Selasa, 10 November 2015

IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH GUNA MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN



BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian MBS
Menurut Eman Suparman, seperti yang dikutip oleh Mulyono dalam Sri Minarti (2011:50) mendefinisikan bahwa Manajemen Berbasis sekolah (MBS) adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan sekolah dalam pendidikan nasional.
Menurut Ahmad Barizi dalam Sri Minarti (2011:52) Manajemen berbasis sekolah merupakan bentuk alternatif sekolah dalam melakukan program desentralisasi dibidang pendidikan yang ditandai dengan otonomi yang luas ditingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi tanpa mengabaikan kebijakan pendidikan nasional.
Manajemen Berbasis Sekolah  merupakan suatu program pemerintah berkaitan dengan adanya asas desentralisasi maka muncullah otonomi pendidikan.  Dimana sekolah diberikan kewenangan untuk mengelola sekolahnya sendiri tanpa meninggalakan kebijakan-kebijakan strategis yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Adapun standar yang ditetapkan oleh pusat meliputi standar kompetensi siswa, standar materi pelajaran pokok, standar penguasaan minimum, stamdar pelayanan minimum, standar pelayanan minimum, penetapan kalender pendidikan, dll.
Adanya otonomi pendidikan menuntut partisipasi dan pemberdayaan seluruh komponen pendidikan sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan. School Based Management (Manajemen Sumber Daya Manusia) adalah merupakan suatu pendekatan dalam peningkatan mutu pendidikan melalui kebijakan otonomi daerah.
B. Landasan Hukum
Seiring dengan era globalisasi desentralisasi telah membawa perubahan pemerintahan yang menghendaki transparansi, demokratisasi dan akuntabilitas, desentralisasi dan pemberdayaan potensi masyarakat, konsepsi manajemen pendidikan yang telah lama dipendam oleh para tokoh pendidikan untuk diaktualkan, serta sebagian birokrat yang secara diam-diam konsisten ingin melakukan reform tanpa banyak publikasi.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan para digma baru, merupakan salah satu wujud dari reformasi dalam sektor pendidikan yang menawarkan perubahan pembaharuan kepada sekolah secara mandiri untuk menyelanggarakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para peserta didik. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staff, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok yang terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan ( E.Mulyasa, 2004: 24).

Dengan keluarnya UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan PP No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai Daerah Otonomi, UU No.25 Tahun 2000 tentang Propenas, dan Kepmemdiknas No. 122/U/2001 tentang Rencana Strategis Pembangunan Pendidikan, Pemuda, dan olah raga tahun 2000-2004, serta UU Sisdiknas Tahun 2003 memberikan landasan hukum yang kuat untuk diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah atau School Based Management. dan pendidikan yang berbasis masyarakat atau Community based education.
MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. Karena itu, sudah merupakan kebutuhan yang sangat mendesak bagi daerah untuk melakukan pembaruan pendidikan agar pendidikan di daerah mampu menemukan relevansinya dengan sistem pemerintahan yang mendasarkan diri pada sistem desentralisasi ( Suyanto, 2006: 60).
C. Tujuan MBS
Tujuan penerapan MBS memberi leluasa pada pihak pengelola pendidikan yang seharusnya dilakukan  di sekolah masing-masing bahkan dalam mengambil keputusan pengelola pendidikan tidak harus menunggu dari pemerintah. Manajemen berbasis Sekolah mengubah sistem pengambilan keputusan dengan memindahkan otoritas dalam pengambilan keputusan dan manajemen ke setiap yang berkepentingan di tingkat local (Nanang Fatah, 2003 : 8).
Kepala Sekolah/Madrasah diberi kewenangan dalam merencanakan, melaksanakan, mengawasi, proses penyelenggaraan pada Sekolah yang dipimpin. Albers Mohrman menguraikan bahwa: Sebagai suatu konsep, bisa dikatakan MBS merupakan tawaran model reformasi pada ranah pendidikan. Konsep ini merupakan salah satu bentuk rekstrukturisasi sekolah dengan mengubah sistem sekolah dengan melakukan kegiatannya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan prestasi akademik sekolah dengan mengubah desain stuktur organisasinya (Susan Albers Moharman, 1994: 5 ).
Namun demikian dalam memahami tujuan penerapan MBS diperlukan wawasan, pengertian tujuan dan target yang hendak dicapai dalam penerapan MBS. Tanpa memahami tujuan tersebut, maka Penerapan MBS tidak akan berjalan, MBS bukanlah sekedar pertanggung jawaban sekolah pada masalah administrative keuangan dan bersifat vertical sesuai jalur birokrasi, maupun pusat-pusat birokrasi di bawahnya. Lebih lanjut Umaedi menegaskan, tanpa pertanggung jawaban hasil pelaksanaan program ( Umaedi, 2004: 35 ).
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi serta tidak ada unsur penekanan dari pemerintah. Peningkatan mutu dapat tempuh melalui peranserta orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuh kembangkan suasana yang kondusif ( E. Mulyasa, 2004: 13).
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berdasarkan kajian pelaksanaan di negara-negara yang sudah maju, maupun yang tersurat dan tersirat dalam kebijakan pemerintah dan UU sisdiknas NO. 20 Tahun 2003, tentang Pendidikan Berbasis Masyarakat pasal 55 ayat 1: Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat. Berkaitan dengan pasal tersebut setidaknya ada empat aspek yaitu: kualitas (mutu) dan relevansi, keadilan, efektifitas dan efisiensi, serta akuntabilitas.
Kebijakan MBS bertujuan mencapai mutu quality dan relevansi pendidikan yang setinggi-tingginya, dengan tolok ukur penilaian pada hasil output dan outcome bukan pada metodologi atau prosesnya. Antara mutu dan relevansi ada yang memandangnya sebagai satu kesatuan substansi, pendidikan yang bermutu adalah yang relevan dengan berbagai kebutuhan dan konteksnya.
D. Prinsip – Prinsip dalam MBS
Teori yang digunakan MBS untuk mengelola sekolah didasarkan pada empat prinsip, yaitu Prinsip Ekuifinalitas, Prinsip Desentralisasi, Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri, dan Prinsip Inisiatif Sumber Daya Manusia.
1. Prinsip Ekuifinalitas (Principle of Equifinality)
Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan. MBS menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga sekolah menurut kondisi mereka masing-masing. Karena kompleksnya pekerjaan sekolah saat ini dan adanya perbedaan yang besar antara sekolah yang satu dengan yang lain, misalnya perbedaan tingkat akademik siswa dan situasi komunitasnya, sekolah tak dapat dijalankan dengan struktur yang standar di seluruh kota, provinsi, apalagi Negara.

Pendidikan sebagai entitas yang terbuka terhadap berbagai pengaruh eksternal. Ole karena itu, tak menutup kemungkinan bila sekolah akan mendapatkan berabgai masalah sepertihalnya institusi umum lainya. Pada zaman yang lingkungannmya semakin kompleks ini maka sekolah akan semakin emndapatkan tantangan permasalahan.
Sekolah arus mampu memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapinya dengan cara yang paling tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisinya. Walaupun sekolah yang berbeda memiliki masalah yang sama, cara penanganannya akan berlainan antara sekolah yang satu dengan yang lain.
2. Prinsip Desentralisasi (Principle of Decentralization)
Desentralisasi adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen sekolah modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinaltias. Prinsip desentralisasi dilandasi oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan aktivitas pengajaran tak dapat dieleakkan dari kesultian dan permasalhaan. Pendidikan adalah masalah yang rumit dan kompleks sehingga memerlukan desentralisasi dalam pelaksanaannya.
Prinsip ekuifinalitas yang dikemukakan sebelum mendorong adanya desentralisasi kekuasaan dengan mempersilahkan sekola memiliki ruang yang lebih luas untuk bergerak, berkembang,d an bekerja menurut strategi-strategi unik mereka untuk menjalani dan mengelola sekolahnya secara efektif.
Oleh karena itu, sekolah harus diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk memecahkan memecahkan masalahnya secara efektif dan secepat mungkin ketika masalah itu muncul. Dengan kata lain, tujuan prinsip desentralisasi adalah efisiensi dalam pemecahan masalah, bukan menghindari masalah. Oleh karena itu, MBS harus mampu menemukan masala, memecahkannya tepat waktu dan memberi sumbangan yang lebih besar terhadap efektivitas aktivitas pengajaran dan pembelajaran. Tanpa adanya desentralisasi kewenangan kepada sekolah itu sendiri maka sekolah tidak dapat memecahkan masalahnya secara cepat, tepat, dan efisien.
3. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri
MBS tidak mengingkari bahwa sekolah perlu mencapai tujuan-tujuan berdasarkan suatu kebijakan yang telah ditetapkan, tetapi terdapat berbagai cara yang berbeda-beda untuk mencapainya. MBS menaydari pentingnya untuk mempersilahkan sekolah menjadi system pengelolaan secara mandiri di bawah kebijakannya sendiri. Sekolah memiliki otonomi tertentu untuk mengembangkan tujuan pengajaran strategi manajemen, distribusi sumber daya manusia dan sumber daya lainnya, memecahkan masalah, dan mencapai tujuan berdasarkan kondisi mereka masing-masing. Karena sekolah dikelola secara mandiri maka mereka lebih memiliki inisiatif dan tanggung jawab.
Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan prinsip desentralisasi. Ketika sekolah menghadai permasalahan maka harus diselesaikan dengan caranya sendiri. Sekolah dapat menyelesaikan masalahnya bila telah terjadi pelimpahan weewnang dari birokrasi di atasnya ke tingkat sekolah. Dengan adanya kewenangan di tingkat sekolah itulah maka sekolah dapat melakukan system pengelolaan mandiri.

4. Prinsip Inisiatif Manusia (Principle of Human Initiative)
Perspektif sumber daya manusia menekankan bahwa orang adalah sumber daya berharga di dalam organisasi sehingga poin utama manajeman adalah mengembangkan sumber daya manusia di adalam sekolah untuk berinisitatif. Berdasarkan perspektif ini maka MBS bertujuan untuk membangun lingkungan yang sesuai untuk warga sekolah agar dapat bekerja dengan baik dan mengembangkan potensinya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas pendidikan dapat diukur dari perkembangan aspek sumber dayamanusianya.
Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, emlainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus selalu digali, ditemukan, dan kemudina dikembangkan. Sekolah dan lembaga pendidikan yang lebih luas tidak dapat lagi menggunakan istlah staffing yang konotasinya hanya mengelola manusia sebagai barang yang statis. Lemabga pendidikan harus menggunakan pendekatan human resources development yang memiliki konotasi dinamis dan asset yang amat penting dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan.

E. Komonen dalam MBS

Setiap Satuan Pendidikan perlu memperhatikan komponen-komponen Manajemen Sekolah. Dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah beberapa komponen sekolah yang perlu dikelola yaitu kurikulum dan program pengajaran, tenaga kependidikan, kemuridan, sarana dan prasarana pendidikan, dan pengelolaan hubungan sekolah dan orang tua/wali murid (Mulyasa, 2002:40).

1. Kurikulum dan Program Pengajaran

Kurikulum dan program pengajaran merupakan pijakan dalam proses pendidikan yang diselenggarakan pada sebuah lembaga pendidikan, Perencanaan dan pengembangan kurikulum nasional telah dilakukan Departemen Pendidikan Nasional pada tingkat pusat. Akan tetapi sekolah juga bertugas dan berwenang mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat setempat. …dan sosial budaya yang mendukung pembangunan lokal sehingga peserta didik tidak terlepas dari akar sosial budaya lingkungan (Mulyasa, 2002:40).
Dalam manajemen berbasis sekolah di Indonesia untuk muatan lokal mengharuskan setiap satuan pendidikan diharapkan dapat mengembangkan dan memunculkan keunggulan program pendidikan tertentu sesuai dengan latar belakang tuntutan lingkungansosial masyarakat. Dengan otonomi sekolah dalam arti luas mempunyai fungsi untuk menghubungkan program-program sekolah dengan seluruh kehidupan peserta didik dan kebutuhan lingkungan sehingga setelah siswa menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan mereka siap pakai sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
2. Manajemen Tenaga Kependidikan

Peningkatan produktivitas dan prestasi kerja dapat dilakukan dengan meningkatkan sumber daya manusia , Kepala Sekolah, Guru dan Karyawan dengan cara mengikut sertakan pada kegiatan-kegiatan yang menunjang pada kinerja seluruh unsur sekolah. Manajemen tenaga kependidikan (guru dan personil) mencakup beberapa hal yaitu: (1) perencanaan pegawai, (2) pengadaan pegawai, (3) pembinaan dan pengembangan pegawai, (4) promosi dan mutasi, (5) pemberhentian pegawai, (6) kompensasi, dan (7) penilaian pegawai (Mulyasa, 2002:42).
Hal ini menunjukkan, bahwa keberhasilan pengelolaan pendidikan pada sebuah sekolah apabila Kepala Sekolah memiliki kemampuan untuk menciptakan kondisi yang melibatkan pada semua unsur pengelola sekolah.
3.Manajemen Kesiswaan

Salah satu tugas sekolah diawal tahun pelajaran baru adalah menata siswa. Manajemen kemuridan adalah penataan dan pengaturan kegiatan yang berhubungan dengan peserta didik (murid), awal pendaftaran sampai mereka lulus, tetapi bukan sekedar pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi aspek lebih luas yang secara operasional dapat membantu upaya pertumbuhan murid melalui proses pendidikan di sekolah (Mulyasa, 2002:46).
Meskipun Pencatatan sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan manajemen kemuridan, buku presensi murid, buku raport, daftar kenaikan kelas, buku mutasi murid, dan sebagainya. Manajemen kemuridan dimaksudkan bertujuan mengatur berbagai kegiatan pembelajaran di sekolah berjalan.dengan kondusif.
Menurut Sutisna dalam Mulyasa (2002) ada tiga yaitu:(1) penerimaan murid baru, (2) kegiatan pelaporan kemajuan belajar murid, dan (3) bimbingan dan pembinaan disiplin murid. Sedangkan tanggung jawab Kepala sekolah dalam mengelola bidang kemuridan adalah:
a) Kehadiran murid di sekolah dan masalah-masalah bidang kemuridan yang berhubungan dengan hal studi.
b) Penerimaan, orientasi,klasifikasi, dan pembagian kelas murid dan pembagian program studi.

c) Evaluasi dan pelaporan kemajuan belajar murid

d) Program supervisi bagi murid yang mempunyai kelainan, seperti mengulang pengajaran (remid), perbaikan, dan pengajaran luar biasa

e) Pengendalian kedisiplinan murid belajar di sekolah

f) Program bimbingan dan penyuluhan bagi seluruh murid.

g) Program kesehatan dan keamanan murid belajar, terutama ketenangan belajar murid di kelas.
h) Penyesuaian pribadi, sosial, dan emosional murid (Mulyasa, 2002:46).
4. Manajemen Keuangan
Keuangan merupakan sumber daya yang secara langsung dapat berpengaruh pada keefektifan dan efisiensi pengelolaan pendidikan yang diselaggarakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Manajerial kepala sekolah pada keuangan sangat dibutuhkan dalam penerapan Manajemen Beerbasis Sekolah. Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menuntut kemampuan sekolah dalam merencanakan melaksanakan, dan mengevaluasi serta memepertanggungjawabkan penggunaan anggaran … pengelolaan dana secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah (Mulyasa, 2002:47).
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memberi kewenangan pada sekolah untuk menggali dan menggunakan sumber dana sesuai keperluan sekolah. Sumber dana dalam proses pendidikan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu: (1) pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah, (2) orang tua/wali atau peserta didik, dan (3) masyarakat, baik mengikat maupun tidak mengikat. Berkaitan dengan penerimaan keuangan dari orang tua/wali murid dan masyarakat ditegaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional atau UU No. 2 tahun 1989 yaitu kemampuan pemerintah terbatas dalam pemenuhan kebutuhan dana pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua/wali murid.
Meskipun dalam prakteknya menurut pendapat penulis implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) terkadang sebagian sekolah menggunakan kesempatan ini terkesan secara berlebih lebihan seperti kasus tes mandiri berdampak pada kecemburuan sosial bagi mereka yang kurang mampu, dengan kata lain siswa yang diterima pada sebuah sekolah yang dianggap faforit oleh lapisan masyarakat tertentu maka dapat ditentukan oleh kesiapan orang tua dari berapa kesanggupan membayar yang disepakati oleh pihak sekolah, sementara keadaan sosial ekonomi orang tua, masyarakat belum tentu dapat menjakau kebijakan sekolah. Secara hukum praktek seleksi mandiri memang sah karena tidak bertentangan dengan karakter dan komponen-komponen Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) hal ini banyak terjadi pada jenjang pendidikan SMP dan SMA.
5. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan
Setiap satuan pendidikan tidak dapat melepaskan faktor sarana dan prasarana yang dapat dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, proses belajar dan mengajar. Manajemen sarana dan prasarana bertujuan dapat menciptakan kondisi yang menyenangkan baik guru maupun murid untuk berada di sekolah. Demikian pula tersedianya media pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan materi pelajaran sangat diperlukan manjerian pengelolala pendidikan di satuan pendidikan.

6. Manajemen Pengelolaan Hubungan Masyarakat
Hubungan antara sekolah dengan orang tua/wali murid serta masyarakat pada hakekatnya merupakan suatu sarana sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi murid di sekolah. Sekolah dan orang tua/wali murid memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidikan secara efektif dan efisien. Gaffar dalam Mulyasa menyatakan, bahwa hubungan sekolah dengan orang tua/wali murid bertujuan antara lain: (1) memajukan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan murid; (2) memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat; dan (3) menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah (Mulyasa, 2002:50).
Pada konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) , manajemen hubungan sekolah dengan orang tua wali murid diharapkan berjalan dengan baik. Hubungan yang harmonis membuat masyarakat memiliki tanggung jawab untuk memajukan sekolah. Penciptaan hubungan dan kerja sama yang harmonis, apabila masyarakat mengetahui dan memiliki gambaran yang jelas tentang sekolah. Gambaran yang jelas dapat diinformasikan kepada masyarakat melalui laporan kepada orang tua wali murid, kunjungan ke sekolah, kunjungan ke rumah murid, penjelasan dari staf sekolah, dan laporan tahunan sekolah.

Melalui hubungan yang harmonis diharapkan tercapai tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat, yaitu proses pendidikan terlaksana secara produktif, efektif, dan efisien sehingga menghasilkan lulusan yang produktif dan berkulitas. Lulusan yang berkualitas akan terlihat dari penguasaan/kompetensi murid tentang ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat dijadikan bekal ketika terjun di tengah-tengah masyarakat (out come).

F. Karakteristik MBS
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Apabila manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, maka MBS akan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada. Ciri-ciri MBS, bisa dilihat dari sudut sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, pengelolaan SDM, proses belajar-mengajar dan sumber daya.

Dengan demikian, MBS yang akan dikembangkan merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai dengan adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi tapi masih dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Tetapi semua ini harus mengakibatkan peningkatan proses belajar mengajar. Sekolah yang menerapkan prinsip-prinsip MBS adalah sekolah yang harus lebih bertanggungjawab (high responsibility), kreatif dalam bertindak dan mempunyai wewenang lebih (more authority) serta dapat dituntut pertanggungjawabannya oleh yang berkepentingan/tanggung gugat (public accountability by stake holders).
Diharapkan dengan menerapkan manajemen pola MBS, sekolah lebih berdaya dalam beberapa hal berikut:
a)      menyadari kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi sekolah tersebut
b)      mengetahui sumberdaya yang dimiliki dan “input” pendidikan yang akan dikembangkan
c)      mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk kemajuan lembaganya
d)     bertanggungjawab terhadap orangtua, masyarakat, lembaga terkait, dan pemerintah dalam penyelengaraan sekolah
e)      persaingan sehat dengan sekolah lain dalam usaha-usaha kreatif-inovatif untuk meningkatkan layanan dan mutu pendidikan.

Ciri-ciri Sekolah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), misalnya:
a)      Upaya meningkatkan peran serta Komite Sekolah, masyarakat, DUDI (dunia usaha dan dunia industri) untuk mendukung kinerja sekolah
b)      Program sekolah disusun dan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan proses belajar mengajar (kurikulum), bukan kepentingan administratif saja.
c)      Menerapkan prinsip efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya sekolah (anggaran, personil dan fasilitas)
d)     Mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan kondisi lingkungan sekolah walau berbeda dari pola umum atau kebiasaan.
e)      Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada masyarakat.
f)       Meningkatkan profesionalisme personil sekolah.
g)      Meningkatnya kemandirian sekolah di segala bidang.
h)      Adanya keterlibatan semua unsur terkait dalam perencanaan program sekolah (misal: KS, guru, Komite Sekolah, tokoh masyarakat,dll).
i)        Adanya keterbukaan dalam pengelolaan anggaran pendidikan sekolah.




















BAB II
PEMBAHASAN
MERUMUSKAN VISI, MISI, DAN TUJUAN SEKOLAH SERTA IMPLEMENTASI MBS DENGAN UNSUR MANS,METHODS, MATERIAL AND MONEY
1.Merumuskan Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah
a.Pengertian Visi
Visi merupakan gambaran tentang masa depan (future) yang realistik dan ingin diwujudkan dalam kurun waktu tertentu. Visi adalah pernyataan yang diucapkan atau ditulis hari ini, yang merupakan proses manajemen saat ini yang menjangkau masa yang akan datang (Akdon, 2006:94).

Hax dan Majluf dalam Akdon (2006:95) menyatakan bahwa visi adalah pernyataan yang merupakan sarana untuk:
1. Mengkomunikasikan alasan keberadaan organisasi dalam arti tujuan dan tugas pokok.
2. Memperlihatkan framework hubungan antara organisasi dengan stakeholders (sumber   daya manusia organisasi, konsumen/citizen, pihak lain yang terkait).
3. Menyatakan sasaran utama kinerja organisasi dalam arti pertumbuhan dan perkembangan.
Pernyataan visi, baik yang tertulis atau diucapkan perlu ditafsirkan dengan baik, tidak mengandung multi makna sehingga dapat menjadi acuan yang mempersatukan semua pihak dalam sebuah organisasi (sekolah).
Bagi sekolah Visi adalah imajinasi moral yang menggambarkan profil sekolah yang diinginkan di masa datang. Imajinasi ke depan seperti itu akan selalu diwarnai oleh peluang dan tantangan yang diyakini akan terjadi di masa datang. Dalam menentukan visi tersebut, sekolah harus memperhatikan perkembangan dan tantangan masa depan.
ditulis hari ini, yang merupakan proses manajemen saat ini yang menjangkau masa yang akan datang (Akdon, 2006:94).
b. Merumuskan Visi sekolah
Bagi suatu organisasi visi memiliki peranan yang penting dalam menentukan arah kebijakan dan karakteristik organisasi tersebut. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan sebuah visi menurut Bryson (2001:213) antara lain:

1. Visi harus dapat memberikan panduan/arahan dan motivasi.
2. Visi harus desebarkan di kalangan anggota organisasi (stakeholder)
3. Visi harus digunakan untuk menyebarluaskan keputusan dan tindakan organisasi yang penting.
Menurut Akdon (2006:96), terdapaat beberapa kriteri dalam merumuskan visi, antara lain:
1) Visi bukanlah fakta, tetapi gambaran pandangan ideal masa depan yang ingin diwujudkan.
2) Visi dapat memberikan arahan, mendorong anggota organisasi untuk menunjukkan kinerja yang baik.
3) Dapat menimbulkan inspirasi dan siap menghadapi tantangan
4) Menjembatani masa kini dan masa yang akan datang.
5) Gambaran yang realistik dan kredibel dengan masa depan yang menarik.
6) Sifatnya tidak statis dan tidak untuk selamanya.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, rumusan visi sekoalah yang baik seharusnya memberikan isyarat:
1) Visi sekolah berorientasi ke masa depan, untuk jangka waktu yang lama.
2) Menunjukkan keyakinan masa depan yang jauh lebih baik, sesuai dengan norma dan harapan masyarakat.
3) Visi sekolah harus mencerminkan standar keunggulan dan cita-cita yang ingin dicapai.
4) Visi sekolah harus mencerminkan dorongan yang kuat akan tumbuhnya inspirasi, semangat dan komitmen bagi stakeholder.
5) Mampu menjadi dasar dan mendorong terjadinya perubahan dan pengembangan sekolah ke arah yang lebih baik.
6) Menjadi dasar perumusan misi dan tujuan sekolah.
7) Dalam merumuskan visi harus disertai indikator pencapaian visi.

c. Pengertian Misi
Misi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang harus dicapai organisasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan di masa datang (Akdon, 2006: 97). Pernyataan misi mencerminkan tentang penjelasan produk atau pelayanan yang ditawarkan. Pernyataan misi harus:
1. Menunjukkan secara jelas mengenai apa yang hendak dicapai oleh organisasi dan bidang kegiatan utama dari organisasi yang bersangkutan.
2. Secara eksplisit mengandung apa yang harus dilakukan untuk mencapainya.
3. Mengundang partisipasi masyarakat luas terhadap perkembangan bidang itama yang digeluti organisasi (Akdon, 2006:98).


d. Merumuskan Misi Sekolah
Misi merupakan tindakan atau upaya untuk mewujudkan visi. Jadi misi merupakan penjabaran visi dalam bentuk rumusan tugas, kewajiban, dan rancangan tindakan yang dijadikan arahan untuk mewujudkan visi. Dengan kata lain, misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi dengan berbagai indikatornya.
Ada beberapa kriteria dalam pembuatan misi, antara lain:
1) Penjelasan tentang produk atau pelayanan yang ditawarkan yang sangat diperlukan oleh masyarakat.
2) Harus jelas memiliki sasaran publik yang akan dilayani.
3) Kualitas produk dan pelayanan yang ditawarkan memiliki daya saing yang meyakinkan masyarakat.
4) Penjelasan aspirasi bisinis yang diinginkan pada masa mendatang juga bermanfaat dan keuntungannya bagi masyarakat dengan produk dan pelayanan yang tersedia (Akdon, 2006:99).
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan misi sekolah antara lain:
1. Pernyataan misi sekolah harus menunjukkan secara jelas mengenai apa yang hendak dicapai oleh sekolah.
2. Rumusan misi sekolah selalu dalam bentuk kalimat yang menunjukkan “tindakan” dan bukan kalimat yang menunjukkan “keadaan” sebagaimana pada rumusan visi.
3. Satu indikator visi dapat dirumuskan lebih dari satu rumusan misi. Antara indikator visi dengan rumusan misi harus ada keterkaitan atau terdapat benang merahnya secara jelas.
4. Misi sekolah menggambarkan tentang produk atau pelayanan yang akan diberikan pada masyarakat (siswa)
5. Kualitas produk atau layanan yang ditawarkan harus memiliki daya saing yang tinggi, namun disesuaikan dengan kondisi sekolah.
e. Pengertian Tujuan Sekolah
Tujuan merupakan penjabaran dari pernyataan misi, tujuan adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Penetapan tujuan pada umumnya didasarkan pada faktor-faktor kunci keberhasilan yang dilakukan setelah penetapan visi dan misi. Tujuan tidak harus dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, akan tetapi harus dapat menunjukkan kondisi yang ingin dicapaidi masa mendatang (Akdon, 2006:143). Tujuan akan mengarahkan perumusan sasaran, kebijaksanaan, program dan kegiatan dalam rangka merealisasikan misi, oleh karena itu tujuan harus dapat menyediakan dasar yang kuat untuk menetapkan indikator.
Pencapaian tujuan dapat dijadikan indikator untuk menilai kinerja sebuah organisasi. Beberapa kriteria tujuan antara lain:
1. Tujuan harus serasi dan mengklarifikasikan misi, visi dan nilai-nilai organisasi.
2. Pencapaian tujuan akan dapat memenuhi atau berkontribusi memenuhi misi, program dan sub program organisasi.
3. Tujuan cenderung untuk esensial tidak berubah, kecuali terjadi pergeseran lingkungan, atau dalam hal isu strategik hasil yang diinginkan.
4. Tujuan biasanya secara re;atif berjangka panjang
5. Tujuan menggambarkan hasil program
6. Tujuan menggambarkan arahan yang jelas dari organisasi.
7. Tujuan harus menantang, namun realistik dan dapat dicapai.

f. Merumuskan Tujuan Sekolah
Tujuan menggambarkan arahan yang jelas bagi sekolah. Perumusan tujuan akan strategi/perlakuan, arah kebijakan dan program suatu sekolah. Oleh karena itu perumusan tujuan harus memberikan ukuran lebih spesifik dan akuntabel. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan sekolah, antara lain:
1) Tujuan sekolah harus memberikan ukuran yang spesifik dan akuntabel (dapat diukur)
2) Tujuan sekolah merupakan penjabaran dari misi, oleh karena itu tujuan harus selaras dengan visi dan misi.
3) Tujuan sekolah menyatakan kegiatan khusus apa yang akan diselesaikan dan kapan diselesaikannya?

Akdon (2006:302) menyatakan bahwa, lengkah langkah perencanaan strategis terdiri dari:
a. Perumusan visi, misi dan nilai-nilai
b. Telaah lingkungan strategik, yang terdiri dari analisis lingkungan internal, analisis lingkungan eksternal.
c. Analisis strategik dan kunci keberhasilan.
d. Rencana Strategis yang terdiri dari merumuskan tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program, kegiatan suatu organisasi
Langkah-langkah tersebut dapat dilihat dalam bagan berikut:


Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgaig-cWgxrXVe2toO3f1h5ufa5XS_IHl0cVfJK76ZZF6WMh81JaRAUwy_SuPllJZv950s5SFXC3Y-72-r6EukiV1SyjVsTU4mw3SVx1dREPwKF5U5R6t9g6ePlv9VwsPPUec031P0ACJo/s320/Graphic2.jpg
Gambar: Bagan Kerangka Perencanaan Strategis

Berdasarkan bagan diatas, dapat kita ketahui peran visi, misi, tujuan dan program dalam merumuskan perencanaan strategis, antara lain:
a. Visi dan misi merupakan landasan awal dalam merumuskan perencanaan strategis. Visi memberikan merupakan imajinasi/gambaran masa depan suatu organisasi, dia berperan sebagai pemberi arahan dan motivasi anggota organisasi. Misi adalah penjabaran dari visi yang memberikan produk/pelayanan kepada publik. Misi berperan untuk mengenalkan para anggota organisasi terhadap peran dan fungsi mereka.
b. Tujuan merupakan penjabaran dari pernyataan misi, tujuan adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Dalam perencanaan strategis, rumusan tujuan akan mengarahkan perumusan sasaran, strategi, program dan kegiatan dalam merealisasikan misi.
Program merupakan kumpulan kegiatan nyata, sistematis dan terpadu, dilaksanakan oleh satu instansi pemerintah atau lebih ataupun dalam rangka kerja sama dengan masyarakat atau yang merupakan partisipasi aktif masyarakat guna mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Dalam perencanaan strategis, program berfungsi untuk menjalankan kebijakan strategis yang akan dilakukan dalam bentuk kegiatan-kegiatan nyata.


2. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Di Amerika Serikat, pendekatan manajemen berbasis sekolah (school based management) sebenarnya telah berkembang cukup lama. Pada 1988 American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secondary School Principals, menerbitkan dokumen berjudul school based management, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini dipicu oleh ketidakpuasan para pengelola pendidikan pada level operasional terkait dengan keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri.

Di Indonesia, gagasan MBS muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam pengoperasian sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua kebijakan tentang penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah hanya menerima apa adanya.

Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke daerah menelusuri saluran birokrasi dengan begitu banyak simpul yang masing-masing menginginkan bagian. Tidak heran jika nilai akhir yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut lebih dari separuhnya.

Kita khawatir, jangan-jangan selama ini lebih dari separuh dana pendidikan sebenarnya dipakai untuk hal-hal yang sama sekali tidak atau kurang berurusan dengan proses pembelajaran di level yang paling operasional, sekolah.

Maka dalam implementasinya perlu adanya unsur – unsur dasar sebagai salah satu sumber untuk mencapai tujuan manajemen yang kuat. Hal ini pernah di kemukakan oleh seorang ahli yang berpendapat bahwa
unsur dasar (basic elements) yang merupakan sumber yang dapat digunakan (availabel resources) untuk mencapai tujuan dalam manajemen adalah :
a.    Men (manusia, orang-orang, tenaga kerja)
Tenaga kerja ini meliputi tenaga kerja eksekutif maupun operatif. Dalam kegiatan manajemen faktor manusia adalah yang paling menentukan. Titik pusat dari manajemen adalah manusia, sebab mnusia membuat tujuan dan diapulalah yang melakukan proses kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan itu. Tanpa tenaga kerja tidak akan ada proses kerja. Hanyasaja manajemen tidak akan timbul apabila setiap orang bekerja untuk dirinya sendiri tanpa mengadakan kerjasama dengan yang lain. Manajemen timbul karena adanya orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
b.    Money (uang yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan)
Uang merupakan unsur yang penting dalam mencapai tujuan disamping faktor manusia yang menjadi unsur paling penting dan faktor-faktor lainnya. Dalam dunia modern yang menjadi faktor penting sebagai alat tukar dan alat pengukur nilai suatu usaha. Uang digunakan pada setiap kegiatan manusia untuk mencapai tujuannya. Terlebih dalam pelaksanaan manajemen ilmiah, harus ada perhatian yang sungguh-sungguh terhadap faktor uang karena segala sesuatu diperhitungkan secara rasional yaitu memperhitungkan berapa jumlah tenaga yang harus dibayar, berapa alat-alat yang dibutuhkan yang harus dibeli dn berapa pula hasil yang dapat dicapai dari suatu intervestasi.
c.    Machines (mesin atau alat-alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan)
Dalam setiap organisasi, peranan mesin-mesin sebagai alat pembantu kerja sangat diperlukan . mesin dapat meringankan dan memudahkan dalam melaksanakan pekerjaan. Hanya yang perlu diingat bahwa penggunaan mesin sangat tergantung pada manusia, bukan manusia yang tergantung atau bahkan diperbudak oleh mesin. Mesin itu sendiri tidak akan ada kalau tidak ada yang menemukannya, sedangkan yang menemukan adalah manusia. Mesin dibuat adalah untuk mempermudah atau membantu tercapainya tujuan hidup manusia.
d.   Methods (metode atau cara yang digunakan dalam usaha mencapai tujuan).
Cara untuk melaksanakan pekerjaan dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditetpkan sebelumnya sangat menentukan hasil kerja seseorang . metode ini diperlukan dalam setiap kegiatan manajemen yaitu dalam kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan. Dengan cara kerja yang baik akan mempermudah dan memperlancar dan memudahkan pelaksanaan pekerjaan. Tetapi walaupun metode kerja yang telah dirumuskan atau ditetapkan itu baik, kalau orang yang diserahi tugas pelaksanaannya kurang mengerti atau tidak berpengalaman maka hasil kerjanyapun kurang baik, oleh karena itu hasil penggunaan atau penerapan suatu metode tergantung pula pada orangnya. 
e.    Materials (bahan atau perlengkapan yang diperlukan untuk mencapai tujuan )
Manusia tanpa material atau bahan-bahan tidak akan dapat mencapai tujuan yang dikehendakinya, sehingga unsur material dalam manajemen tidak dapat diabaikan.
f.     Market (pasar untuk menjual output/barang yang dihasilkan)
Pasar merupakan tempat kita memasarkan produk yang telah diproduksi.  Pasar sangat dibutuhkan dalam suatu perusahaan. Pasar itu berupa masyarakat (pelanggan) itu sendiri. Tanpa adanya pasar suatu perusahaan akan mengalami kebangkrutan. Jadi perusahaan seharusnyamemikirkan manajemen pasar(pemasaran)  dengan baik.  Dengan manajemen pasar (pemasaran) yang baik (juga didukung oleh pasar yang tepat) distribusi produk dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan apa yang diharakan.
g.    Informasi
Tentu saja informasi sangat dibutuhkan dalam suatu perusahaan. Informasi tentang apa yang sedang populer, apa yang sedang disukai, apa yang sedang terjadi di masyarakat, dsb. Manajemen informasi sangat penting juga dalam menganalis produk yang telah dan akan dipasarkan.
Ketujuh unsur manajemen tersebut lebih dikenal dengan sebutan 6 M + I , yaitu man, money, material, machine, method, market dan information. Setiap unsur tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Manajemen tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya ketujuh unsur tersebut.


3. Hambatan – hambatan dalam Implementasi MBS
Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi dalam implementasi MBS adalah sebagai berikut :
  1. Tidak Berminat Untuk Terlibat; ada sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.
  2. Tidak Efisien; pengambilan keputusan partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain.
  3. Pikiran Kelompok; setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi berdampak positif karena saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.
  4. Memerlukan Pelatihan; Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan lain-lain.
  5. Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru; Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.
  6. Kesulitan Koordinasi; setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri menjauh dari tujuan sekolah.









BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara sederhana disimpulkan bahwa manajemen berbasis sekolah bukannya satu-satunya solusi yang akan menghantar pada harapan reformasi sekolah. Bila diimplementasikan dengan kondisi yg benar, manajemen berbasis sekolah menjadi satu dari sekian strategi yang diterapkan dalam pembaharuan terus-menerus dengan strategi yang melibatkan pemerintah, penyelenggara, dewan manajemen sekolah dalam satu sistem sekolah.
B. Saran
Untuk mewujudkan sekolah yang berkualitas, harus diawali dengan perencanaan strategis yang berkualitas. Rumusan visi, misi, tujuan dan program yang merupakan bagian dari perencanaan strategis harus berkualitas. Oleh karena itu perumusan ini hendaknya diketahui dan dipahami oleh segenap stakeholder sekolah, agar mereka dapat mengetahui fungsi, peran dan tugas yang harus dilakukan.











DAFTAR PUSTAKA
Amrullah. 2010. Perencanaan strategis. Makalah disampaikan pada perkuliahan Teknologi Pendidikan UNSRI.

Akdon. 2006. Strategic Managemen for Educational Management. Bandung: Alfabeta.

Bryson, John M. 2001.Perencanaan Strategis bagi Organisasi sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Depdiknas, 2001. Konsep dan Pelaksanaan dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum.
Depdiknas, 2001. Panduan Monitoring dan Evaluasi dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum.
Hasibuan, Malayu. 2003. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara.
Mansoer, Hamdan. 1989. Pengantar Manajemen. Jakarta: P2LPTK.
Mulyasa, E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurkolis, 2003. Manajemen Berbasis sekolah Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo.
Suprihatin dkk, 2004. Manajemen Sekolah. Semarang: UPT UNNES Press.
Sonhadji, Ahmad. 2003. Modul Bahan-Bahan Kuliah Manajemen Strategik. Universitas Negeri Malang








DAFTAR ISI
Kata pengantar
……………………………………………………
i
Daftar isi
……………………………………………………
ii
BAB I  : PENDAHULUAN
……………………………………………………

A.
Pengertian MBS
……………………………………………………
1
B.
Landasan Hukum
……………………………………………………
1
C.
Tujuan MBS
……………………………………………………
2
D.
Prinsip – prinsip dalam MBS …………………………………………………..
4
E.
Komponen dalam MBS
……………………………………………………
6
F.
Karakteristik MBS ……………………………………………………………..
10
BAB II : PEMBAHASAN
……………………………………………………

1.
Merumuskan Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah                
13

a.
Pengertian Visi
…………………………………………….
13

b.
Merumuskan Visi Sekolah
…………………………………………….
13

c.
Pengertian misi
…………………………………………….
14

d.
Merumuskan misi sekolah
…………………………………………….
15

e.
Pengertian tujuan sekolah
…………………………………………….
15

f.
Merumuskan tujuan sekolah
…………………………………………….
16
2.
Implementasi MBS
…………………………………………….
18
3.
Hambatan – hambatan dalam implementasi MBS……………………………..
20
BAB III
: PENUTUP
………………………………………………………
22
A.
Kesimpulan
………………………………………………………
22
B.
Saran
………………………………………………………
22
Daftar Pustaka
………………………………………………………
23














KATA PENGANTAR

Dewasa ini upaya peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan oleh berbagai pihak dan pendekatan. Upaya-upaya tersebut dilandasi suatu kesadaran betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan watak bangsa (Nation Character Building) untuk kemajuan masyarakat dan bangsa.
Harkat dan martabat suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Dalam konteks bangsa Indonesia, peningkatan mutu pendidikan merupakan sasaran pembangunan di bidang pendidikan nasional dan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia secara menyeluruh (E. Mulyasa, 2005:31).
Seiring dengan era otonomi dan proses demokrasi serta asa desentralisasi, pengembangan kualitas menuntut partisipasi dan pemberdayaan seluruh komponen pendidikan dan penerapan konsep pendidikan sebagai suatu sistem. Peningkatan mutu pendidikan dalam kerangka otonomi daerah merubah arah dan paradigm penyelenggaraan yang dulunya dengan pola sentralisasi ke arah pendidikan yang desentralisasi (H.A.R. Tilaar, 2004:31).
Untuk itu dalam makalah ini kami mencoba menerapkan MBS di sekolah mulai pembentukan visi, Misi, dan Tujuan sekolah agar lebih terarah sesuai yang di amanatkan Undang-Undang yang berlaku.
                                                                                                Serang, November 2015
                                                                                                Penulis,





MAKALAH
IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS  SEKOLAH GUNA MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN




 



PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
PASCASARJANA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYSA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar