BAB I
PENDAHULUAN
Institusi
pendidikan saat ini banyak mendapatkan tekanan, baik secara eksternal maupun internal. Tekanan secara eksternal
berlangsung seiring dengan perubahan di berbagai bidang termasuk perubahan
paradigma pendidikan nasional; juga intervensi kepentingan dari berbagai stakeholders
terkait pelayanan, akuntabilitas, dan transparansi. Sedangkan tekanan secara
internal, berasal dari institusi pendidikan sendiri yang menuntut perbaikan peran
dan kinerjanya untuk meningkatkan daya saing.
Guna menjawab
tantangan penyelenggaraan pendidikan tersebut, Pemerintah dan beberapa lembaga
pendidikan berupaya melakukan tindakan konkrit.Masyarakat pendidikan khususnya
tenaga pendidik/pengajar, jajaran pengelola dan pimpinan lembaga berupaya
mengembangkan konsep dan strategi peningkatan mutu pendidikan melalui “Total Quality Management” (TQM); atau
dalam dunia pendidikan disebut “Manajemen Mutu Terpadu” (MMT).
Namun demikian,
agar peningkatan mutu di lembaga pendidikan bukan sekedar slogan atau “budaya
musiman”, maka penerapan MMT di lembaga pendidikan harus diwujudkan melalui
suatu proses yang disengaja, direncanakan, diorganisir dan dikendalikan oleh
semua pihak yang terlibat dalam proses pelaksanaan pendidikan. Dengan kata
lain, penerapan MMT mensyaratkan adanya
budaya, komitmen, dan komunikasi yang baik dalam suatu institusi.
Cuttance (1995)
menyarankan agar fokus penjaminan mutu dimunculkan dari jawaban terhadap empat pertanyaan:
Pertama, Bagaimana sekolah
menjalankan tugas memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan, yaitu
tercapainya hasil belajar siswa ?.Kedua,
Seberapa relevan misi yang ingin dicapai sekolah dengan kebutuhan pendidikan
masyarakat, dan apa yang perlu dilakukan oleh sekolah 3-4 tahun kedepan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat secara lebih baik ?.
Ketiga,
Apakah keberhasilan yang telah dicapai oleh sekolah, bagaimana mengetahui
keberhasilan yang telah dicapai,apakah sesuai dengan yang telah direncanakan,
dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan sekolah ? . Keempat, Bagaiman sekolah merespon
keberhasilan yang telah dicapai ?
Pertanyaan tersebut
sangat relevan untuk dijawab, karena sampai saat ini masih banyak lembaga
pendidikan yang mengalami kesulitan dalam menghadapi tekanan perubahan yang
semakin meningkat.Masih banyak diantara lembaga pendidikan yang mengalami hambatan
departemental, kurang jelasnya visi dan misi, hirarki yang begitu banyak
hambatan, dan kepercayaan yang berlebihan pada prosedur yang ada.Lembaga
pendidikan tersebut belum melakukan upaya untuk memfokuskan pada pelanggan,
sehingga murid-murid dianggap sebagai suatu tanggung jawab bukan sebagai asset.Apalagi
peningkatan kualitas selalu dikaitkan dengan keperluan biaya.
Penerapan filosofi
TQM di sektor pendidikan memang bukannya tanpa kendala. Menurut Hittman (1993),
ada beberapa hambatan yang sering dihadapi dalam menerapkan filosofi tersebut,
antara lain sebagai berikut. (1) Sasaran dari berbagai metode perbaikan kualitas
tradisional pada lembaga-lembaga pendidikan hanya berupa kesesuaian terhadap
standar; (2) Standar jaminan kualitas seringkali disusun terlalu rendah atau
terlalu tinggi, sehingga program-program pendidikan akan mengalami kesulitan
dalam pencapaiannya; (3) Definisi klasik mengenai jaminan kualitas terlalu
sempit; (4) Pendekatan yang mutakhir mengkonsentrasikan hanya pada performansi
pengajaran dan mengurangi penekanan pada kontribusi dari hal-hal yang bukan
berkaitan dengan pengajaran; dan (5) Pendekatan yang mutakhir yang hanya
menekankan pada instruktur pendidikan.
Bagaimana
mewujudkan MMT di lembaga pendidikan, makalah ini akan memulai dari Kajian
Pustaka yang membahas tentang (a) Konsep dasar mutu, (b) Manajemen mutu
pendidikan, (c) TQM dan kualitas pelayanan. Selanjutnya membahas tentang (a)
Manajemen mutu terpadu dalam pendidikan, (b) Fokus manajemen mutu terpadu dalam
pendidikan, (c) Total quality education
atau Total quality school, dan (d)
Sekolah manajemen mutu terpadu yang bermutu.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A. Konsep Dasar
Mutu
Secara klasik,
pengertian mutu atau quality menunjuk
pada sifat yang menggambarkan derajat “baik”-nya suatu barang atau jasa yang
diproduksi atau dipasok oleh suatu lembaga kriteria tertentu. Sallis (1993),
menyebut konsep semacam ini sebagai konsep mutu yang bersifat absolut; lawannya adalah konsep mutu
yang bersifat relatif.
Pada konsep mutu
absolut, derajat baiknya produk, barang atau jasa, mencerminkan tingginya harga
barang atau jasa itu dan tingginya standar atau tingginya penilaian dari
lembaga yang memproduksi atau memasok barang itu.Sedangkan dalam konsep mutu
yang bersifat relatif, derajat mutu bergantung pada penilaian dari konsumen
yang memanfaatkan barang/jasa.
Filosofi klasik
tentang mutu saat ini telah berubah, yaitu dari yang semula berorientasipada
produsen bergeser menjadi berorientasi pada konsumen.Mutu suatu produk lebih ditentukan
oleh konsumen, dengan kriteria memuaskan atau memenuhi kebutuhan konsumen
(Rinehart, 1993), paduan sifat-sifat produk yang menyamai atau melebihi
kebutuhan dan harapan konsumennya, baik secara tersirat maupun tersurat (Tjiptono
dan Diana, 1996; dan Sallis, 1993).
Kualitas (quality)
adalah keseluruhan ciri atau karakteristik produk dan jasa yang berkaitan
dengan penekanannya untuk memenuhi kebutuhan tertentu (Feigenbaum, 1991).
Menurut Patel (1994), komponen sistem kualitas meliputi: (1) kualitas
pelanggan, yaitu apakah kualitas pelayanan mampu memberikan pada pelanggan apa
yang mereka inginkan, yang diukur dari penggunaan jasa, misalnya kepuasan
pelanggan atau keluhan pelanggan; (2) kualitas profesional, yaitu apakah
pelayanan mampu memenuhi kebutuhan pelanggan yang didefinisikan secara
profesional, dan apakah prosedur dan standar profesional tersebut dapat
dipercaya untuk menghasilkan produk atau jasa yang diinginkan; (3) kualitas
proses, desain, dan operasi proses pelayanan menggunakan sumber daya dengan
cara yang paling efisien untuk memenuhi kebutuhan pelangggan.
Tenner dan De Toro
(1992;31), mendefinisikan mutu sebagai: ”Quality;
A basic bussines strategy that provides and services that completely satisfy
both internal and external costumers by meeting their explicit exspectation”.Kualitas
yang dicita-citakan ini membutuhkan keterlibatan seluruh pihak dalam organisasi
bahkan menuntut perubahan budaya.Hal inilah yang disebut dengan Total Quality
Management (TQM).
Dalam pendekatan
holistik, TQM merupakan kerangka kerja yang mendukung manajemen pelayanan.
Menurut Ho dan Wearn (1996) serta Woon (2000), kerangka kerja tersebut
meliputi: (1) kepemimpinan dan budaya kualitas, (2) komitmen, (3) keterlibatan
secara penuh, (4) penggunaan informasi dan analisis, (5) perencanaan strategik,
(6) pengembangan sumber daya manusia dan manajemen sumber daya manusia melalui
pendidikan dan pelatihan, (7) kepemilikan terhadap masalah yang dihadapi, (8)
manajemen kualitas proses, (9) adanya pengakuan dan penghargaan, (10) kualitas
dan hasil operasi, (11) tindakan pencegahan, (12) kerja tim, dan (13) berfokus
pada pelanggan dan kepuasan pelanggan.
Implikasi dari filosofi tersebut pada praktek manajemen bukan
hanya memperhitungkankebutuhan konsumen,namun semua faktor yang terkait dengan
proses produksi harus dikelola sedemikian rupa, sehingga menjamin produk yang
dihasilkan memenuhi bahkan melebihi harapan konsumen. Sistem
kualitas yang modern dicirikan oleh lima karakteristik,yaitu: pertama, produk-produk
didesain sesuai dengan keinginan pelanggan melalui suatu riset pasar, kemudian
diproduksi dengan cara-cara yang baik dan benar sehingga produk yang dihasilkan
dapat memberikan kepuasan optimal. Kedua, adanya partisipasi aktif dalam proses
peningkatan kualitas secara terus menerusyang dipimpin oleh manajer puncak.
Ketiga, setiap orang dalam posisi kerjanyamengetahui tanggung jawab yang
spesifik terhadap kualitas.Keempat, adanya aktivitas yang berorientasi pada
tindakan pencegahan kerusakan, bukan pada upaya deteksi kerusakan saja.Kelima, setiap
orang dalam perusahaan berpartisipasi secara sukarela dalam usaha-usaha
peningkatan kualitas. (Gasperz 2005:13)
Penerapannya, semua sumber daya dan faktor yang terkait
dengan proses produksi dikelola agar menghasilkan produk yang bermutu.Sistem
manajemen mutu ini dikenal dengan quality
assuranceatau penjaminan mutu.Sistem ini memiliki
keunggulan, yaitu produk yang dihasilkan terjamin mutunya, karena pencegahan
kesalahan dalam proses produksi dilakukan secara ketat. Meskiuntuk memulai
penerapan ini dalam jangka pendek relatif mahal, namun dalam jangka panjang
sangat menguntungkan, karena dapat mencegahpemborosan yang diakibatkan oleh
kesalahan dalam proses produksi.
B. Manajemen
Mutu Pendidikan
Manajemen mutu
merupakan satu cara dalam mengelola suatu organisasi yang bersifat komprehensif
dan terintegrasi. Manajemen mutu diarahkan dalam rangka: memenuhi kebutuhan
konsumen secara konsisten, dan mencapai peningkatan secara terus menerus dalam
setiap aspek aktivitas organisasi (Tenner dan De Toro,1992). Sasaran yang
dituju adalah memperbaiki produktifitas dan efesiensi melalui peningkatan mutu
kerja dan kinerja,serta meningkatkan mutu pekerjaan agar menghasilkan produk
yang memuaskan konsumen.
Disamping itu, hakekat
manajemen mutu adalah suatu sistem manajemen yang terus menerus meningkatkan
kepuasan konsumen dengan biaya murah.Biaya menjadi murahkarena produk yang
dihasilkan bebas dari kegagalan yang merugikan, sehingga perbandingan antara
output dan input menjadi rendah.
Keberhasilan konsep
manajemen mutu dalam bidang industri kemudian diadopsi oleh organisasi
pendidikan.Dalam bidang pendidikan, manajemen mutu merupakan cara dalam mengatur
semua sumberdaya pendidikan, yang diarahkan agar semua orang yang terlibat dapat
melaksanakan tugas dengan penuh semangat dan berpartisipasi dalam perbaikan
pekerjaan, sehingga menghasilkan jasa yang sesuai atau melebihi kebutuhan
konsumen.
Penerapan konsep
dan prinsip manajemen mutudalam bidang pendidikan, perlu dilakukan perubahan sesuai
dengan kepentingan dunia pendidikan. Menurut Herman dan Herman (1995),
perubahan harus dilakukan dalam tiga elemen, yaitu :filosofi, tujuan, dan proses.Pertama, secara Filosofi, pendidikan dipandang sebagai lembaga produksi yang
menghasilkan jasa yang dibutuhkan konsumennya.Mutu jasa yang dihasilkan
ditentukan oleh sejauh mana dia memenuhi atau melebihi kebutuhan konsumen, baik
konsumen internal maupun external.Maka feedback dari konsumen sangat penting sebagai
dasar dalam menentukan derajat mutu yang harus dicapai, agar jasa yang
dihasilkan sesuaidengan kebutuhan konsumen secara terus menerus.
Kedua,
Tujuan lembaga pendidikan adalah
memproduksi jasa yang didistribusikan kepada semua konsumen, baik internal
(guru dan karyawan), maupun external (khususnya yang primer, yaitu siswa).Maka
setiap aktifitas yang menjadi jasa yang diproduksi harus diberikan dalam
tingkatan mutu yang lebih tinggi.Ketiga,
Proses pendidikan harus
memperdulikan kesesuaiannya dengan kebutuhan konsumen external.Agar konsumen
memperoleh kepuasan,maka lembaga pendidikan hanya menggunakan sumber daya
manusia yang terdidik yang baik dengan sistem dan pengembangan produksi jasa
yang memiliki nilai tambah.
Penerapan konsep
manajemen mutu dalam bidang pendidikan, juga memerlukan quality assuranceatau penjaminan mutu, seperti pembakuan mutu model
ISO 9000. Dengan quality assurance,maka
produk yang dihasilkan oleh jasa pendidikan akan terjamin sesuai atau melebihi
harapan konsumen, berdasarkan baku mutu yang telah ditetapkan dengan pengukuran
dan kalinerasi yang tepat.
ISO 9001: 2000,
sebuah terjemahan untuk pendidikan :
Beberapa Syarat Utama ISO 9001
|
Terjemahan Untuk Pendidikan
|
1..
Tanggung jawab manajemen
1. Sistem
mutu
2. Kontrak
3. Kontrol
dokumen
4.
Pengadaan bahan
5.
Persediaan produk
6.
Identifikasi produk
7. Kontrol
proses
8.
Inspeksi dan tes
9. Perlengkapan
inspeksi, pengukuran dan tes
10. Status
inspeksi dan tes
11.
Kontrol terhadap produk yang tidak sesuai
12.
Tindakan perbaikan
13.
Penanganan, pengamanan, pengepakan dan penyampaian
14.
Catatan mutu
15. Audit
mutu internal
16.
Pelatihan
17.
Teknik-teknik statistik
|
Komitmen
manajemen terhadap mutu
Sistem
mutu
Kontrak
dengan pelanggan internal & eksternal (hak siswa & hak pelanggan
eksternal, seperti orang tua)
Kontrol
dokumen
Kebijakan
seleksi dan ujian masuk
Layanan
pendukung siswa, yang mencakup kesejahteraan, konseling dan pengarahan
tutorial
Catatan
kemajuan siswa
Pengembangan,
desain dan penyampaian kurikulum, strategi pembelajaran
Penilaian
dan tes
Konsistensi
metode penilaian
Prosedur
dan catatan penilaian yang mencakup catatan prestasi
Metode dan
prosedur diagnostik untuk mengidentifikasi kegagalan dan kesalahan
Tindakan
perbaikan terhadap kegagalan siswa, sistem untuk menghadapi komplain dan
tuntutan
Fasilitas
& lingkungan fisik, bentuk tawaran lain seperti fasilitas olah raga,
kelompok ekstrakurikuler, persatuan siswa , dan fasilitas pembelajaran
Catatan
mutu
Prosedur
pengesahan dan audit mutu internal
pelatihan
dan pengembangan staf, mencakup prosedur-prosedur untuk menilai
kebutuhankebutuhan pelatihan dan evaluasi efektifitas pelatihan
Metode-metode
review, monitoring, dan evaluasi
|
Penerapan model
penjaminan mutu dalam bidang pendidikan memerlukan adanya lima hal, yaitu:
komitmen yang tinggi, penilaian kebutuhan, perencanaan strategik , penyusunan
rencana taktis , dan penilaian kemajuan.
Komitmen yang
tinggi dari seluruh unsur yang terlibat dalam proses pendidikan, terutama
dicerminkan dari kinerja yang semaksimal mungkin diarahkan untuk memberi jasa
pendidikan kepada konsumen, terutama konsumen eksternal primer. Penilaian
kebutuhan (need assesment) yang
sebenarnya dari konsumen, dalam rangka menyelaraskan semua aktivitas dan
sumberdaya yang digunakan dengan pemenuhan kebutuhan konsumen.Penyusunan perencanaan
strategik[1] melalui penetapan mutusecara
spesifik. Penyusunan rencana taktisuntuk melaksanakan rencana strategis,
menyangkut pembagian peran, cara melaksanakan tugas-tugas, waktu dan sumber
daya yang digunakan. Penilaian kemajuan, mencakup semua langkah yang telah
ditetapkan dalam perencanaan dan kemajuan yang telah dicapai.
C. TQM dan
Kualitas Pelayanan
Total
Quality Mangement (TQM) memang merupakan filosofi dan
metodologi yang membantu organisasi termasuk organisasi penyedia jasa
pendidikan untuk mengelola perubahan.Esensi dari TQM adalah perubahan budaya (culture change). Perubahan ini bertujuan
memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan, dan semua ini akan tercapai bila
dapat terwujud mutual trust antara
manajer yang dalam hal ini adalah pengelola bisnis jasa pendidikan dengan
karyawan yaitu para pengajar dan staf non edukatif.
Namun demikian, beberapa
laporan hasil penelitian mengatakan bahwa program-program TQM menghasilkan
perbaikan dalam kualitas, produktivitas, dan persaingan hanya 20 - 30 % dari
perusahaan yang menerapkannya (Schonberger, 1992; Radolvisky et al., 1996).Maka,
TQM bukan satu-satunya alat untuk mencapai perbaikan dan kesempurnaan.
TQM memang masih
dipandang sebagai suatu filosofi yang sulit dicapai, apalagi di Indonesia yang
budayanya masih jauh dari kerelaan untuk memberikan yang terbaik bagi
pelanggan, serta masih terdapatnya berbagai ketidakkonsistenan dalam aturan.Temuan
mengenai tidak terlaksananya TQM di organisasi pendidikan didukung dengan hasil
penelitian mengenai kualitas pelayanan (service
quality) di lembaga yang sama.
Kualitas pelayanan
dapat dianalisis dengan melihat perbedaan antara apa yang diharapkan dengan apa
yang sesungguhnya dijumpai di lapangan. Kualitas pelayanan digambarkan oleh
Parasuraman et al., (1991) sebagai suatu bentuk dari sikap, berhubungan tetapi
tidak ekuivalen dengan kepuasan, yang merupakan hasil perbandingan antara
harapan (expectation) dengan kinerja
(perfomance). Hal ini dapat dilakukan
untuk menguji apakah filosofi memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan
sudah dilaksanakan, disamping beberapa variabel pendukung TQM yang sudah diuji
di depan.
Dalam pengertian
kita sehari-hari, kata service atau
layanan dikaitkan dengan hubungan antara penjual dan pembeli, dimana dalam hal
ini penjual merupakan pihak yang memberikan sedangkan pembeli merupakan pihak
yang meminta. Menurut Zeithaml (2000), kualitas pelayanan memiliki 5 dimensi,
yaitu sebagai berikut.
1.
Tangibles
(Fisik), adalah fasilitas fisik, peralatan, penampilan karyawan dalam melayani
konsumen.
2.
Reliability
(Keandalan), adalah kemampuan perusahaan untuk mem- berikan pelayanan yang
benar, tepat waktu dan dapat diandalkan.
3.
Responsiveness
(Perhatian), adalah kesediaan untuk membantu para konsumen dan memberikan
pelayanan yang cepat.
4.
Assurance
(Jaminan), adalah kesediaan dan kesiapan karyawan untuk memberikan pelayanan.
5.
Emphaty
(Empati), adalah rasa peduli, perhatian secara pribadi yang diberikan kepada
konsumen.
Instrumen SERVQUAL
untuk mengukur kualitas pelayanan terdiri dari dua bagian, yaitu pertanyaan
yang mengukur harapan konsumen dan pertanyaan yang mengukur persepsi konsumen
terhadap organisasi pendidikan tersebut.
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Manajemen
Mutu Terpadu dalam Pendidikan
Istilah “Manajemen
Mutu Terpadu” (MMT) merupakan terjemahan yang paling dianggap pas dari istilah Total Quality Management (TQM).MMT
merupakan suatu upaya untuk mengerjakan setiap pekerjaan/program benar dari
awal setiap waktu.Ketotalan dalam TQM mengharuskan setiap orang dalam organisasi
terlibat sebagai pendukung upaya peningkatan secara berkesinambungan.
Konsep yang
mendasari TQM adalah fungsi kontrol dalam manajemen.Kontrol bukan hanya menekankan
pada pemecahan masalah disekitar deviasi kritis,namun juga kontrol kearah
peningkatan kinerja secara terus-menerus.Di Jepang disebut Kaizen,artinya berkembang
tiap hari dalam setiap cara yang mungkin (to
improve every day in every way possible). Selain fokus pada pelanggan dan komitmen
terhadap pengembangan berkelanjutan,kontrol juga dalam rangka penyelesaian
masalah.
Di sisi lain, dalam
industri manufaktur, pelaksanaan TQM harus berpasangan dengan pelaksanaan Just In Time (JIT) baik sebagai filosofi
untuk menghilangkan pemborosan pada semua sektor yang ada maupun sebagai teknik
pengendalian persediaan, penjadwalan, penyediaan produk dan sebagainya.
Pendidikan yang menganut prinsip JIT dapat ditunjukkan dengan partisipasi dari
para peserta didik. Prinsip utama JIT adalah semua peserta didik lebih terlibat
dalam proses, adanya rasa memiliki terhadap organisasi atau lembaga pendidikan,
menggunakan pengalaman yang dimiliki untuk mencapai keberhasilan, dan adanya
dukungan atau komitmen semua pihak.
Pada dasarnya JIT
menghendaki perubahan pikiran, mempertanyakan kondisi yang telah mantap,
menghilangkan pemborosan atau segala aktivitas yang tidak perlu, menyusun
kembali tata letak organisasi (layout),
penyederhanaan dalam kegiatan operasi, mengembangkan fleksibilitas, mengubah
pengukuran-pengukuran, mencapai perbaikan terus-menerus dan berkesinambungan,
dan mutu. Misalnya, pelayanan administrasi juga harus mengadakan perbaikan
diri, dalam arti pemberian pelayanan kepada pelanggan eksternal primer yang
dalam hal ini adalah peserta didik, harus cepat dan tepat. Hal ini akan dapat
terlaksana dengan baik bila ada komitmen dari semua pihak dan didukung sarana
dan prasarana yang memadai.
Selanjutnya, dalam
industri jasa pendidikan, kualitas suatu jasa pendidikan juga sangat penting,
yaitu penilaian kualitas oleh pelanggan yang menikmati secara langsung jasa
pendidikan yang ditawarkan. Istilah lain untuk Kaizen adalah Continuous Improvement dan Six Sigma, di mana konsep ini dilandasi
dengan do it right the first time
dengan pantang menerima, memproses, dan melanjutkan produk cacat. Perbaikan
dalam proses itulah yang selalu ditekankan dalam konsep ini. Jasa pendidikan
sebagai output memang tidak dapat kita perbaiki. Yang dapat kita perbaiki adalah
proses penyelenggaraan program dan penyediaan jasa pendidikan.
Perbaikan secara
berkesinambungan dapat dilakukan dengan cara mengadopsi praktek-praktek atau
proses yang terbaik dari organisasi penyelenggara program dan penyediaan jasa
pendidikan lain ke dalam organisasi dengan disesuaikan dengan kondisi yang
dimiliki. Cara ini dikenal dengan benchmarking.Cara
lain dikenal dengan reengineering,
seperti yang dilakukan oleh Amerika untuk mengejar ketinggalannya dari Jepang.Dalam
rangka pengendalian mutu penyelenggaraan program,Amerika membuat lompatan jauh
ke depan atau membongkar proses yang selama ini dilakukan menjadi suatu proses
yang baru dan lebih baik. Pembongkaran dilakukan secara menyeluruh sampai ke
akar-akarnya.
Sejalan dengan arti
“manajemen”, setiap orang dalam lembaga, apapun statusnya, posisi atau
peranannya, adalah manajer bagi pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.Dalam
kaitan ini, seluruh bagian dan sistem lembaga harus saling mendukung dan saling
melengkapi.Keberhasilan unit-unit di seluruh tingkatan dan posisi mempengaruhi
keberhasilan organisasi secara keseluruhan; dan mereka berpotensi memberikan
kontribusi yang sebesar-besarnya bagi organisasi.
Peningkatan yang
berkelanjutansebagai filosofi TQM, dapat dijadikan alat praktis oleh lembaga
pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keingian serta harapan pelanggan sekarang
dan dimasa yang akan datang.
Berikut adalah
gambaran umum lembaga yang menerapkan TQM, dan perbedaannyadengan lembaga
tradisional.
LEMBAGA TQM
|
LEMBAGA TRADISIONAL
|
Memfokuskan
pada pelanggan
|
Memfokuskan
pada kebutuhan internal
|
Memfokuskan
pada masalah pencegahan
|
Memfokuskan
pada masalah deteksi
|
Investasi
dalam diri personil/Staf
|
Pendekatan
pengembangan tidak dilakukan secara sistematis
|
Memiliki
strategi kualitas
|
Kurang memiliki
pandangan kualitas yang strategis
|
Memperlakukan
keluhan sebagai kesempatan untuk dipelajari
|
Memperlakukan
keluhan sebagai gangguan
|
Mendefinisikan
karakteristik kualitas pada seluruh bidang didalam organisasi
|
Standar
kualitas samar-samar
|
Memiliki
kebijkan kualitas dan rencana operasionalnya
|
Tidak
memiliki rencana kualitas yang ditetapkan
|
Senior
manajemen memimpin kualitas
|
Peranan
manajemen dipandang sebagai suatu pengawasan
|
Proses
peningkatan melibatkan setiap orang
|
Hanya tim
manajemen yang terlibat
|
Fasilitator
kualitas memimpin proses peningkatan
|
Tidak ada
fasilitator
|
Orang
dilihat sebagai yang menciptakan kualitas
|
Prosedur
dan aturan dinilai sebagai hal yang penting
|
Terdapat
kejelasan peran
|
Peran dan
tanggung jawab samar-samar
|
Kualitas dinilai
sebagai alat untuk meningkatkan kepuasan pelanggan
|
Melihat
kualitas sebagai alat untuk menaikan biaya
|
Strategi
evaluasi jelas
|
Strategi
evaluasi tidak sistematik
|
Rencana
jangka panjang
|
Rencana
jangka pendek
|
Kualitas
dilihat sebagai bagian budaya
|
Kualitas
dipandang sebagai inisiatif yang menimbulkan masalah
|
Pengembangan
kualitas sejalan dengan strategi
|
Pengujian
kualitas untuk memenuhi permintaan pihak luar
|
Memperlakukan
kolega sebagai pelanggan
|
Budaya
hirarkis meruapakan keharusan
|
Dengan demikian,
TQM bukan pengendalian mutu (quality
control) yang merupakan pengendalian mutu setelah proses produksi (after-the-event process). Namun TQM
selalu memusatkan pada kepuasan pelanggan (customer
satisfaction) dan mengadakan pengendalian mutu sejak awal.Hal ini juga
berlaku untuk sektor pendidikan. Permasalahan di sektor pendidikan yang dapat
diselesaikan dengan TQM antara lain masalah kurikulum, penggunaan sumber daya
yang ada secara ekonomis, bagaimana mengendalikan peningkatan biaya, penggunaan
teknologi dan pembelajaran, hubungan kerjasama dengan sektor lain, dan yang
berhubungan dengan peraturan pemerintah.
B. Fokus MMTdalam
Pendidikan
Untuk dapat
menerapkan TQM pada lembaga pendidikan, lebih dahulu ditinjau tujuan utama
lembaga pendidikan tersebut menerapkan TQM.Tujuan utama lembaga pendidikan yang
menerapkan filosofi TQM adalah memenuhi kebutuhan dan keinginan
pelanggannya.Organisasi yang baik harus menciptakan dan memelihara kedekatan
hubungan dengan pelanggan; kualitas harus disesuaikan dengan kebutuhan dan
harapan pelanggan.Siswa adalah pelanggan primer. Sehingga tanpa kemampuan untuk
memenuhi pendidikan yang dibutuhkan siswa, tidak akan mungkin untuk suatu
lembaga pendidikan dikatakan telah mencapai TQM.
Pengenalan
pelaksanaan TQM tidak luput dari hambatan-hambatan yang dialami, khususnya
untuk sektor pendidikan.Kenyataannya, pelaksanaan TQM merupakan pekerjaan yang
berat dan memerlukan waktu lama untuk mengadakan perubahan budaya untuk quality improvement. Ketakutan terhadap
metode atau cara baru merupakan hambatan yang besar dalam penerapan filosofi
TQM. Takut akan ketidaktahuan, takut mengerjakan segala sesuatu dengan cara
yang berbeda, takut percaya pada orang lain, takut membuat kesalahan, dan
sebagainya.
Oleh karena
berbagai kesulitan dan hambatan penerapan TQM pada lembaga pendidikan tersebut,
maka yang paling penting dan harus diperhatikan dalam melaksanakan TQM menurut
Sharples et al. (1994), adalah : 1) Tanggungjawab dan dukungan (commitment) dari pimpinan lembaga
pendidikan; 2) Pendidikan dan pelatihan (education
and training) untuk semua pihak atau semua staf, baik staf edukatif maupun
non edukatif; 3) Penerapan dan praktek (application
and practice); 4) Standarisasi dan pengenalan (standardization and recognition) sehingga penerapannya dapat
seragam.
TQM merupakan suatu
pendekatan yang sistematis untuk mencapai tingkat kualitas yang tepat dan
konsisten, sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan yang selalu berubah.Maka
strategi pendekatan MMT juga fokus terhadap kebutuhan klien atau pelanggan,
dengan strategi pendekatan:1) Peningkatan secara berkesinambungandalam semua
tingkat organisasi dan staf, 2) Suatu perubahan budayauntuk bekerja secara
layak dan efektif, 3)Upside-down organization
atau hubungan efektif internal dan eksternal, 4) Profesionalisme dan fokus pada
pelanggan, dan 5) Kualitas belajarpeserta didik sesuai dengan kebutuhan.
Terkait dengan
fokus lembaga pendidikan terhadap kebutuhan klien atau pelanggan
tersebut,terdapat lima faktor internal yang mempengaruhi implementasi TQM,
yaitu :leadership, recruitment dan pelatihan, sistem reward, aturan organisasi, dan budaya
kerja. Pimpinan lembaga pendidikan hendaknya memiliki tekad yang kuat untuk
terus menerus memperbaiki mutu, juga memiliki sikap pelayanan dengan cara membantu
orang-orang dalam lembaganya.
Faktor internal
kedua yang mempengaruhi implementasi TQM, yaitu recruitment dan pelatihan.Staf yang bertugas harus memiliki
kompetensi, dengan didukung oleh rincian pemilihan staf, pelatihan, motivasi,
dan kebijakan pengembangan karir.Faktor ketiga yaitu sistem reward. Lembaga perlu merinci kebijakan
atas kesempatan yang sama diiringi dengan sistem reward (imbalan, penghargaan) yang dapat menjamin rasa keadilan dan
memungkinkan staf merasa “aman” berkontribusi secara maksimal untuk lembaga.
Faktor internal
keempat yang mempengaruhi implementasi TQM, yaitu aturan organisasi.Sistem dan
prosedur di lembaga pendidikan perlu diorganisir dan didesain secara
komprehensif dan terintegrasi dalam suatu ketentuan yang disepakati,sehingga dapat
dilaksanakan secara konsisten dan terpadu.Faktor kelima yaitu budaya kerja.Transformasi
budaya kerja merupakan keterpaduan berbagai individu dalam peran-peran secara
optimal sesuai dengan keahlian bidang kerja masing-masing, guna mewujudkan sasaran
yang telah ditetapkan.
C. Total
Quality Education
atau Total Quality School
Selanjutnya,
prinsip TQM yang dapat diterapkan di dunia bisnis dapat juga diterapkan di
dunia pendidikan dan seringkali disebut dengan Total Quality Education(TQE) atau Total Quality School (TQS).Pendidikan kualitas total (TQE/TQS)
mengacu pada proses menerapkan prinsip-prinsip Total Quality Management (TQM) dalam pendidikan. TQM berpusat pada
seperangkat praktek manajemen yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
perusahaan dan produktivitas melalui partisipasi semua anggota organisasi.
Proses manajemen ini dapat disesuaikan dengan prinsip-prinsip untuk perbaikan
dalam pendidikan, yang juga perlu menerapkan program keunggulan dan perbaikan
terus-menerus.
Pada intinya, TQM
adalah konsep yang dikembangkan oleh W. Edwards Deming yang diadopsi dari Jepang
setelah Perang Dunia II (1939-1945).Ide-ide yang membantu negara Jepang berubah
menjadi raksasa ekonomi.Penekanan TQM adalah pada kepuasan kebutuhan pelanggan,
spesifikasi dan harapan.Prinsip-prinsipnya telah diadopsi oleh bisnis di
seluruh dunia dan terbukti memberikan keunggulan. Motorola Inc. IBM Corp, Xerox
Corp, dan Hewlett-Packard Co adalah beberapa perusahaan-perusahaan yang telah
mengangkat standar mereka dan berkomitmen untuk kepuasan pelanggan.
Arcaro (2005)
menyatakan, lima karakteristik TQS adalah : fokus pada pelanggan, keterlibatan
total, pengukuran, komitmen, dan perbaikan terus-menerus.
Salah satu prinsip
utama TQM adalah memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Dalam bisnis,
kebutuhan dan keinginan pelangganakanmenghasilkan perbaikan terus-menerus. Di
sekolah umum, siswa, guru, kepala sekolah, orang tua / wali, bisnis dan
konstituen lainnya semua harus membentuk sebuah komunitas, yang harus bersatu
dan terlibat di semua tingkat.Partisipasi aktif dari semua anggota sekolah
diperlukan untuk mencapai perubahan yang sukses dan perbaikan terus-menerus.
Prinsip kedua
adalah partisipasi manajemen senior. Personil tingkat atas mengambil peran
sebagai pemimpin tim, yang bertanggung jawab untuk membangun sebuah tim yang
sukses, dan yang mengamankan bisnis. Sekolah juga dapat mengambil keuntungan
lebih dari senior, atau guru yang lebih berpengalaman. Sebuah kategori baru
dari guru pemimpin dapat diperkenalkan, yang perannya akan membantu dan
membimbing rekan-rekan yang membutuhkan untuk meningkatkan kinerja mereka.Manajemen
juga dapat bergerak ke struktur yang lebih kecil dengan memberdayakan karyawan
dan mendorong partisipasinya.Sekolah dapat merestrukturisasi pendekatan ini misalnya
dalam mengelola situs, untuk memastikan sekolah memenuhi keprihatinan
pendidikan dan keyakinan sosial masyarakat.
Prinsip ketiga adalah
pelatihan untuk peningkatan kualitas.Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa
pendidikan dan pelatihan harus berkelanjutan, karena perubahan dan perbaikan perlu
dilakukan secara terus menerus. Sebuah program pengembangan staf yang
komprehensif di lingkungan sekolah akandapat mempengaruhi kualitas sekolah yang
positif; sebagaimana pengembangan guru akan memainkan peran penting dalam
peningkatan belajar siswa.
Prinsip ketiga
adalah perbaikan proses produksiatau jasa. Dalam hal ini sekolah dapat
merestrukturisasi cara evaluasi siswa, dan guru dapat menciptakan sarana
pengujian dan alternatif penilaian. Sebagaimana bisnis selalu mencari
langkah-langkah yang valid dalam meraih sukses; dan mencari prosedur penilaian
yang dapat diukur dari waktu ke waktu untuk menentukan kualitas dan prestasi
organisasi.Maka sekolah yang mengadopsi prinsip-prinsip TQM perlu menggunakan
penilaian berbasis kinerja.Guru danadministrator yang mempengaruhi belajar
siswa harus menjadi dasar untuk standar kinerja.
Prinsip keempat
adalah kecepatan dan siklus waktu.Efisiensi dan kemahiran juga harus
diperhitungkan dalam menghadapi persaingan.Sekolah dapat memprioritaskan jumlah
waktu setiap pelajar menghabiskan tugas dan meningkatkannya melalui rincian
kegiatan yang spesifik, tanggung jawab dan sumber daya. Peningkatan efisiensi di
sekolah akan meningkatkan prestasi akademik.
Prinsip kelima
adalah menggunakan metode berbeda untuk menyederhanakan sistem.Bisnis sudah
terbiasa dalam memanfaatkan waktu dan sumber daya yang tersedia serta menghilangkan
limbah. Sekolah juga perlu mempertimbangkan apa yang yang diajarkan kepada
siswa dan menentukan pengetahuan yang penting. Guru juga harus menjaga harapan
yang tinggi untuk semua siswa.
Prinsip keenam
adalah Partisipasi Masyarakat.Metodologi bisnis dan pendidikan paralel dalam
fondasi untuk program didasarkan pada faktor manusia; bisnis tahu pentingnya
komitmen untuk kemitraan dengan pelanggan, sebagaimana lembaga pendidikan
bersatu untuk mempromosikan pendidikan yang terbaik untuk semua. Maka, orang
tua/wali tidak bisa hanya duduk diam dan menonton proses pendidikan, melainkan
harus menjadi peserta aktif dalam proses pembelajaran sebagai relawan, tutor,
dan pelajar sendiri. Keterlibatan orang tua membutuhkan pembangunan konsensus,
berbagi kontrol, dan tanggung jawab.
Pendidikan perlu
mengubah praktik manajemen yang telah terbukti berhasil dan menerapkan yang baru.TQM
mencakup penetapan tujuan, pemecahan masalah dan bekerja bersama-sama, semua
yang mempromosikan perbaikan abadi.Semua prinsip-prinsip ini dapat digunakan
dalam sistem pendidikan untuk mencapai perbaikan terus-menerus.Menurut Fusco
(1994), karakteristik atau syarat agar TQM dapat diterapkan di sektor atau
lembaga pendidikan antara lain, lembaga pendidikan tersebut harus mempunyai
hal-hal sebagai berikut.
1.
Kepemimpinan
yang kuat. Filosofi TQM yang telah diubah menjadi TQE atau TQS akan dapat
diterapkan bila ada dukungan dan komitmen dari para pimpinan. Pimpinan di suatu
lembaga pendidikan misalnya kepala sekolah atau direktur program yang harus
mendukung penerapan dan pelaksanaan filosofi tersebut. Bahkan filosofi tersebut
hanya akan terwujud bila dilaksanakan secara menyeluruh, bukan hanya
departemental. Bahkan, para pengajar dan seluruh staf beserta siswa sebagai
pelanggan ikut serta terlibat dalam pelaksanaan filosofi tersebut.
2.
Perbaikan-perbaikan
sistem secara berkesinambungan. Sistem merupakan serangkaian proses yang
merupakan satu kesatuan dan saling terkait satu sama lain. Sistem pada suatu
lembaga pendidikan menyangkut berbagai permasalahan yang sangat luas, mulai
dari sistem penerimaan staf pengajar dan non pengajar sampai pada sistem
penerimaan siswa. Dari penerapan visi dan misi suatu lembaga pendidikan hingga
penyusunan kurikulum; semua sistem tersebut saling terkait. Untuk dapat
menerapkan filosofi TQE/ TQS, sistem tersebut harus selalu dibenahi,
diperbaiki, dan disempurnakan secara berkesinambungan dengan memegang pada
pedoman “quality first”.
3.
Metode
statistic. TQE/ TQS yang dikenal sebagai filosofi manajemen kualitas bukan
hanya slogan atau target yang pencapaiannya tanpa bukti. Oleh karenanya, setiap
personil yang ada diatasnya atau yang berpijak pada filosofi tersebut harus
berani berbicara berdasarkan data atau fakta. Demikian pula
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, juga belum terbukti tanpa
hitungan-hitungan kuantitatif. Jadi, kualitas bukan hanya bersifat kualitatif,
tetapi juga bersifat kuantitatif.
4.
Memiliki
visi dan nilai bersama. Nilai dan visi yang sama mengandung arti penting dalam
mencapai kata sepakat. Sepakat dalam arti sepakat untuk menjadikan kualitas
sebagai the way of life dan TQE/ TQS
sebagai filosofi yang akan merubah budaya yang semula berorientasi pada hasil
menjadi berorientasi pada proses yang berkualitas.
5.
Pesan dan
perilaku yang konsisten yang perlu disampaikan kepada pelanggan. Industri jasa,
khususnya pendidikan memang sulit dilihat hasilnya. Maka, dalam filosofi TQE/
TQS mereka yang nantinya akan lulus dari suatu lembaga pendidikan sebaiknya
ditempatkan sebagai pelanggan. Sebagai pelanggan, mereka tentu ingin
mendapatkan pelayanan yang baik dan memuaskan. Oleh karena itu, pihak pemberi
jasa baik yang langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan pelanggan
harus mempunyai satu kata sepakat dan konsisten dengan apa yang menjadi
keputusannya.
D. Sekolah MMT
yang Bermutu
Praktek pendidikan
dapat dianalogikan sebagai industri jasa, artinya sekolah merupakan lembaga
yang memproduksi dan menjual jasa (service)
kepada para pelanggannya.Berpegang pada konsep mutu sebagaimana uraian di atas,
maka sekolah yang bermutu adalah sekolah yang mampu memberikan layanan atau
jasa pendidikan yang sesuai atau melebihi harapan dan kepuasan para
pelanggannya.Dengan kata lain, mutu sekolah ditentukan oleh pelanggannya, yakni
siswa dan stakeholders, bukan oleh produsen atau sekolah itu sendiri.
Pelanggan jasa
pendidikan terdiri dari pelanggan primer yaitu siswa, pelanggan sekunder yaitu
orang tua dan masyarakat atau penyandang dana, dan pelanggan tersier yaitu
pemakai lulusan sekolah yang terdiri dari lembaga pendidikan yang lebih tinggi
dan dunia kerja. Pelanggan sekunder dan tersierbisa disebut sebagai pihak-pihak
yang berkepentingan terhadap pendidikan di sekolah (stakeholders).
Namun berbedadengan
dunia industri,mutu dalam pendidikan mempunyai dimensi yang khas.Mutu dalam
pendidikan menunjuk pada dual hal, yaitu proses dan produk. Mutu proses
pendidikan dapat diartikan sebagai kemampuan lembaga pendidikan, baik teknis
maupun professional,dalam pengelolaan yang mendukung proses belajar peserta
didik agar dapat mencapai prestasi belajar seoptimal mungkin.
Sedangkan produk
pendidikan termasuk bermutu, jika memenuhi ciri-ciri berikut:
1. Kompetensi
|
Peserta
didik menunjukkan tingkat penguasaan yang tinggi terhadap tugas belajar
sesuai dengan tujuan dan sasaran pendidikan sehingga memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan
|
2. Relevansi
|
Hasil
pendidikan sesuai dengan kebutuhan lingkungan khususnya dunia kerja
|
3. Fleksibilitas
|
Hasil
pendidikansesuai dengan kebutuhan peserta didik sehingga dapat melakukan
sesuatu untuk keperluan hidupnya dalam rangkapenyesuaian diri dengan
perubahan yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat
|
4. Efisiensi
|
Hasil
pendidikan tidak mengakibatkan adanya pemborosan ekonomi maupun pemborosan sosial
|
5. Berdaya
hasil
|
Hasil
pendidikan dapat menghasilkan sesuatu yang produktif
|
6.Jaminan
mutu
|
Hasil
pendidikan memberikan kepastian/jaminan mutu
|
7. Kredibilitas
|
Hasil
pendidikan dapat dipertanggungjawabkan dari segi kemampuannya
|
8.Justified
|
Hasil
pendidikan memberikan sesuatu yang memenuhi spesifikasi dan bernilai tinggi
sehingga mengakibatkan justifikasi uang yang dikeluarkan pemakainya
|
9. Responsiveness
|
Hasil
pendidikan dapat merespons tuntutan kebutuhan masyarakat
|
10. Durability
|
Hasil
pendidikan dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang relatif lama
|
11. Estetik
|
Hasil
pendidikan dapat memberikan sesuatu yang menarik dan berseni
|
12. Performance
|
Hasil
pendidikan dapat dilihat dari unjuk kerja
dan etos kerja
|
13. Security
|
Hasil
pendidikan bebas dari bahaya dan resiko atau keraguan
|
BAB
IV
KESIMPULAN
Total
Quality Management adalah sebuah filosofi tentang
perbaikan secara terus-menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis
kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan
harapan para pelangganya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.Secara lebih
spesifik TQM dalam pendidikan adalah aplikasi konsep manajemen mutu yang
disesuaikan dengan sifat dasar sekolah sebagai organisasi jasa kependidikan
(pembinaan potensi siswa) melalui pengembangan pembelajaran berkualitas, agar
melahirkan lulusan yang sesuai dengan harapan orang tua, masyarakat, dan
pelanggan pendidikan lainnya.
Istilah manajemen
mutu dalam pendidikan sering disebut sebagai Total Quality Education (TQE) atau dalam satuan pendidikan disebut Total Quality Scholl (TQS) yang memiliki
lima pilar, yaitu: 1) fokus pada pelanggan baik eksternal maupun internal, 2)
adanya keterlibatan total, 3) adanya ukuran baku mutu lulusan sekolah, 4)
adanya komitmen, dan 5) adanya perbaikan yang berkelanjutan.
Manajemen mutu
terpadu (MMT)memerlukan perubahan kultur ,perubahan sikap dan metode. Disini
dibutuhkan sebuah lingkungan yang cocok untuk bekerja lebih kreatif dan
konstruktif.Maka dari sisi organisasi,MMT perlu mengunakan struktur organisasi
yang lebih sejajar dengan hubungan interinstitusional yang kuat.Sebuah bentuk
organisasi yang sederhana, ramping, dan dibangun di dalam tim kerja yang kuat.
Dalam rangka mengimplementasikan
MMT pada sekolah, tujuh faktor yang perlu diperhatikan yaitu :kepemimpinan,
pendidikan dan pelatihan,budaya (iklim organisasi), fokus pelanggan, metode
ilmiah dan alat-alatnya, data-data yang bermakna, serta tim penyelesaian
masalah.
DAFTAR
PUSTAKA
Arcaro, Jerome S., 2006, Pendidikan Berbasis Mutu : Prinsip-prinsip Perumusan dan Tata Langkah
Penerapan. Terjemahan Yosal Iriantara. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Atmodiwiro, Soebagio, 2000, Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta : Ardadizya Jaya.
Fattah, Nanang, 2003, Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Gasperz, Vincent, 2005, Total Quality Management.Jakarta : Gramedia.
Juran, J.M., 1995, Kepemimpinan Mutu, Terjemahan Nugroho E, dari Judul Asli: “Juran on
Leadership for Quality”, Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Nasution, M.N., 2005,Manajemen Mutu Terpadu. Edisi kedua.Bogor : Ghalia Indonesia.
Robbins, Stephen P., 1999,Manajemen. Terjemahan T. Hermaya. Jakarta : PT. Prenhallindo
Sallis, Edward., 2006,Total Quality Management in Education. Terjemahan Ahmad Ali Riyadi.
Yogyakarta : IRCISoD
Syafarudin, 2002,Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan.Jakarta : PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Tjiptono, Fandy dan Diana, Anastasia, 1996, Total Quality Management, Yogyakarta:
Andi Offset
Tunggal, Amin, W., 1998,Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta : Rineka Cipta.
[1]
Langkah-langkah penyusunan rencana strategik meliputi: perumusan visi dan misi,
identifikasi konsumen dan kebutuhannya, analisis K2PA (kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman) dan identifikasi faktor-faktor penentu keberhasilan
penyusunan rencana strategis, perumusan kebijakan dan rencana mutu, penyusunan
rencana biaya dan evaluasi serta umpan balik.
sumber daftar pustakanya bnyak, tapi di dalam materinya gak di cantumkan???
BalasHapus