Selasa, 24 November 2015

makalah : Hakekat Konflik



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang

Dalam kehidupan ini, dimana kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang majemuk dan beragam yang berbeda Jenis kelamin, suku, budaya, agama, adat istiadat, tingkat pendidikan maupun lingkungan dari masing-masing orang, yang hidup dalam kelompok masyarakat atau organisasi  tentunya tidak terlepas dari munculnya Konflik karena setiap hari bernteraksi antara  satu dengan  lainnya, tidak menutup kemungkinan timbulnya gesekan, kesalahpahaman yang ujung nya memiliki kecenderungan  menimbulnya terjadinya konflik.
Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitasnya jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi.
Konflik dalam keseharian tak terhindarkan, ditambah lagi pelaku konflik yang tidak hanya menyangkut orang per orangan melainkan melibatkan kelompok per kelompok maupun negara ke negara lainnya. Manajemen konflik menjadi sangat penting untuk dipahami, dikarenakan seorang penengah atau mediator diperlukan dalam suatu konflik untuk membantu menyelesaikannya.
Makalah ini mencoba menyajikan apa yang sebenarnya hakekat konflik, menjelaskan tahapan terjadinya konflik, apa saja jenis konlik terbuka dan bagaimana cara penyelesaiannya, bagaiman cara menyelesaikan konflik dengan efektif tanpa menyakiti atau melukai, apa saja proses dan tahapan dalam pengelolaan konflik serta apa saja aktifitas dalam penerapan konflik di sekolah.



B.   Rumusan Masalah
1.  Apa Hakekat Konflik?
2.  Bagaimana Tahapan Terjadinya Konflik?
3.  Apa Saja Jenis Konflik Terbuka dan Cara Penyelesaiannya?
4.  Bagaimana Cara Penyelesaian Konflik yang Efektif?
5.  Bagaimana Proses Dan Tahapan Pengolaan Konflik?
6.  Apa aktivitas Dalam Penerapan Konflik di Sekolah?

C.   Tujuan
1.    Mengetahui Hakekat Konflik?
2.    Mengetahui Tahapan Terjadinya Konflik?
3.    Mengetahui Jenis Konflik Terbuka dan Cara Penyelesaiannya?
4.    Mengetahui Cara Penyelesaian Konflik yang Efektif?
5.    Mengetahui Proses Dan Tahapan Pengolaan Konflik?
6.    Mengetahui Aktivitas Dalam Penerapan Konflik di Sekolah?














BAB II
PEMBAHASAN
A.   Hakekat Konflik
Konflik pada hakekatnya mengandung arti perbedaannya pandangan atau pendapat yang muncul diantara dua orang atau lebih. Konflik pasti pernah kita alami baik dalam pergaulan, dalam organisasi atau perusahaan begitu juga dalam dunia pendidikan selama masih berhubungan atau berinteraksi  dengan manusia. Masalah konflik merupakan fakta yang tidak bisa dihindarkan tapi harus di kelola dan di selesaikan.
Konflik adalah Suatu proses yang mulai bilamana satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang diperhatikan pihak pertama, segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua pihak atau lebih. Konflik tidak dapat dihindari oleh organisasi. Organisasi tidak harus menghilangkan semua konflik hanya konflik yang merugikan yang harus dihilangkan.
Sebenarnya konflik itu sendiri pada hakekatnya merupakan proses dinamis, dapat dilihat, dapat di uraikan dan dapat dianalisis. Konflik  mempunyai konotasi positif maupun negatif, memandang pada cara memilah hakekat konflik dan pengaruhnya terhadap efektivitas pencapaian tujuan organisasi.
Berikut ini pendapat dari beberapa orang mengenai konflik antara lain:
Menurut Nardjana (1994) Konflik yaitu akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.

Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik adalah kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono,1993, p.4)

Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn
 (1998:580) yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) yaitu Conflict is a situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or experience some emotional antagonism with one another, yang kurang lebih artinya konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.

B.   Tahapan Terjadinya Konflik
Pada umumnya konflik berlangsung dalam lima tahap, yaitu tahap potensial, konflik terasakan, pertentangan, konflik terbuka, dan akibat konflik.
1.    Tahap potensial, yaitu munculnya perbedaan di antara individu, organisasi, dan lingkungan merupakan potensi terjadinya konflik;
2.    Konflik terasakan, yaitu kondisi ketika perbedaan yang muncul dirasakan oleh individu, dan mereka mulai memikirkannya;
3.    Pertentangan, yaitu ketika konflik berkembang menjadi perbedaan pendapat di antara individu atau kelompok yang saling bertentangan;
4.    Konflik terbuka, yaitu tahapan ketika pertentangan berkembang menjadi permusuhan secara terbuka;
5.    Akibat konflik, yaitu tahapan ketika konflik menimbulkan dampak terhadap kehidupan dan kinerja.

            Louis R. Pondy (dalam George & Jones, 1999:660) merumuskan lima episode konflik yang disebut "Pondys Model of Organizational Conflict". Menurutnya, konflik berkembang melalui lima fase secara beruntun, yaitu : latent conflict, perceived conflict, felt conflict, manifest conflict and conflict aftermath.
1.    Tahap I, Konflik terpendam. Konflik ini merupakan bibit konflik yang bisa terjadi dalam interaksi individu ataupun kelompok dalam organisasi, oleh karena set up organisasi dan perbedaan konsepsi, namun masih dibawah permukaan. Konflik ini berpotensi untuk sewaktu-waktu muncul ke permukaan.
2.    Tahap II, Konflik yang terpersepsi. Fase ini dimulai ketika para actor yg terlibat mulai mengkonsepsi situasi-situasi konflik termasuk cara mereka memandang, menentukan pentingnya isu-isu, membuat asumsi-asumsi terhadap motif-motif dan posisi kelompok lawan.
3.    Tahap III, Konflik yang terasa. Fase ini dimulai ketika para individu atau kelompok yang terlibat menyadari konflik dan merasakan penglaman-pengalaman yang bersifat emosi, seperti kemarahan, frustasi, ketakutan, dan kegelisahan yang melukai perasaan
4.    Tahap IV, Konflik yang termanifestasi. Pada fase ini salah satu pihak memutuskan bereaksi menghadapi kelompok dan sama-sama mencoba saling menyakiti dan menggagalkan tujuan lawan. Misalnya agresi terbuka, demonstrasi, sabotase, pemecatan, pemogokan dan sebagainya.
5.    Tahap V, Konflik sesudah penyelesaian. Fase ini adalah fase sesudah konflik diolah. Bila konflik dapat diselesaikan dengan baik hasilnya berpengaruh baik pada organisasi (fungsional) atau sebaliknya (disfungsional).
Pickering (2006:22,23) membagi tahap-tahap perkembangan konflik, yaitu :
1.    Tahap pertama, dimana terjadi perselisihan-perselisihan kecil sehari-hari. Biasanya dalam kelompok terdapat perbedaan nilai kehidupan, budaya, kebutuhan, dan tujuan hidup. Perbedaan-perbedaan ini, mulai bersinggungan dan menimbulkan rasa jengkel, dan sebagainya.
2.    Tahap kedua, dimana tantangan menjadi lebih besar. Unsur persaingan mulai menonjol. Bahkan sudah menyangkut urusan pribadi, dan mulai mencari kesalahan orang lain.
3.    Tahap ketiga, dimana terjadi pertarungan terbuka, mengakibatkan tujuan bergeser dari ingin menang menjadi ingin menyakiti.

C.   Jenis Konflik Terbuka Dan Cara Penyelesaiannya 
Jenis Konflik berdasarkan Sifat Pelaku yang berkonflik terdiri dari dua jenis yaitu Konflik terbuka dan konflik tertutup. Konflik terbuka merupakan konflik yang diketahui semua pihak selain pihak yang bertikai atau yang mempunyai konflik sedangkan Konflik tertutup merupakan konflik yang hanya diketahui oleh orang-orang atau kelompok yang terlibat konflik.
Konflik terbuka biasanya konflik yang melibatkan banyak orang, berdampak kepada orang banyak dan mempengaruhi kehidupan banyak orang.

Contoh Konflik Terbuka seperti:
1.      Konflik antara Indonesia dengan Malaysia karena memperebutkan hak kepemilikan batik.
2.      Konflik Daerah Aceh yang ingin merdeka dan melepaskan diri dari Indonesia.

Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepat-tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut serta kemampuan campur tangan (intervensi) pihak ketiga yang turut berusaha mengatasi konflik yang muncul. Sulit dalam menyelesaikan konflik karena begitu banyaknya orang-orang yang terkadang pro dan kontra, terlalu banyak pihak yang dirugikan, pihak yang terlibat.
Cara penyelesaian Konflik yang sifatnya terbuka biasanya melibatkan banyak orang dan biasanya ada orang yang bertindak sebagai mediator atau penegah yang membantu proses penyelesaian konflik tersebut.
Metode yang sering digunakan untuk menangani konflik adalah pertama dengan mengurangi konflik; kedua dengan menyelesaikan konflik. Untuk metode pengurangan konflik salah satu cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan terlebih dahulu (cooling thing down). Cara lain adalah dengan membuat “musuh bersama”, sehingga para anggota di dalam kelompok tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami konflik. 
Cara kedua dengan metode penyelesaian konflik. Cara yang ditempuh adalah dengan mendominasi atau menekan, berkompromi dan penyelesaian masalah secara integratif.
1.    Dominasi (Penekanan)
Dominasi dan penekanan mempunyai persamaan makna, yaitu keduanya menekan konflik, dan bukan memecahkannya, dengan memaksanya “tenggelam” ke bawah permukaan dan mereka menciptakan situasi yang menang dan yang kalah. Pihak yang kalah biasanya terpaksa memberikan jalan kepada yang lebih tinggi kekuasaannya, menjadi kecewa dan dendam. Penekanan dan dominasi bisa dinyatakan dalam bentuk pemaksaan sampai dengan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak (voting).
2.    Kompromi
Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di tengah dari dua pihak yang berkonflik ( win-win solution ). Cara ini lebih memperkecil kemungkinan untuk munculnya permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik, karena tidak ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang dari pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karena tidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau berkonflik
3.    Penyelesaian secara integratif
Dengan menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok diubah menjadi situasi pemecahan persoalan bersama yang bisa dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem solving). Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba menekan konflik atau berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi organisasi, dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya kemauan yang sunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang menimbulkan persoalan.

D.   Cara Penyelesaian Konflik Yang Efektif
Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepat-tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut. Langkah langkah yang harus dilakukan sebelum menyelesaikan konflik adalah sebagai berikut:
1.    Usahakan memperoleh semua fakta mengenai keluhan itu,
2.    Usahakan memperoleh dari kedua belah pihak,
3.    Selesaikan problema itu secepat mungkin.

Menurut Wahyudi (2006: 15), untuk mengelola dan menyelesaikan konflik ada beberapa cara yang harus dilakukan antara lain:
1.    Disiplin
Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Seseorang harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.
2.    Pertimbangan pengalaman dalam tahapan kehidupan
Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya.
3.    Komunikasi
Suatu komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegiatan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
4.    Mendengarkan secara aktif
Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan seseorang telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali seseorang dengan tanda bahwa mereka telah mendengarkan.

Cara mengatasi konflik juga dapat dilakukan melalui hal-hal berikut ini:
1.    Rujuk
Merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerja-sama dan menjalani hubungan yang lebih baik, demi kepentingan bersama.
2.    Persuasi
Usaha mengubah posisi pihak lain, dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti faktual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar keadilan yang berlaku.
3.    Tawar-menawar
Suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak, dengan saling mempertukarkan konsesi yang dapat diterima. Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa mengemukakan janji secara eksplisit
4.    Pemecahan masalah terpadu
Usaha menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara bersama dengan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
5.    Penarikan diri
Suatu penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri dari hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak efektif apabila tugas saling bergantung satu sama lain.
6.    Pemaksaan dan penekanan
Cara ini memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah; akan lebih efektif bila salah satu pihak mempunyai wewenang formal atas pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan wewenang, dapat dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Namun, cara ini sering kali kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah dan menyerah secara terpaksa.

Apabila pihak yang bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik.
1.    Arbitrase (arbitration)
Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan destruktif.
2.    Penengahan (mediation)
Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku mediator.
3.    Konsultasi
Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa.

E.   Proses Dan Tahapan Pengolaan Konflik
Manajemen harus mampu meredam persaingan yang sifatnya berlebihan (yang melahirkan konflik yang bersifat disfungsional  yang justru merusak  spirit sinergisme organisasi tanpa melupakan continous re-empowerment. Ada 6 tipe pengelolaan konflik yang dapat dipilih dalam menangani konflik yang muncul (Dawn M. Baskerville, 1993:65) yaitu:
1.    Avoiding; gaya seseorang atau organisasi yang cenderung untuk menghindari terjadinya konflik. Hal-hal yang sensitif dan potensial menimbulkan konflik sedapat mungkin dihindari sehingga tidak menimbulkan konflik terbuka.
2.    Accomodating; gaya ini mengumpulkan dan mengakomodasikan pendapat-pendapat dan kepentingan pihak-pihak yang terlibat konflik, selanjutnya dicari jalan keluarnya dengan tetap mengutamakan kepentingan pihak lain atas dasar masukan-masukan yang diperoleh.
3.    Compromising; merupakan gaya menyelesaikan konflik dengan cara melakukan negosiasi terhadap pihak-pihak yang berkonflik, sehingga kemudian menghasilkan solusi (jalan tengah) atas konflik yang sama-sama memuaskan (lose-lose solution).
4.    Competing; artinya pihak-pihak yang berkonflik saling bersaing untuk memenangkan konflik, dan pada akhirnya harus ada pihak yang dikorbankan (dikalahkan) kepentingannya demi tercapainya kepentingan pihak lain yang lebih kuat atau yang lebih berkuasa (win-lose solution).
5.    Collaborating; dengan cara ini pihak-pihak yang saling bertentangan akan sama-sama memperoleh hasil yang memuaskan, karena mereka justru bekerja sama secara sinergis dalam menyelesaikan persoalan, dengan tetap menghargai kepentingan pihak lain. Singkatnya, kepentingan kedua pihak tercapai (menghasilkan win-win solution).
6.       Conglomeration (mixtured type); cara ini menggunakan kelima style bersama-sama dalam penyelesaian konflik

Untuk mengelola konflik, strategi manajemen konflik di tempuh dengan tujuan untuk menjembatani dan menekan masalah agar tidak terjadi konflik yang berakibat fatal. Istilah manajemen konflik sendiri adalah serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik.

Menurut Ross (1993: 7) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.

Sementara Minnery (1980: 220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal. Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen konflik perencanaan kota meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari atau ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta menentukan peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik. Keseluruhan proses tersebut berlangsung dalam konteks perencanaan kota dan melibatkan perencana sebagai aktor yang mengelola konflik baik sebagai partisipan atau pihak ketiga.

F.    Aktivitas Dalam Penerapan Konflik Di Sekolah
Jennifer Batton, menyebutkan beberapa prinsip dasar implimentasi dalam manajemen konflik pendidikan, yaitu :
1. Needs Assessment (perkiraan kebutuhan)
2. Secure Administrative Support (Administrasi yang terjamin)
3. Select Site Leadership Team (Menyeleksi orang-orang yang terlibat dalam kepemimpinan)
4. Orient Students (Orientasi siswa)
5. Select Students and/or Staff to be Involved (menyeleksi para peserta didik dan staff untuk lebih terlibat dalam pendidikan)
6. Provide Training (Mengadakan training)
7. Publicize Programming (melakukan publikasi program)
8. Utilize the Program
9. Evaluate the Program (dan evaluasi program), (Jennifer Batton, 2007).

Implementasi manajemen konflik dalam pendidikan dilakukan dengan beberapa pendekatan. Menurut Donna Crawford dan Richard dalam laporannya menyebutkan bahwa memiliki empat pendekatan dalam melakukan implimentasi manajemen Konflik dalam bidang pendidikan yaitu :
1.     Process Curriculum: yaitu dalam penyusun kurikulum selalu melibat seluruh elemen yang berkepentingan. Disamping terus melakukan pelatihan-pelatihan untuk guru dan kalau memungkinkan selalu melibatkan masyarakat dalam proses penyusunan kurikulum, proses pengembangan dan selalu melakukan follow up terhadap gejala-gejala konflik dalam pendidikan.
2.     Mediation Program: menyiapkan training/pelatihan untuk guru supaya mampu memediasi persoalan-persoalan di sekolah. Disamping menyiapkan module untuk para guru.
3.     Peaceable Classroom: yaitu semua guru yang mengajar di sekolah mampu melakukan kerjasama dengan sesama guru dan pihak manajemen sekolah. Disamping memberi pemahaman kepada siswa sebagai peace maker.
4.     Peaceable School : Menerapkan manajemen konflik di sekolah secara konperehensif dalam sistem pendidikan. Dengan terus mengembangkan proses pembelajara untuk siswa, guru dan masyarakan. Guru terus dikembangkan menjadi profesional, murid diharapkan punya informasi tentang konflik dan masyarakat harus punya inistive untuk pemahaman (Donna Crawford dan Richard Bodine, 1996).
Dampak Konflik yang Positif dan Negatif
a.    Dampak Positif dari Konflik
1) Memungkinkan ketidakpuasan yang tersembunyi muncul ke permukaan, sehingga sekolah sebagai suatu organisasi dapat melakukan penyesuaian.
2)  Mendinamiskan suatu organisasi sekolah, sehingga tidak berjalan rutin dan statis.

b.    Dampak Negatif dari konflik
1)    Menimbulkan perasaan “tidak enak” sehingga menghambat komunikasi dan bahkan menimbulkan ketegangan.
2)    Menimbulkan perpecahan dalam sekolah yang dapat mengganggu perhatian guru dan staf dari program sekolah.

Jadi, yang terpenting bagi kepala sekolah bukan mengelak terhadap adanya konflik, tetapi mengelolanya agar dapat mendorong sekolah menjadi dinamis dan konflik tidak melampaui titik patah yang mengakibatkan terhambatnya program sekolah.
















BAB III
PENUTUP


A.     Kesimpulan
Konflik pada hakekatnya merupakan proses dinamis, dapat dilihat, dapat di uraikan dan dapat dianalisis.
Pada umumnya konflik berlangsung dalam lima tahap, yaitu tahap potensial, konflik terasakan, pertentangan, konflik terbuka, dan akibat konflik.
Louis R. Pondy (dalam George & Jones, 1999:660) merumuskan lima episode konflik yang disebut "Pondys Model of Organizational Conflict". Menurutnya, konflik berkembang melalui lima fase secara beruntun, yaitu : latent conflict, perceived conflict, felt conflict, manifest conflict and conflict aftermath.
Pickering (2006:22,23) membagi tahap-tahap perkembangan konflik, yaitu :
1.    Tahap pertama, dimana terjadi perselisihan-perselisihan kecil sehari-hari. Biasanya dalam kelompok terdapat perbedaan nilai kehidupan, budaya, kebutuhan, dan tujuan hidup. Perbedaan-perbedaan ini, mulai bersinggungan dan menimbulkan rasa jengkel, dan sebagainya.
2.    Tahap kedua, dimana tantangan menjadi lebih besar. Unsur persaingan mulai menonjol. Bahkan sudah menyangkut urusan pribadi, dan mulai mencari kesalahan orang lain.
3.    Tahap ketiga, dimana terjadi pertarungan terbuka, mengakibatkan tujuan bergeser dari ingin menang menjadi ingin menyakiti.
4.    Cara penyelesaian Konflik yang sifatnya terbuka biasanya melibatkan banyak orang dan biasanya ada orang yang bertindak sebagai mediator atau penegah yang membantu proses penyelesaian konflik tersebut.
Metode digunakan untuk menangani konflik adalah pertama dengan mengurangi konflik; kedua dengan menyelesaikan konflik. Untuk metode pengurangan konflik salah satu cara yang sering efektif adalah dengan mendinginkan persoalan terlebih dahulu (cooling thing down). Cara lain adalah dengan membuat “musuh bersama”, sehingga para anggota di dalam kelompok tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini sebenarnya juga hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang mengalami konflik. Cara kedua dengan metode penyelesaian konflik. Cara yang ditempuh adalah dengan mendominasi atau menekan, berkompromi dan penyelesaian masalah secara integratif.
Menurut Wahyudi (2006: 15), untuk mengelola dan menyelesaikan konflik ada beberapa cara yang harus dilakukan antara lain: displin, Pertimbangan pengalaman dalam tahapan kehidupan, komunikasi, dan mendengarkan secara aktif.
Ada 6 tipe pengelolaan konflik yang dapat dipilih dalam menangani konflik yang muncul (Dawn M. Baskerville, 1993:65) yaitu: Avoiding, Accomodating, Compromising, Competing, Collaborating, dan Conglomeration.
Menurut Donna Crawford dan Richard dalam laporannya menyebutkan bahwa memiliki empat pendekatan dalam melakukan implimentasi manajemen Konflik dalam bidang pendidikan yaitu : Process Curriculum, Mediation Program, Peaceable Classroom, dan Peaceable School.
Dampak Konflik yang Positif dan Negatif
a.    Dampak Positif dari Konflik
1) Memungkinkan ketidakpuasan yang tersembunyi muncul ke permukaan, sehingga sekolah sebagai suatu organisasi dapat melakukan penyesuaian.
2)  Mendinamiskan suatu organisasi sekolah, sehingga tidak berjalan rutin dan statis.
b.    Dampak Negatif dari Sekolah
3)    Menimbulkan perasaan “tidak enak” sehingga menghambat komunikasi dan bahkan menimbulkan ketegangan.
4)    Menimbulkan perpecahan dalam sekolah yang dapat mengganggu perhatian guru dan staf dari program sekolah.

B.   Saran – Saran
Penyusun menyadari bahwasannya penyusun dari makalah ilmiah ini hanyalah manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah Swt, sehingga dalam penyusunannya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa kami harapkan dalam upaya evaluasi diri.

































DAFTAR PUSTAKA
George dan Jones. 1999. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.




diakses Tanggal 10 November 2015


Tanggal 10 November 2015


Minnery, John R. 1985. Conflict management in urban planning. England: Gower Publishing Company Limited.

Pickering. 2006. How To Manage Conflict. USA: National Press Publication

Ross, Marc Howard Ross. 1993. The management of conflict: interpretations and interests in comparative perspective. Yale University Press

Wahyudi.2006. Manajemen Konflik dalam organisasi: Pedoman Praktis bagi Pemimpin Visioner. Bandung: Alfabeta.

2 komentar: