diterapkan dalam pembaharuan terus-menerus
dengan strategi yang melibatkan pemerintah, penyelenggara, dewan manajemen
sekolah dalam satu sistem sekolah.
B. Saran
Untuk mewujudkan sekolah yang berkualitas, harus diawali
dengan perencanaan strategis yang berkualitas. Rumusan visi, misi, tujuan dan
program yang merupakan bagian dari perencanaan strategis harus berkualitas.
Oleh karena itu perumusan ini hendaknya diketahui dan dipahami oleh segenap
stakeholder sekolah, agar mereka dapat mengetahui fungsi, peran dan tugas yang
harus dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah. 2010. Perencanaan
strategis. Makalah disampaikan pada perkuliahan Teknologi Pendidikan UNSRI.
Akdon. 2006. Strategic Managemen for
Educational Management. Bandung: Alfabeta.
Bryson, John M. 2001.Perencanaan
Strategis bagi Organisasi sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Depdiknas,
2001. Konsep dan Pelaksanaan dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.
Jakarta: Dikmenum.
Depdiknas,
2001. Panduan Monitoring dan Evaluasi dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah. Jakarta: Dikmenum.
Hasibuan,
Malayu. 2003. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara.
Mansoer,
Hamdan. 1989. Pengantar Manajemen. Jakarta: P2LPTK.
Mulyasa, E.
2002. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Nurkolis, 2003.
Manajemen Berbasis sekolah Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo.
Suprihatin dkk,
2004. Manajemen Sekolah. Semarang: UPT UNNES Press.
Sonhadji,
Ahmad. 2003. Modul Bahan-Bahan Kuliah Manajemen Strategik. Universitas Negeri
Malang
DAFTAR ISI
Kata
pengantar
|
……………………………………………………
|
i
|
||||||
Daftar isi
|
……………………………………………………
|
ii
|
||||||
BAB I : PENDAHULUAN
|
……………………………………………………
|
|
||||||
A.
|
Pengertian
MBS
|
……………………………………………………
|
1
|
|||||
B.
|
Landasan
Hukum
|
……………………………………………………
|
1
|
|||||
C.
|
Tujuan MBS
|
……………………………………………………
|
2
|
|||||
D.
|
Prinsip –
prinsip dalam MBS …………………………………………………..
|
4
|
||||||
E.
|
Komponen
dalam MBS
|
……………………………………………………
|
6
|
|||||
F.
|
Karakteristik
MBS ……………………………………………………………..
|
10
|
||||||
BAB II :
PEMBAHASAN
|
……………………………………………………
|
|
||||||
1.
|
Merumuskan
Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah
|
13
|
||||||
|
a.
|
Pengertian
Visi
|
…………………………………………….
|
13
|
||||
|
b.
|
Merumuskan
Visi Sekolah
|
…………………………………………….
|
13
|
||||
|
c.
|
Pengertian
misi
|
…………………………………………….
|
14
|
||||
|
d.
|
Merumuskan
misi sekolah
|
…………………………………………….
|
15
|
||||
|
e.
|
Pengertian
tujuan sekolah
|
…………………………………………….
|
15
|
||||
|
f.
|
Merumuskan
tujuan sekolah
|
…………………………………………….
|
16
|
||||
2.
|
Implementasi
MBS
|
…………………………………………….
|
18
|
|||||
3.
|
Hambatan – hambatan
dalam implementasi MBS……………………………..
|
20
|
||||||
BAB III
|
: PENUTUP
|
………………………………………………………
|
22
|
|||||
A.
|
Kesimpulan
|
………………………………………………………
|
22
|
|||||
B.
|
Saran
|
………………………………………………………
|
22
|
|||||
Daftar
Pustaka
|
………………………………………………………
|
23
|
||||||
KATA PENGANTAR
Dewasa
ini upaya peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan oleh berbagai pihak dan
pendekatan. Upaya-upaya tersebut dilandasi suatu kesadaran betapa pentingnya peranan
pendidikan dalam pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan watak bangsa
(Nation Character Building) untuk kemajuan masyarakat dan bangsa.
Harkat
dan martabat suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Dalam konteks
bangsa Indonesia, peningkatan mutu pendidikan merupakan sasaran pembangunan di
bidang pendidikan nasional dan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan
kualitas manusia Indonesia secara menyeluruh (E. Mulyasa, 2005:31).
Seiring
dengan era otonomi dan proses demokrasi serta asa desentralisasi, pengembangan
kualitas menuntut partisipasi dan pemberdayaan seluruh komponen pendidikan dan
penerapan konsep pendidikan sebagai suatu sistem. Peningkatan mutu pendidikan
dalam kerangka otonomi daerah merubah arah dan paradigm penyelenggaraan yang
dulunya dengan pola sentralisasi ke arah pendidikan yang desentralisasi (H.A.R.
Tilaar, 2004:31).
Untuk
itu dalam makalah ini kami mencoba menerapkan MBS di sekolah mulai pembentukan
visi, Misi, dan Tujuan sekolah agar lebih terarah sesuai yang di amanatkan
Undang-Undang yang berlaku.
Serang,
November 2015
Penulis,
MAKALAH
IMPLEMENTASI
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH GUNA
MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
PASCASARJANA UNIVERSITAS SULTAN
AGENG TIRTAYSA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar