BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
kehidupan ini, dimana kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang majemuk dan
beragam yang berbeda Jenis kelamin, suku, budaya, agama, adat istiadat, tingkat
pendidikan maupun lingkungan dari masing-masing orang, yang hidup dalam
kelompok masyarakat atau organisasi
tentunya tidak terlepas dari munculnya Konflik karena setiap hari bernteraksi antara satu dengan
lainnya, tidak menutup kemungkinan timbulnya gesekan, kesalahpahaman yang ujung
nya memiliki kecenderungan menimbulnya terjadinya konflik.
Konflik dapat menjadi masalah yang serius
dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitasnya
jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian
untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer
organisasi.
Konflik dalam keseharian tak terhindarkan,
ditambah lagi pelaku konflik yang tidak hanya menyangkut orang per orangan
melainkan melibatkan kelompok per kelompok maupun negara ke negara lainnya.
Manajemen konflik menjadi sangat penting untuk dipahami, dikarenakan seorang penengah
atau mediator diperlukan dalam suatu konflik untuk membantu menyelesaikannya.
Makalah ini mencoba
menyajikan apa yang sebenarnya hakekat
konflik, menjelaskan tahapan terjadinya konflik, apa saja jenis konlik terbuka
dan bagaimana cara penyelesaiannya, bagaiman cara menyelesaikan konflik dengan
efektif tanpa menyakiti atau melukai, apa saja proses dan tahapan dalam
pengelolaan konflik serta apa saja aktifitas dalam penerapan konflik di
sekolah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Hakekat
Konflik?
2. Bagaimana
Tahapan Terjadinya Konflik?
3. Apa Saja Jenis
Konflik Terbuka dan Cara Penyelesaiannya?
4. Bagaimana Cara
Penyelesaian Konflik yang Efektif?
5. Bagaimana
Proses Dan Tahapan Pengolaan Konflik?
6. Apa aktivitas
Dalam Penerapan Konflik di Sekolah?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui Hakekat Konflik?
2.
Mengetahui Tahapan Terjadinya Konflik?
3.
Mengetahui Jenis Konflik Terbuka dan Cara Penyelesaiannya?
4.
Mengetahui Cara Penyelesaian Konflik yang Efektif?
5.
Mengetahui Proses Dan Tahapan Pengolaan Konflik?
6.
Mengetahui Aktivitas Dalam Penerapan Konflik di Sekolah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakekat Konflik
Konflik pada
hakekatnya mengandung arti perbedaannya pandangan atau pendapat yang muncul
diantara dua orang atau lebih. Konflik pasti pernah kita alami baik dalam
pergaulan, dalam organisasi atau perusahaan begitu juga dalam dunia pendidikan
selama masih berhubungan atau berinteraksi
dengan manusia. Masalah konflik merupakan fakta yang tidak bisa
dihindarkan tapi harus di kelola dan di selesaikan.
Konflik adalah Suatu proses yang mulai bilamana satu pihak merasakan bahwa pihak
lain telah mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang diperhatikan pihak pertama, segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua pihak atau
lebih. Konflik tidak dapat dihindari oleh organisasi. Organisasi tidak harus
menghilangkan semua konflik hanya konflik yang merugikan yang harus dihilangkan.
Sebenarnya
konflik itu sendiri pada hakekatnya merupakan proses dinamis, dapat dilihat,
dapat di uraikan dan dapat dianalisis. Konflik
mempunyai konotasi positif maupun negatif, memandang pada cara memilah
hakekat konflik dan pengaruhnya terhadap efektivitas pencapaian tujuan
organisasi.
Berikut ini
pendapat dari beberapa orang mengenai konflik antara lain:
Menurut Nardjana (1994) Konflik yaitu akibat
situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu
dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.
Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik
adalah kondisi terjadinya ketidakcocokan antar
nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu
maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan
tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang
mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono,1993, p.4)
Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn,
Hunt, dan Osborn
(1998:580) yang dimaksud dengan konflik (dalam
ruang lingkup organisasi) yaitu : Conflict is
a situation which two or more people disagree over issues of organisational
substance and/or experience some emotional antagonism with one another, yang
kurang lebih artinya konflik adalah suatu situasi dimana dua
atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang
menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan
satu dengan yang lainnya.
B.
Tahapan Terjadinya Konflik
Pada umumnya konflik berlangsung dalam lima tahap, yaitu tahap potensial,
konflik terasakan, pertentangan, konflik terbuka, dan akibat konflik.
1.
Tahap potensial, yaitu munculnya perbedaan di antara individu, organisasi,
dan lingkungan merupakan potensi terjadinya konflik;
2.
Konflik terasakan, yaitu kondisi ketika perbedaan yang muncul dirasakan
oleh individu, dan mereka mulai memikirkannya;
3.
Pertentangan, yaitu ketika konflik berkembang menjadi perbedaan pendapat di
antara individu atau kelompok yang saling bertentangan;
4.
Konflik terbuka, yaitu tahapan ketika pertentangan berkembang menjadi
permusuhan secara terbuka;
5.
Akibat konflik, yaitu tahapan ketika konflik menimbulkan dampak terhadap
kehidupan dan kinerja.
Louis R. Pondy (dalam George &
Jones, 1999:660) merumuskan lima episode konflik yang disebut "Pondys
Model of Organizational Conflict". Menurutnya, konflik berkembang melalui
lima fase secara beruntun, yaitu : latent conflict, perceived conflict, felt
conflict, manifest conflict and conflict aftermath.
1. Tahap I, Konflik terpendam. Konflik ini merupakan
bibit konflik yang bisa terjadi dalam interaksi individu ataupun kelompok dalam
organisasi, oleh karena set up organisasi dan perbedaan konsepsi, namun masih
dibawah permukaan. Konflik ini berpotensi untuk sewaktu-waktu muncul ke
permukaan.
2. Tahap II, Konflik yang terpersepsi. Fase ini
dimulai ketika para actor yg terlibat mulai mengkonsepsi situasi-situasi
konflik termasuk cara mereka memandang, menentukan pentingnya isu-isu, membuat
asumsi-asumsi terhadap motif-motif dan posisi kelompok lawan.
3. Tahap III, Konflik yang terasa. Fase ini
dimulai ketika para individu atau kelompok yang terlibat menyadari konflik dan
merasakan penglaman-pengalaman yang bersifat emosi, seperti kemarahan,
frustasi, ketakutan, dan kegelisahan yang melukai perasaan
4. Tahap IV, Konflik yang termanifestasi. Pada
fase ini salah satu pihak memutuskan bereaksi menghadapi kelompok dan sama-sama
mencoba saling menyakiti dan menggagalkan tujuan lawan. Misalnya agresi
terbuka, demonstrasi, sabotase, pemecatan, pemogokan dan sebagainya.
5. Tahap V, Konflik sesudah penyelesaian. Fase
ini adalah fase sesudah konflik diolah. Bila konflik dapat diselesaikan dengan
baik hasilnya berpengaruh baik pada organisasi (fungsional) atau sebaliknya
(disfungsional).
Pickering
(2006:22,23) membagi tahap-tahap perkembangan konflik, yaitu :
1. Tahap pertama, dimana terjadi
perselisihan-perselisihan kecil sehari-hari. Biasanya dalam kelompok terdapat
perbedaan nilai kehidupan, budaya, kebutuhan, dan tujuan hidup.
Perbedaan-perbedaan ini, mulai bersinggungan dan menimbulkan rasa jengkel, dan
sebagainya.
2. Tahap kedua, dimana tantangan menjadi lebih
besar. Unsur persaingan mulai menonjol. Bahkan sudah menyangkut urusan pribadi,
dan mulai mencari kesalahan orang lain.
3. Tahap ketiga, dimana terjadi pertarungan
terbuka, mengakibatkan tujuan bergeser dari ingin menang menjadi ingin
menyakiti.
C.
Jenis Konflik Terbuka Dan Cara Penyelesaiannya
Jenis Konflik berdasarkan Sifat Pelaku yang berkonflik terdiri dari
dua jenis yaitu Konflik terbuka dan konflik tertutup. Konflik terbuka merupakan konflik yang
diketahui semua pihak selain pihak yang bertikai
atau yang mempunyai konflik sedangkan Konflik tertutup merupakan konflik yang
hanya diketahui oleh orang-orang atau kelompok yang terlibat konflik.
Konflik
terbuka biasanya konflik yang melibatkan banyak orang, berdampak kepada orang
banyak dan mempengaruhi kehidupan banyak orang.
Contoh Konflik Terbuka seperti:
1. Konflik antara Indonesia dengan Malaysia karena memperebutkan hak
kepemilikan batik.
2.
Konflik Daerah Aceh yang ingin merdeka dan melepaskan diri dari Indonesia.
Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik
bukanlah suatu yang sederhana. Cepat-tidaknya suatu konflik dapat diatasi
tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk
menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut
serta kemampuan campur tangan (intervensi) pihak ketiga yang turut berusaha
mengatasi konflik yang muncul. Sulit dalam menyelesaikan konflik karena begitu
banyaknya orang-orang yang terkadang pro dan kontra, terlalu banyak pihak yang
dirugikan, pihak yang terlibat.
Cara penyelesaian Konflik yang sifatnya terbuka biasanya melibatkan banyak
orang dan biasanya ada orang yang bertindak sebagai mediator atau penegah yang
membantu proses penyelesaian konflik tersebut.
Metode yang sering
digunakan untuk menangani konflik adalah pertama dengan mengurangi konflik;
kedua dengan menyelesaikan konflik. Untuk
metode pengurangan konflik salah satu cara yang sering efektif adalah dengan
mendinginkan persoalan terlebih dahulu (cooling thing down). Cara lain adalah
dengan membuat “musuh bersama”, sehingga para anggota di dalam kelompok
tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini sebenarnya
juga hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami
konflik.
Cara kedua dengan metode penyelesaian
konflik. Cara yang ditempuh adalah dengan mendominasi atau menekan, berkompromi
dan penyelesaian masalah secara integratif.
1.
Dominasi (Penekanan)
Dominasi dan penekanan mempunyai persamaan
makna, yaitu keduanya menekan konflik, dan bukan memecahkannya, dengan
memaksanya “tenggelam” ke bawah permukaan dan mereka menciptakan situasi yang
menang dan yang kalah. Pihak yang kalah biasanya terpaksa memberikan jalan
kepada yang lebih tinggi kekuasaannya, menjadi kecewa dan dendam. Penekanan dan
dominasi bisa dinyatakan dalam bentuk pemaksaan sampai dengan pengambilan
keputusan dengan suara terbanyak (voting).
2.
Kompromi
Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di tengah dari dua pihak yang berkonflik ( win-win solution ). Cara ini lebih memperkecil kemungkinan untuk munculnya permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik, karena tidak ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang dari pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karena tidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau berkonflik
Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di tengah dari dua pihak yang berkonflik ( win-win solution ). Cara ini lebih memperkecil kemungkinan untuk munculnya permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik, karena tidak ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang dari pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karena tidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau berkonflik
3.
Penyelesaian secara integratif
Dengan menyelesaikan konflik secara
integratif, konflik antar kelompok diubah menjadi situasi pemecahan persoalan
bersama yang bisa dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik pemecahan masalah
(problem solving). Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama mencoba
memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba menekan konflik atau berkompromi.
Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi organisasi, dalam prakteknya
sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya kemauan yang
sunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang menimbulkan persoalan.
D.
Cara Penyelesaian Konflik Yang Efektif
Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu
yang sederhana. Cepat-tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada
kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan
konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut. Langkah langkah
yang harus dilakukan sebelum menyelesaikan konflik adalah sebagai berikut:
1. Usahakan memperoleh semua fakta mengenai
keluhan itu,
2. Usahakan memperoleh dari kedua belah pihak,
3. Selesaikan problema itu secepat mungkin.
Menurut Wahyudi
(2006: 15), untuk mengelola dan menyelesaikan konflik ada beberapa cara yang
harus dilakukan antara lain:
1.
Disiplin
Mempertahankan
disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Seseorang harus
mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika
belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.
2.
Pertimbangan pengalaman dalam tahapan
kehidupan
Konflik dapat
dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan
pengalaman dan tahapan hidupnya.
3.
Komunikasi
Suatu komunikasi
yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya
yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan
komunikasi yang efektif dalam kegiatan sehari-hari yang akhirnya dapat
dijadikan sebagai satu cara hidup.
4.
Mendengarkan secara aktif
Mendengarkan
secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan
bahwa penerimaan seseorang telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat
merumuskan kembali seseorang dengan tanda bahwa mereka telah mendengarkan.
Cara mengatasi konflik juga
dapat dilakukan melalui hal-hal berikut ini:
1.
Rujuk
Merupakan suatu usaha
pendekatan dan hasrat untuk kerja-sama dan menjalani hubungan yang lebih baik,
demi kepentingan bersama.
2.
Persuasi
Usaha mengubah posisi pihak
lain, dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti faktual
serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan
norma dan standar keadilan yang berlaku.
3.
Tawar-menawar
Suatu penyelesaian yang dapat
diterima kedua pihak, dengan saling mempertukarkan konsesi yang dapat diterima.
Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa mengemukakan
janji secara eksplisit
4.
Pemecahan masalah terpadu
Usaha menyelesaikan masalah
dengan memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran informasi, fakta,
perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa
saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara bersama dengan
keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
5.
Penarikan diri
Suatu penyelesaian masalah,
yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri dari hubungan. Cara ini efektif
apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak efektif
apabila tugas saling bergantung satu sama lain.
6.
Pemaksaan dan penekanan
Cara ini memaksa dan menekan
pihak lain agar menyerah; akan lebih efektif bila salah satu pihak mempunyai
wewenang formal atas pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan wewenang,
dapat dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Namun, cara
ini sering kali kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah dan
menyerah secara terpaksa.
Apabila pihak yang bersengketa
tidak bersedia berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak
ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik.
1.
Arbitrase (arbitration)
Pihak ketiga mendengarkan
keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan
mengikat. Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi
dianggap lebih baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau
tindakan destruktif.
2.
Penengahan (mediation)
Menggunakan mediator yang
diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta,
menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta
mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu. Efektivitas
penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku mediator.
3.
Konsultasi
Tujuannya untuk memperbaiki
hubungan antar kedua pihak serta mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk
menyelesaikan konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan
tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk
meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak terganggu
dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian masalah yang
menjadi pokok sengketa.
E.
Proses Dan Tahapan Pengolaan Konflik
Manajemen
harus mampu meredam persaingan yang sifatnya berlebihan (yang melahirkan
konflik yang bersifat disfungsional yang
justru merusak spirit sinergisme organisasi tanpa melupakan continous
re-empowerment. Ada 6 tipe pengelolaan konflik yang dapat dipilih dalam
menangani konflik yang muncul (Dawn M. Baskerville, 1993:65) yaitu:
1. Avoiding; gaya seseorang atau organisasi
yang cenderung untuk menghindari terjadinya konflik. Hal-hal yang sensitif dan
potensial menimbulkan konflik sedapat mungkin dihindari sehingga tidak
menimbulkan konflik terbuka.
2. Accomodating; gaya ini mengumpulkan dan
mengakomodasikan pendapat-pendapat dan kepentingan pihak-pihak yang terlibat
konflik, selanjutnya dicari jalan keluarnya dengan tetap mengutamakan
kepentingan pihak lain atas dasar masukan-masukan yang diperoleh.
3. Compromising; merupakan gaya menyelesaikan
konflik dengan cara melakukan negosiasi terhadap pihak-pihak yang berkonflik,
sehingga kemudian menghasilkan solusi (jalan tengah) atas konflik yang
sama-sama memuaskan (lose-lose solution).
4. Competing; artinya pihak-pihak yang
berkonflik saling bersaing untuk memenangkan konflik, dan pada akhirnya harus
ada pihak yang dikorbankan (dikalahkan) kepentingannya demi tercapainya
kepentingan pihak lain yang lebih kuat atau yang lebih berkuasa (win-lose
solution).
5. Collaborating; dengan
cara ini pihak-pihak yang saling bertentangan akan sama-sama memperoleh hasil
yang memuaskan, karena mereka justru bekerja sama secara sinergis dalam
menyelesaikan persoalan, dengan tetap menghargai kepentingan pihak lain.
Singkatnya, kepentingan kedua pihak tercapai (menghasilkan win-win solution).
6.
Conglomeration
(mixtured type); cara ini menggunakan kelima style bersama-sama dalam
penyelesaian konflik
Untuk
mengelola konflik, strategi manajemen konflik di tempuh dengan tujuan untuk
menjembatani dan menekan masalah agar tidak terjadi konflik yang berakibat fatal.
Istilah manajemen konflik sendiri adalah serangkaian aksi dan reaksi antara
pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada
suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk
komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana
mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak
luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah
informasi yang akurat tentang situasi konflik.
Menurut
Ross (1993: 7) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil
para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah
hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa
penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan,
hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat
melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan
atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga.
Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada
pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka
mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
Sementara
Minnery (1980: 220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama
halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery juga berpendapat bahwa
proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat
iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota
secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang
representatif dan ideal. Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang telah
dijelaskan diatas, bahwa manajemen konflik perencanaan kota meliputi beberapa
langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari atau
ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi
konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya),
menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta menentukan
peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik.
Keseluruhan proses tersebut berlangsung dalam konteks perencanaan kota dan melibatkan
perencana sebagai aktor yang mengelola konflik baik sebagai partisipan atau
pihak ketiga.
F.
Aktivitas Dalam
Penerapan Konflik Di Sekolah
Jennifer Batton, menyebutkan beberapa prinsip dasar implimentasi dalam
manajemen konflik pendidikan, yaitu :
1. Needs
Assessment (perkiraan kebutuhan)
2. Secure
Administrative Support (Administrasi yang terjamin)
3. Select
Site Leadership Team (Menyeleksi orang-orang yang terlibat dalam kepemimpinan)
4. Orient
Students (Orientasi siswa)
5. Select
Students and/or Staff to be Involved (menyeleksi para peserta didik dan staff
untuk lebih terlibat dalam pendidikan)
6. Provide
Training (Mengadakan training)
7. Publicize
Programming (melakukan publikasi program)
8. Utilize
the Program
9. Evaluate
the Program (dan evaluasi program), (Jennifer Batton, 2007).
Implementasi manajemen konflik dalam
pendidikan dilakukan dengan beberapa pendekatan. Menurut Donna Crawford dan
Richard dalam laporannya menyebutkan bahwa memiliki empat pendekatan dalam
melakukan implimentasi manajemen Konflik dalam bidang pendidikan yaitu :
1.
Process Curriculum: yaitu dalam penyusun kurikulum selalu melibat seluruh
elemen yang berkepentingan. Disamping terus melakukan pelatihan-pelatihan untuk
guru dan kalau memungkinkan selalu melibatkan masyarakat dalam proses
penyusunan kurikulum, proses pengembangan dan selalu melakukan follow up
terhadap gejala-gejala konflik dalam pendidikan.
2. Mediation Program: menyiapkan
training/pelatihan untuk guru supaya mampu memediasi persoalan-persoalan di sekolah. Disamping menyiapkan module
untuk para guru.
3. Peaceable Classroom: yaitu semua
guru yang mengajar di sekolah mampu melakukan kerjasama dengan sesama guru dan
pihak manajemen sekolah. Disamping memberi pemahaman kepada siswa sebagai peace
maker.
4. Peaceable School : Menerapkan
manajemen konflik di sekolah secara konperehensif dalam sistem pendidikan.
Dengan terus mengembangkan proses pembelajara untuk siswa, guru dan masyarakan.
Guru terus dikembangkan menjadi profesional, murid diharapkan punya informasi
tentang konflik dan masyarakat harus punya inistive untuk pemahaman (Donna
Crawford dan Richard Bodine, 1996).
Dampak
Konflik yang Positif dan Negatif
a. Dampak Positif dari
Konflik
1) Memungkinkan ketidakpuasan yang tersembunyi muncul
ke permukaan, sehingga sekolah sebagai suatu organisasi dapat melakukan
penyesuaian.
2) Mendinamiskan
suatu organisasi sekolah, sehingga tidak berjalan rutin dan statis.
b. Dampak Negatif dari
konflik
1) Menimbulkan perasaan
“tidak enak” sehingga menghambat komunikasi dan bahkan menimbulkan ketegangan.
2) Menimbulkan perpecahan
dalam sekolah yang dapat mengganggu perhatian guru dan staf dari program
sekolah.
Jadi, yang terpenting bagi kepala sekolah bukan
mengelak terhadap adanya konflik, tetapi mengelolanya agar dapat mendorong
sekolah menjadi dinamis dan konflik tidak melampaui titik patah yang
mengakibatkan terhambatnya program sekolah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Konflik pada hakekatnya merupakan proses dinamis, dapat dilihat, dapat di
uraikan dan dapat dianalisis.
Pada umumnya konflik berlangsung dalam lima tahap, yaitu tahap potensial,
konflik terasakan, pertentangan, konflik terbuka, dan akibat konflik.
Louis
R. Pondy (dalam George & Jones, 1999:660) merumuskan lima episode konflik
yang disebut "Pondys Model of Organizational Conflict". Menurutnya,
konflik berkembang melalui lima fase secara beruntun, yaitu : latent conflict,
perceived conflict, felt conflict, manifest conflict and conflict aftermath.
Pickering
(2006:22,23) membagi tahap-tahap perkembangan konflik, yaitu :
1. Tahap pertama, dimana terjadi
perselisihan-perselisihan kecil sehari-hari. Biasanya dalam kelompok terdapat
perbedaan nilai kehidupan, budaya, kebutuhan, dan tujuan hidup.
Perbedaan-perbedaan ini, mulai bersinggungan dan menimbulkan rasa jengkel, dan
sebagainya.
2. Tahap kedua, dimana tantangan menjadi lebih
besar. Unsur persaingan mulai menonjol. Bahkan sudah menyangkut urusan pribadi,
dan mulai mencari kesalahan orang lain.
3. Tahap ketiga, dimana terjadi pertarungan
terbuka, mengakibatkan tujuan bergeser dari ingin menang menjadi ingin
menyakiti.
4.
Cara penyelesaian Konflik yang sifatnya terbuka biasanya melibatkan banyak
orang dan biasanya ada orang yang bertindak sebagai mediator atau penegah yang
membantu proses penyelesaian konflik tersebut.
Metode digunakan untuk menangani konflik adalah pertama
dengan mengurangi konflik; kedua dengan menyelesaikan konflik. Untuk metode pengurangan konflik salah satu
cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan terlebih dahulu
(cooling thing down). Cara lain adalah dengan membuat “musuh bersama”, sehingga
para anggota di dalam kelompok tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh”
tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga hanya mengalihkan perhatian para
anggota kelompok yang sedang mengalami konflik. Cara kedua dengan metode
penyelesaian konflik. Cara yang ditempuh adalah dengan mendominasi atau
menekan, berkompromi dan penyelesaian masalah secara integratif.
Menurut
Wahyudi (2006: 15), untuk mengelola dan menyelesaikan konflik ada beberapa cara
yang harus dilakukan antara lain: displin, Pertimbangan
pengalaman dalam tahapan kehidupan, komunikasi, dan mendengarkan secara aktif.
Ada 6 tipe
pengelolaan konflik yang dapat dipilih dalam menangani konflik yang muncul
(Dawn M. Baskerville, 1993:65) yaitu: Avoiding, Accomodating,
Compromising, Competing, Collaborating, dan Conglomeration.
Menurut Donna Crawford dan Richard dalam laporannya menyebutkan bahwa
memiliki empat pendekatan dalam melakukan implimentasi manajemen Konflik dalam
bidang pendidikan yaitu : Process Curriculum, Mediation Program, Peaceable
Classroom, dan Peaceable School.
Dampak
Konflik yang Positif dan Negatif
a. Dampak Positif dari
Konflik
1) Memungkinkan ketidakpuasan yang tersembunyi muncul
ke permukaan, sehingga sekolah sebagai suatu organisasi dapat melakukan
penyesuaian.
2) Mendinamiskan
suatu organisasi sekolah, sehingga tidak berjalan rutin dan statis.
b. Dampak Negatif dari
Sekolah
3) Menimbulkan perasaan
“tidak enak” sehingga menghambat komunikasi dan bahkan menimbulkan ketegangan.
4) Menimbulkan perpecahan
dalam sekolah yang dapat mengganggu perhatian guru dan staf dari program
sekolah.
B. Saran – Saran
Penyusun menyadari bahwasannya penyusun dari
makalah ilmiah ini hanyalah manusia yang tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah Swt, sehingga dalam
penyusunannya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang konstruktif akan senantiasa kami harapkan dalam upaya evaluasi diri.
DAFTAR PUSTAKA
George dan Jones.
1999. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
http://sugengrusmiwari.blogspot.co.id/2014/10/hakekat-konflik.html, diakses
Tanggal10 November 2015
http://pengertianmanagement.blogspot.com/2013/03/manajemen-konflik-definis, diakses Tanggal 6 November 2015
http://trianiajeng.blogspot.co.id/2010/12/tahap-tahap-terjadinya-konflik.html, diakses Tanggal 10 November 2015
diakses Tanggal 10 November 2015
Tanggal 10 November 2015
https://mukhlisuddin.wordpress.com/2008/07/29/kebijakan-implimentasi-manajemen-konflik-di-sekolah/, di akses
Tanggal 10 November 2015
Minnery, John
R. 1985. Conflict management in urban planning. England: Gower
Publishing Company Limited.
Pickering. 2006.
How To Manage Conflict. USA: National Press Publication
Ross, Marc
Howard Ross. 1993. The management of conflict: interpretations and
interests in comparative perspective. Yale University Press
Wahyudi.2006. Manajemen
Konflik dalam organisasi: Pedoman Praktis bagi Pemimpin Visioner. Bandung:
Alfabeta.
Artikel yang bagus dan menarik. sekolah tinggi manajemen
BalasHapusYa Makasih
BalasHapus