Selasa, 24 November 2015

manajemen mutu pendidikan



BAB I
PENDAHULUAN

Institusi pendidikan saat ini banyak mendapatkan tekanan, baik secara  eksternal maupun internal. Tekanan secara eksternal berlangsung seiring dengan perubahan di berbagai bidang termasuk perubahan paradigma pendidikan nasional; juga intervensi kepentingan dari berbagai stakeholders terkait pelayanan, akuntabilitas, dan transparansi. Sedangkan tekanan secara internal, berasal dari institusi pendidikan sendiri yang menuntut perbaikan peran dan kinerjanya untuk meningkatkan daya saing.
Guna menjawab tantangan penyelenggaraan pendidikan tersebut, Pemerintah dan beberapa lembaga pendidikan berupaya melakukan tindakan konkrit.Masyarakat pendidikan khususnya tenaga pendidik/pengajar, jajaran pengelola dan pimpinan lembaga berupaya mengembangkan konsep dan strategi peningkatan mutu pendidikan melalui “Total Quality Management” (TQM); atau dalam dunia pendidikan disebut “Manajemen Mutu Terpadu” (MMT).
Namun demikian, agar peningkatan mutu di lembaga pendidikan bukan sekedar slogan atau “budaya musiman”, maka penerapan MMT di lembaga pendidikan harus diwujudkan melalui suatu proses yang disengaja, direncanakan, diorganisir dan dikendalikan oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pelaksanaan pendidikan. Dengan kata lain, penerapan MMT mensyaratkan  adanya budaya, komitmen, dan komunikasi yang baik dalam suatu institusi.
Cuttance (1995) menyarankan agar fokus penjaminan mutu dimunculkan dari jawaban terhadap empat pertanyaan: Pertama, Bagaimana sekolah menjalankan tugas memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan, yaitu tercapainya hasil belajar siswa ?.Kedua, Seberapa relevan misi yang ingin dicapai sekolah dengan kebutuhan pendidikan masyarakat, dan apa yang perlu dilakukan oleh sekolah 3-4 tahun kedepan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara lebih baik ?.
Ketiga, Apakah keberhasilan yang telah dicapai oleh sekolah, bagaimana mengetahui keberhasilan yang telah dicapai,apakah sesuai dengan yang telah direncanakan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan sekolah ? . Keempat, Bagaiman sekolah merespon keberhasilan yang telah dicapai ?
Pertanyaan tersebut sangat relevan untuk dijawab, karena sampai saat ini masih banyak lembaga pendidikan yang mengalami kesulitan dalam menghadapi tekanan perubahan yang semakin meningkat.Masih banyak diantara lembaga pendidikan yang mengalami hambatan departemental, kurang jelasnya visi dan misi, hirarki yang begitu banyak hambatan, dan kepercayaan yang berlebihan pada prosedur yang ada.Lembaga pendidikan tersebut belum melakukan upaya untuk memfokuskan pada pelanggan, sehingga murid-murid dianggap sebagai suatu tanggung jawab bukan sebagai asset.Apalagi peningkatan kualitas selalu dikaitkan dengan keperluan biaya.
Penerapan filosofi TQM di sektor pendidikan memang bukannya tanpa kendala. Menurut Hittman (1993), ada beberapa hambatan yang sering dihadapi dalam menerapkan filosofi tersebut, antara lain sebagai berikut. (1) Sasaran dari berbagai metode perbaikan kualitas tradisional pada lembaga-lembaga pendidikan hanya berupa kesesuaian terhadap standar; (2) Standar jaminan kualitas seringkali disusun terlalu rendah atau terlalu tinggi, sehingga program-program pendidikan akan mengalami kesulitan dalam pencapaiannya; (3) Definisi klasik mengenai jaminan kualitas terlalu sempit; (4) Pendekatan yang mutakhir mengkonsentrasikan hanya pada performansi pengajaran dan mengurangi penekanan pada kontribusi dari hal-hal yang bukan berkaitan dengan pengajaran; dan (5) Pendekatan yang mutakhir yang hanya menekankan pada instruktur pendidikan.
Bagaimana mewujudkan MMT di lembaga pendidikan, makalah ini akan memulai dari Kajian Pustaka yang membahas tentang (a) Konsep dasar mutu, (b) Manajemen mutu pendidikan, (c) TQM dan kualitas pelayanan. Selanjutnya membahas tentang (a) Manajemen mutu terpadu dalam pendidikan, (b) Fokus manajemen mutu terpadu dalam pendidikan, (c) Total quality education atau Total quality school, dan (d) Sekolah manajemen mutu terpadu yang bermutu.





















BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.   Konsep Dasar Mutu
Secara klasik, pengertian mutu atau quality menunjuk pada sifat yang menggambarkan derajat “baik”-nya suatu barang atau jasa yang diproduksi atau dipasok oleh suatu lembaga kriteria tertentu. Sallis (1993), menyebut konsep semacam ini sebagai konsep mutu yang bersifat absolut; lawannya adalah konsep mutu yang bersifat relatif.
Pada konsep mutu absolut, derajat baiknya produk, barang atau jasa, mencerminkan tingginya harga barang atau jasa itu dan tingginya standar atau tingginya penilaian dari lembaga yang memproduksi atau memasok barang itu.Sedangkan dalam konsep mutu yang bersifat relatif, derajat mutu bergantung pada penilaian dari konsumen yang memanfaatkan barang/jasa.
Filosofi klasik tentang mutu saat ini telah berubah, yaitu dari yang semula berorientasipada produsen bergeser menjadi berorientasi pada konsumen.Mutu suatu produk lebih ditentukan oleh konsumen, dengan kriteria memuaskan atau memenuhi kebutuhan konsumen (Rinehart, 1993), paduan sifat-sifat produk yang menyamai atau melebihi kebutuhan dan harapan konsumennya, baik secara tersirat maupun tersurat (Tjiptono dan Diana, 1996; dan Sallis, 1993).
Kualitas (quality) adalah keseluruhan ciri atau karakteristik produk dan jasa yang berkaitan dengan penekanannya untuk memenuhi kebutuhan tertentu (Feigenbaum, 1991). Menurut Patel (1994), komponen sistem kualitas meliputi: (1) kualitas pelanggan, yaitu apakah kualitas pelayanan mampu memberikan pada pelanggan apa yang mereka inginkan, yang diukur dari penggunaan jasa, misalnya kepuasan pelanggan atau keluhan pelanggan; (2) kualitas profesional, yaitu apakah pelayanan mampu memenuhi kebutuhan pelanggan yang didefinisikan secara profesional, dan apakah prosedur dan standar profesional tersebut dapat dipercaya untuk menghasilkan produk atau jasa yang diinginkan; (3) kualitas proses, desain, dan operasi proses pelayanan menggunakan sumber daya dengan cara yang paling efisien untuk memenuhi kebutuhan pelangggan.
Tenner dan De Toro (1992;31), mendefinisikan mutu sebagai: ”Quality; A basic bussines strategy that provides and services that completely satisfy both internal and external costumers by meeting their explicit exspectation”.Kualitas yang dicita-citakan ini membutuhkan keterlibatan seluruh pihak dalam organisasi bahkan menuntut perubahan budaya.Hal inilah yang disebut dengan Total Quality Management (TQM).
Dalam pendekatan holistik, TQM merupakan kerangka kerja yang mendukung manajemen pelayanan. Menurut Ho dan Wearn (1996) serta Woon (2000), kerangka kerja tersebut meliputi: (1) kepemimpinan dan budaya kualitas, (2) komitmen, (3) keterlibatan secara penuh, (4) penggunaan informasi dan analisis, (5) perencanaan strategik, (6) pengembangan sumber daya manusia dan manajemen sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan, (7) kepemilikan terhadap masalah yang dihadapi, (8) manajemen kualitas proses, (9) adanya pengakuan dan penghargaan, (10) kualitas dan hasil operasi, (11) tindakan pencegahan, (12) kerja tim, dan (13) berfokus pada pelanggan dan kepuasan pelanggan.
Implikasi dari filosofi tersebut pada praktek manajemen bukan hanya memperhitungkankebutuhan konsumen,namun semua faktor yang terkait dengan proses produksi harus dikelola sedemikian rupa, sehingga menjamin produk yang dihasilkan memenuhi bahkan melebihi harapan konsumen. Sistem kualitas yang modern dicirikan oleh lima karakteristik,yaitu: pertama, produk-produk didesain sesuai dengan keinginan pelanggan melalui suatu riset pasar, kemudian diproduksi dengan cara-cara yang baik dan benar sehingga produk yang dihasilkan dapat memberikan kepuasan optimal. Kedua, adanya partisipasi aktif dalam proses peningkatan kualitas secara terus menerusyang dipimpin oleh manajer puncak. Ketiga, setiap orang dalam posisi kerjanyamengetahui tanggung jawab yang spesifik terhadap kualitas.Keempat, adanya aktivitas yang berorientasi pada tindakan pencegahan kerusakan, bukan pada upaya deteksi kerusakan saja.Kelima, setiap orang dalam perusahaan berpartisipasi secara sukarela dalam usaha-usaha peningkatan kualitas. (Gasperz 2005:13)
Penerapannya, semua sumber daya dan faktor yang terkait dengan proses produksi dikelola agar menghasilkan produk yang bermutu.Sistem manajemen mutu ini dikenal dengan quality assuranceatau penjaminan mutu.Sistem ini memiliki keunggulan, yaitu produk yang dihasilkan terjamin mutunya, karena pencegahan kesalahan dalam proses produksi dilakukan secara ketat. Meskiuntuk memulai penerapan ini dalam jangka pendek relatif mahal, namun dalam jangka panjang sangat menguntungkan, karena dapat mencegahpemborosan yang diakibatkan oleh kesalahan dalam proses produksi.

B.   Manajemen Mutu Pendidikan
Manajemen mutu merupakan satu cara dalam mengelola suatu organisasi yang bersifat komprehensif dan terintegrasi. Manajemen mutu diarahkan dalam rangka: memenuhi kebutuhan konsumen secara konsisten, dan mencapai peningkatan secara terus menerus dalam setiap aspek aktivitas organisasi (Tenner dan De Toro,1992). Sasaran yang dituju adalah memperbaiki produktifitas dan efesiensi melalui peningkatan mutu kerja dan kinerja,serta meningkatkan mutu pekerjaan agar menghasilkan produk yang memuaskan konsumen.
Disamping itu, hakekat manajemen mutu adalah suatu sistem manajemen yang terus menerus meningkatkan kepuasan konsumen dengan biaya murah.Biaya menjadi murahkarena produk yang dihasilkan bebas dari kegagalan yang merugikan, sehingga perbandingan antara output dan input menjadi rendah.
Keberhasilan konsep manajemen mutu dalam bidang industri kemudian diadopsi oleh organisasi pendidikan.Dalam bidang pendidikan, manajemen mutu merupakan cara dalam mengatur semua sumberdaya pendidikan, yang diarahkan agar semua orang yang terlibat dapat melaksanakan tugas dengan penuh semangat dan berpartisipasi dalam perbaikan pekerjaan, sehingga menghasilkan jasa yang sesuai atau melebihi kebutuhan konsumen.
Penerapan konsep dan prinsip manajemen mutudalam bidang pendidikan, perlu dilakukan perubahan sesuai dengan kepentingan dunia pendidikan. Menurut Herman dan Herman (1995), perubahan harus dilakukan dalam tiga elemen, yaitu :filosofi, tujuan, dan proses.Pertama, secara Filosofi, pendidikan dipandang sebagai lembaga produksi yang menghasilkan jasa yang dibutuhkan konsumennya.Mutu jasa yang dihasilkan ditentukan oleh sejauh mana dia memenuhi atau melebihi kebutuhan konsumen, baik konsumen internal maupun external.Maka feedback dari konsumen sangat penting sebagai dasar dalam menentukan derajat mutu yang harus dicapai, agar jasa yang dihasilkan sesuaidengan kebutuhan konsumen secara terus menerus.
Kedua, Tujuan lembaga pendidikan adalah memproduksi jasa yang didistribusikan kepada semua konsumen, baik internal (guru dan karyawan), maupun external (khususnya yang primer, yaitu siswa).Maka setiap aktifitas yang menjadi jasa yang diproduksi harus diberikan dalam tingkatan mutu yang lebih tinggi.Ketiga, Proses pendidikan harus memperdulikan kesesuaiannya dengan kebutuhan konsumen external.Agar konsumen memperoleh kepuasan,maka lembaga pendidikan hanya menggunakan sumber daya manusia yang terdidik yang baik dengan sistem dan pengembangan produksi jasa yang memiliki nilai tambah.
Penerapan konsep manajemen mutu dalam bidang pendidikan, juga memerlukan quality assuranceatau penjaminan mutu, seperti pembakuan mutu model ISO 9000. Dengan quality assurance,maka produk yang dihasilkan oleh jasa pendidikan akan terjamin sesuai atau melebihi harapan konsumen, berdasarkan baku mutu yang telah ditetapkan dengan pengukuran dan kalinerasi yang tepat.
ISO 9001: 2000, sebuah terjemahan untuk pendidikan :
Beberapa Syarat Utama ISO 9001
Terjemahan Untuk Pendidikan
1.. Tanggung jawab manajemen
1. Sistem mutu
2. Kontrak

3. Kontrol dokumen
4. Pengadaan bahan
5. Persediaan produk

6. Identifikasi produk
7. Kontrol proses

8. Inspeksi dan tes
9. Perlengkapan inspeksi, pengukuran dan tes
10. Status inspeksi dan tes

11. Kontrol terhadap produk yang tidak sesuai

12. Tindakan perbaikan

13. Penanganan, pengamanan, pengepakan dan penyampaian

14. Catatan mutu
15. Audit mutu internal
16. Pelatihan



17. Teknik-teknik statistik
Komitmen manajemen terhadap mutu
Sistem mutu
Kontrak dengan pelanggan internal & eksternal (hak siswa & hak pelanggan eksternal, seperti orang tua)
Kontrol dokumen
Kebijakan seleksi dan ujian masuk
Layanan pendukung siswa, yang mencakup kesejahteraan, konseling dan pengarahan tutorial
Catatan kemajuan siswa
Pengembangan, desain dan penyampaian kurikulum, strategi pembelajaran
Penilaian dan tes
Konsistensi metode penilaian
Prosedur dan catatan penilaian yang mencakup catatan prestasi
Metode dan prosedur diagnostik untuk mengidentifikasi kegagalan dan kesalahan
Tindakan perbaikan terhadap kegagalan siswa, sistem untuk menghadapi komplain dan tuntutan
Fasilitas & lingkungan fisik, bentuk tawaran lain seperti fasilitas olah raga, kelompok ekstrakurikuler, persatuan siswa , dan fasilitas pembelajaran
Catatan mutu
Prosedur pengesahan dan audit mutu internal
pelatihan dan pengembangan staf, mencakup prosedur-prosedur untuk menilai kebutuhankebutuhan pelatihan dan evaluasi efektifitas pelatihan
Metode-metode review, monitoring, dan evaluasi

Penerapan model penjaminan mutu dalam bidang pendidikan memerlukan adanya lima hal, yaitu: komitmen yang tinggi, penilaian kebutuhan, perencanaan strategik , penyusunan rencana taktis , dan penilaian kemajuan.
Komitmen yang tinggi dari seluruh unsur yang terlibat dalam proses pendidikan, terutama dicerminkan dari kinerja yang semaksimal mungkin diarahkan untuk memberi jasa pendidikan kepada konsumen, terutama konsumen eksternal primer. Penilaian kebutuhan (need assesment) yang sebenarnya dari konsumen, dalam rangka menyelaraskan semua aktivitas dan sumberdaya yang digunakan dengan pemenuhan kebutuhan konsumen.Penyusunan perencanaan strategik[1] melalui penetapan mutusecara spesifik. Penyusunan rencana taktisuntuk melaksanakan rencana strategis, menyangkut pembagian peran, cara melaksanakan tugas-tugas, waktu dan sumber daya yang digunakan. Penilaian kemajuan, mencakup semua langkah yang telah ditetapkan dalam perencanaan dan kemajuan yang telah dicapai.

C.   TQM dan Kualitas Pelayanan
Total Quality Mangement (TQM) memang merupakan filosofi dan metodologi yang membantu organisasi termasuk organisasi penyedia jasa pendidikan untuk mengelola perubahan.Esensi dari TQM adalah perubahan budaya (culture change). Perubahan ini bertujuan memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan, dan semua ini akan tercapai bila dapat terwujud mutual trust antara manajer yang dalam hal ini adalah pengelola bisnis jasa pendidikan dengan karyawan yaitu para pengajar dan staf non edukatif.
Namun demikian, beberapa laporan hasil penelitian mengatakan bahwa program-program TQM menghasilkan perbaikan dalam kualitas, produktivitas, dan persaingan hanya 20 - 30 % dari perusahaan yang menerapkannya (Schonberger, 1992; Radolvisky et al., 1996).Maka, TQM bukan satu-satunya alat untuk mencapai perbaikan dan kesempurnaan.
TQM memang masih dipandang sebagai suatu filosofi yang sulit dicapai, apalagi di Indonesia yang budayanya masih jauh dari kerelaan untuk memberikan yang terbaik bagi pelanggan, serta masih terdapatnya berbagai ketidakkonsistenan dalam aturan.Temuan mengenai tidak terlaksananya TQM di organisasi pendidikan didukung dengan hasil penelitian mengenai kualitas pelayanan (service quality) di lembaga yang sama.
Kualitas pelayanan dapat dianalisis dengan melihat perbedaan antara apa yang diharapkan dengan apa yang sesungguhnya dijumpai di lapangan. Kualitas pelayanan digambarkan oleh Parasuraman et al., (1991) sebagai suatu bentuk dari sikap, berhubungan tetapi tidak ekuivalen dengan kepuasan, yang merupakan hasil perbandingan antara harapan (expectation) dengan kinerja (perfomance). Hal ini dapat dilakukan untuk menguji apakah filosofi memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan sudah dilaksanakan, disamping beberapa variabel pendukung TQM yang sudah diuji di depan.
Dalam pengertian kita sehari-hari, kata service atau layanan dikaitkan dengan hubungan antara penjual dan pembeli, dimana dalam hal ini penjual merupakan pihak yang memberikan sedangkan pembeli merupakan pihak yang meminta. Menurut Zeithaml (2000), kualitas pelayanan memiliki 5 dimensi, yaitu sebagai berikut.
1.       Tangibles (Fisik), adalah fasilitas fisik, peralatan, penampilan karyawan dalam melayani konsumen.
2.       Reliability (Keandalan), adalah kemampuan perusahaan untuk mem- berikan pelayanan yang benar, tepat waktu dan dapat diandalkan.
3.       Responsiveness (Perhatian), adalah kesediaan untuk membantu para konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat.
4.       Assurance (Jaminan), adalah kesediaan dan kesiapan karyawan untuk memberikan pelayanan.
5.       Emphaty (Empati), adalah rasa peduli, perhatian secara pribadi yang diberikan kepada konsumen.
Instrumen SERVQUAL untuk mengukur kualitas pelayanan terdiri dari dua bagian, yaitu pertanyaan yang mengukur harapan konsumen dan pertanyaan yang mengukur persepsi konsumen terhadap organisasi pendidikan tersebut.

BAB III
PEMBAHASAN

A.   Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan
Istilah “Manajemen Mutu Terpadu” (MMT) merupakan terjemahan yang paling dianggap pas dari istilah Total Quality Management (TQM).MMT merupakan suatu upaya untuk mengerjakan setiap pekerjaan/program benar dari awal setiap waktu.Ketotalan dalam TQM mengharuskan setiap orang dalam organisasi terlibat sebagai pendukung upaya peningkatan secara berkesinambungan.
Konsep yang mendasari TQM adalah fungsi kontrol dalam manajemen.Kontrol bukan hanya menekankan pada pemecahan masalah disekitar deviasi kritis,namun juga kontrol kearah peningkatan kinerja secara terus-menerus.Di Jepang disebut Kaizen,artinya berkembang tiap hari dalam setiap cara yang mungkin (to improve every day in every way possible). Selain fokus pada pelanggan dan komitmen terhadap pengembangan berkelanjutan,kontrol juga dalam rangka penyelesaian masalah.
Di sisi lain, dalam industri manufaktur, pelaksanaan TQM harus berpasangan dengan pelaksanaan Just In Time (JIT) baik sebagai filosofi untuk menghilangkan pemborosan pada semua sektor yang ada maupun sebagai teknik pengendalian persediaan, penjadwalan, penyediaan produk dan sebagainya. Pendidikan yang menganut prinsip JIT dapat ditunjukkan dengan partisipasi dari para peserta didik. Prinsip utama JIT adalah semua peserta didik lebih terlibat dalam proses, adanya rasa memiliki terhadap organisasi atau lembaga pendidikan, menggunakan pengalaman yang dimiliki untuk mencapai keberhasilan, dan adanya dukungan atau komitmen semua pihak.
Pada dasarnya JIT menghendaki perubahan pikiran, mempertanyakan kondisi yang telah mantap, menghilangkan pemborosan atau segala aktivitas yang tidak perlu, menyusun kembali tata letak organisasi (layout), penyederhanaan dalam kegiatan operasi, mengembangkan fleksibilitas, mengubah pengukuran-pengukuran, mencapai perbaikan terus-menerus dan berkesinambungan, dan mutu. Misalnya, pelayanan administrasi juga harus mengadakan perbaikan diri, dalam arti pemberian pelayanan kepada pelanggan eksternal primer yang dalam hal ini adalah peserta didik, harus cepat dan tepat. Hal ini akan dapat terlaksana dengan baik bila ada komitmen dari semua pihak dan didukung sarana dan prasarana yang memadai.
Selanjutnya, dalam industri jasa pendidikan, kualitas suatu jasa pendidikan juga sangat penting, yaitu penilaian kualitas oleh pelanggan yang menikmati secara langsung jasa pendidikan yang ditawarkan. Istilah lain untuk Kaizen adalah Continuous Improvement dan Six Sigma, di mana konsep ini dilandasi dengan do it right the first time dengan pantang menerima, memproses, dan melanjutkan produk cacat. Perbaikan dalam proses itulah yang selalu ditekankan dalam konsep ini. Jasa pendidikan sebagai output memang tidak dapat kita perbaiki. Yang dapat kita perbaiki adalah proses penyelenggaraan program dan penyediaan jasa pendidikan.
Perbaikan secara berkesinambungan dapat dilakukan dengan cara mengadopsi praktek-praktek atau proses yang terbaik dari organisasi penyelenggara program dan penyediaan jasa pendidikan lain ke dalam organisasi dengan disesuaikan dengan kondisi yang dimiliki. Cara ini dikenal dengan benchmarking.Cara lain dikenal dengan reengineering, seperti yang dilakukan oleh Amerika untuk mengejar ketinggalannya dari Jepang.Dalam rangka pengendalian mutu penyelenggaraan program,Amerika membuat lompatan jauh ke depan atau membongkar proses yang selama ini dilakukan menjadi suatu proses yang baru dan lebih baik. Pembongkaran dilakukan secara menyeluruh sampai ke akar-akarnya.
Sejalan dengan arti “manajemen”, setiap orang dalam lembaga, apapun statusnya, posisi atau peranannya, adalah manajer bagi pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.Dalam kaitan ini, seluruh bagian dan sistem lembaga harus saling mendukung dan saling melengkapi.Keberhasilan unit-unit di seluruh tingkatan dan posisi mempengaruhi keberhasilan organisasi secara keseluruhan; dan mereka berpotensi memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi organisasi.
Peningkatan yang berkelanjutansebagai filosofi TQM, dapat dijadikan alat praktis oleh lembaga pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keingian serta harapan pelanggan sekarang dan dimasa yang akan datang.
Berikut adalah gambaran umum lembaga yang menerapkan TQM, dan perbedaannyadengan lembaga tradisional.
LEMBAGA TQM
LEMBAGA TRADISIONAL
Memfokuskan pada pelanggan
Memfokuskan pada kebutuhan internal
Memfokuskan pada masalah pencegahan
Memfokuskan pada masalah deteksi
Investasi dalam diri personil/Staf
Pendekatan pengembangan tidak dilakukan secara sistematis
Memiliki strategi kualitas
Kurang memiliki pandangan kualitas yang strategis
Memperlakukan keluhan sebagai kesempatan untuk dipelajari
Memperlakukan keluhan sebagai gangguan
Mendefinisikan karakteristik kualitas pada seluruh bidang didalam organisasi
Standar kualitas samar-samar
Memiliki kebijkan kualitas dan rencana operasionalnya
Tidak memiliki rencana kualitas yang ditetapkan
Senior manajemen memimpin kualitas
Peranan manajemen dipandang sebagai suatu pengawasan
Proses peningkatan melibatkan setiap orang
Hanya tim manajemen yang terlibat
Fasilitator kualitas memimpin proses peningkatan
Tidak ada fasilitator
Orang dilihat sebagai yang menciptakan kualitas
Prosedur dan aturan dinilai sebagai hal yang penting
Terdapat kejelasan peran
Peran dan tanggung jawab samar-samar
Kualitas dinilai sebagai alat untuk meningkatkan kepuasan pelanggan
Melihat kualitas sebagai alat untuk menaikan biaya
Strategi evaluasi jelas
Strategi evaluasi tidak sistematik
Rencana jangka panjang
Rencana jangka pendek
Kualitas dilihat sebagai bagian budaya
Kualitas dipandang sebagai inisiatif yang menimbulkan masalah
Pengembangan kualitas sejalan dengan strategi
Pengujian kualitas untuk memenuhi permintaan pihak luar
Memperlakukan kolega sebagai pelanggan
Budaya hirarkis meruapakan keharusan

Dengan demikian, TQM bukan pengendalian mutu (quality control) yang merupakan pengendalian mutu setelah proses produksi (after-the-event process). Namun TQM selalu memusatkan pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dan mengadakan pengendalian mutu sejak awal.Hal ini juga berlaku untuk sektor pendidikan. Permasalahan di sektor pendidikan yang dapat diselesaikan dengan TQM antara lain masalah kurikulum, penggunaan sumber daya yang ada secara ekonomis, bagaimana mengendalikan peningkatan biaya, penggunaan teknologi dan pembelajaran, hubungan kerjasama dengan sektor lain, dan yang berhubungan dengan peraturan pemerintah.

B.   Fokus MMTdalam Pendidikan
Untuk dapat menerapkan TQM pada lembaga pendidikan, lebih dahulu ditinjau tujuan utama lembaga pendidikan tersebut menerapkan TQM.Tujuan utama lembaga pendidikan yang menerapkan filosofi TQM adalah memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggannya.Organisasi yang baik harus menciptakan dan memelihara kedekatan hubungan dengan pelanggan; kualitas harus disesuaikan dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.Siswa adalah pelanggan primer. Sehingga tanpa kemampuan untuk memenuhi pendidikan yang dibutuhkan siswa, tidak akan mungkin untuk suatu lembaga pendidikan dikatakan telah mencapai TQM.
Pengenalan pelaksanaan TQM tidak luput dari hambatan-hambatan yang dialami, khususnya untuk sektor pendidikan.Kenyataannya, pelaksanaan TQM merupakan pekerjaan yang berat dan memerlukan waktu lama untuk mengadakan perubahan budaya untuk quality improvement. Ketakutan terhadap metode atau cara baru merupakan hambatan yang besar dalam penerapan filosofi TQM. Takut akan ketidaktahuan, takut mengerjakan segala sesuatu dengan cara yang berbeda, takut percaya pada orang lain, takut membuat kesalahan, dan sebagainya.
Oleh karena berbagai kesulitan dan hambatan penerapan TQM pada lembaga pendidikan tersebut, maka yang paling penting dan harus diperhatikan dalam melaksanakan TQM menurut Sharples et al. (1994), adalah : 1) Tanggungjawab dan dukungan (commitment) dari pimpinan lembaga pendidikan; 2) Pendidikan dan pelatihan (education and training) untuk semua pihak atau semua staf, baik staf edukatif maupun non edukatif; 3) Penerapan dan praktek (application and practice); 4) Standarisasi dan pengenalan (standardization and recognition) sehingga penerapannya dapat seragam.
TQM merupakan suatu pendekatan yang sistematis untuk mencapai tingkat kualitas yang tepat dan konsisten, sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan yang selalu berubah.Maka strategi pendekatan MMT juga fokus terhadap kebutuhan klien atau pelanggan, dengan strategi pendekatan:1) Peningkatan secara berkesinambungandalam semua tingkat organisasi dan staf, 2) Suatu perubahan budayauntuk bekerja secara layak dan efektif, 3)Upside-down organization atau hubungan efektif internal dan eksternal, 4) Profesionalisme dan fokus pada pelanggan, dan 5) Kualitas belajarpeserta didik sesuai dengan kebutuhan.
Terkait dengan fokus lembaga pendidikan terhadap kebutuhan klien atau pelanggan tersebut,terdapat lima faktor internal yang mempengaruhi implementasi TQM, yaitu :leadership, recruitment dan pelatihan, sistem reward, aturan organisasi, dan budaya kerja. Pimpinan lembaga pendidikan hendaknya memiliki tekad yang kuat untuk terus menerus memperbaiki mutu, juga memiliki sikap pelayanan dengan cara membantu orang-orang dalam lembaganya.
Faktor internal kedua yang mempengaruhi implementasi TQM, yaitu recruitment dan pelatihan.Staf yang bertugas harus memiliki kompetensi, dengan didukung oleh rincian pemilihan staf, pelatihan, motivasi, dan kebijakan pengembangan karir.Faktor ketiga yaitu sistem reward. Lembaga perlu merinci kebijakan atas kesempatan yang sama diiringi dengan sistem reward (imbalan, penghargaan) yang dapat menjamin rasa keadilan dan memungkinkan staf merasa “aman” berkontribusi secara maksimal untuk lembaga.
Faktor internal keempat yang mempengaruhi implementasi TQM, yaitu aturan organisasi.Sistem dan prosedur di lembaga pendidikan perlu diorganisir dan didesain secara komprehensif dan terintegrasi dalam suatu ketentuan yang disepakati,sehingga dapat dilaksanakan secara konsisten dan terpadu.Faktor kelima yaitu budaya kerja.Transformasi budaya kerja merupakan keterpaduan berbagai individu dalam peran-peran secara optimal sesuai dengan keahlian bidang kerja masing-masing, guna mewujudkan sasaran yang telah ditetapkan.

C.   Total Quality Education atau Total Quality School
Selanjutnya, prinsip TQM yang dapat diterapkan di dunia bisnis dapat juga diterapkan di dunia pendidikan dan seringkali disebut dengan Total Quality Education(TQE) atau Total Quality School (TQS).Pendidikan kualitas total (TQE/TQS) mengacu pada proses menerapkan prinsip-prinsip Total Quality Management (TQM) dalam pendidikan. TQM berpusat pada seperangkat praktek manajemen yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas perusahaan dan produktivitas melalui partisipasi semua anggota organisasi. Proses manajemen ini dapat disesuaikan dengan prinsip-prinsip untuk perbaikan dalam pendidikan, yang juga perlu menerapkan program keunggulan dan perbaikan terus-menerus.
Pada intinya, TQM adalah konsep yang dikembangkan oleh W. Edwards Deming yang diadopsi dari Jepang setelah Perang Dunia II (1939-1945).Ide-ide yang membantu negara Jepang berubah menjadi raksasa ekonomi.Penekanan TQM adalah pada kepuasan kebutuhan pelanggan, spesifikasi dan harapan.Prinsip-prinsipnya telah diadopsi oleh bisnis di seluruh dunia dan terbukti memberikan keunggulan. Motorola Inc. IBM Corp, Xerox Corp, dan Hewlett-Packard Co adalah beberapa perusahaan-perusahaan yang telah mengangkat standar mereka dan berkomitmen untuk kepuasan pelanggan.
Arcaro (2005) menyatakan, lima karakteristik TQS adalah : fokus pada pelanggan, keterlibatan total, pengukuran, komitmen, dan perbaikan terus-menerus.
Salah satu prinsip utama TQM adalah memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Dalam bisnis, kebutuhan dan keinginan pelangganakanmenghasilkan perbaikan terus-menerus. Di sekolah umum, siswa, guru, kepala sekolah, orang tua / wali, bisnis dan konstituen lainnya semua harus membentuk sebuah komunitas, yang harus bersatu dan terlibat di semua tingkat.Partisipasi aktif dari semua anggota sekolah diperlukan untuk mencapai perubahan yang sukses dan perbaikan terus-menerus.
Prinsip kedua adalah partisipasi manajemen senior. Personil tingkat atas mengambil peran sebagai pemimpin tim, yang bertanggung jawab untuk membangun sebuah tim yang sukses, dan yang mengamankan bisnis. Sekolah juga dapat mengambil keuntungan lebih dari senior, atau guru yang lebih berpengalaman. Sebuah kategori baru dari guru pemimpin dapat diperkenalkan, yang perannya akan membantu dan membimbing rekan-rekan yang membutuhkan untuk meningkatkan kinerja mereka.Manajemen juga dapat bergerak ke struktur yang lebih kecil dengan memberdayakan karyawan dan mendorong partisipasinya.Sekolah dapat merestrukturisasi pendekatan ini misalnya dalam mengelola situs, untuk memastikan sekolah memenuhi keprihatinan pendidikan dan keyakinan sosial masyarakat.
Prinsip ketiga adalah pelatihan untuk peningkatan kualitas.Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa pendidikan dan pelatihan harus berkelanjutan, karena perubahan dan perbaikan perlu dilakukan secara terus menerus. Sebuah program pengembangan staf yang komprehensif di lingkungan sekolah akandapat mempengaruhi kualitas sekolah yang positif; sebagaimana pengembangan guru akan memainkan peran penting dalam peningkatan belajar siswa.
Prinsip ketiga adalah perbaikan proses produksiatau jasa. Dalam hal ini sekolah dapat merestrukturisasi cara evaluasi siswa, dan guru dapat menciptakan sarana pengujian dan alternatif penilaian. Sebagaimana bisnis selalu mencari langkah-langkah yang valid dalam meraih sukses; dan mencari prosedur penilaian yang dapat diukur dari waktu ke waktu untuk menentukan kualitas dan prestasi organisasi.Maka sekolah yang mengadopsi prinsip-prinsip TQM perlu menggunakan penilaian berbasis kinerja.Guru danadministrator yang mempengaruhi belajar siswa harus menjadi dasar untuk standar kinerja.
Prinsip keempat adalah kecepatan dan siklus waktu.Efisiensi dan kemahiran juga harus diperhitungkan dalam menghadapi persaingan.Sekolah dapat memprioritaskan jumlah waktu setiap pelajar menghabiskan tugas dan meningkatkannya melalui rincian kegiatan yang spesifik, tanggung jawab dan sumber daya. Peningkatan efisiensi di sekolah akan meningkatkan prestasi akademik.
Prinsip kelima adalah menggunakan metode berbeda untuk menyederhanakan sistem.Bisnis sudah terbiasa dalam memanfaatkan waktu dan sumber daya yang tersedia serta menghilangkan limbah. Sekolah juga perlu mempertimbangkan apa yang yang diajarkan kepada siswa dan menentukan pengetahuan yang penting. Guru juga harus menjaga harapan yang tinggi untuk semua siswa.
Prinsip keenam adalah Partisipasi Masyarakat.Metodologi bisnis dan pendidikan paralel dalam fondasi untuk program didasarkan pada faktor manusia; bisnis tahu pentingnya komitmen untuk kemitraan dengan pelanggan, sebagaimana lembaga pendidikan bersatu untuk mempromosikan pendidikan yang terbaik untuk semua. Maka, orang tua/wali tidak bisa hanya duduk diam dan menonton proses pendidikan, melainkan harus menjadi peserta aktif dalam proses pembelajaran sebagai relawan, tutor, dan pelajar sendiri. Keterlibatan orang tua membutuhkan pembangunan konsensus, berbagi kontrol, dan tanggung jawab.
Pendidikan perlu mengubah praktik manajemen yang telah terbukti berhasil dan menerapkan yang baru.TQM mencakup penetapan tujuan, pemecahan masalah dan bekerja bersama-sama, semua yang mempromosikan perbaikan abadi.Semua prinsip-prinsip ini dapat digunakan dalam sistem pendidikan untuk mencapai perbaikan terus-menerus.Menurut Fusco (1994), karakteristik atau syarat agar TQM dapat diterapkan di sektor atau lembaga pendidikan antara lain, lembaga pendidikan tersebut harus mempunyai hal-hal sebagai berikut.
1.      Kepemimpinan yang kuat. Filosofi TQM yang telah diubah menjadi TQE atau TQS akan dapat diterapkan bila ada dukungan dan komitmen dari para pimpinan. Pimpinan di suatu lembaga pendidikan misalnya kepala sekolah atau direktur program yang harus mendukung penerapan dan pelaksanaan filosofi tersebut. Bahkan filosofi tersebut hanya akan terwujud bila dilaksanakan secara menyeluruh, bukan hanya departemental. Bahkan, para pengajar dan seluruh staf beserta siswa sebagai pelanggan ikut serta terlibat dalam pelaksanaan filosofi tersebut.
2.      Perbaikan-perbaikan sistem secara berkesinambungan. Sistem merupakan serangkaian proses yang merupakan satu kesatuan dan saling terkait satu sama lain. Sistem pada suatu lembaga pendidikan menyangkut berbagai permasalahan yang sangat luas, mulai dari sistem penerimaan staf pengajar dan non pengajar sampai pada sistem penerimaan siswa. Dari penerapan visi dan misi suatu lembaga pendidikan hingga penyusunan kurikulum; semua sistem tersebut saling terkait. Untuk dapat menerapkan filosofi TQE/ TQS, sistem tersebut harus selalu dibenahi, diperbaiki, dan disempurnakan secara berkesinambungan dengan memegang pada pedoman “quality first”.
3.      Metode statistic. TQE/ TQS yang dikenal sebagai filosofi manajemen kualitas bukan hanya slogan atau target yang pencapaiannya tanpa bukti. Oleh karenanya, setiap personil yang ada diatasnya atau yang berpijak pada filosofi tersebut harus berani berbicara berdasarkan data atau fakta. Demikian pula penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, juga belum terbukti tanpa hitungan-hitungan kuantitatif. Jadi, kualitas bukan hanya bersifat kualitatif, tetapi juga bersifat kuantitatif.
4.      Memiliki visi dan nilai bersama. Nilai dan visi yang sama mengandung arti penting dalam mencapai kata sepakat. Sepakat dalam arti sepakat untuk menjadikan kualitas sebagai the way of life dan TQE/ TQS sebagai filosofi yang akan merubah budaya yang semula berorientasi pada hasil menjadi berorientasi pada proses yang berkualitas.
5.      Pesan dan perilaku yang konsisten yang perlu disampaikan kepada pelanggan. Industri jasa, khususnya pendidikan memang sulit dilihat hasilnya. Maka, dalam filosofi TQE/ TQS mereka yang nantinya akan lulus dari suatu lembaga pendidikan sebaiknya ditempatkan sebagai pelanggan. Sebagai pelanggan, mereka tentu ingin mendapatkan pelayanan yang baik dan memuaskan. Oleh karena itu, pihak pemberi jasa baik yang langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan pelanggan harus mempunyai satu kata sepakat dan konsisten dengan apa yang menjadi keputusannya.

D.   Sekolah MMT yang Bermutu
Praktek pendidikan dapat dianalogikan sebagai industri jasa, artinya sekolah merupakan lembaga yang memproduksi dan menjual jasa (service) kepada para pelanggannya.Berpegang pada konsep mutu sebagaimana uraian di atas, maka sekolah yang bermutu adalah sekolah yang mampu memberikan layanan atau jasa pendidikan yang sesuai atau melebihi harapan dan kepuasan para pelanggannya.Dengan kata lain, mutu sekolah ditentukan oleh pelanggannya, yakni siswa dan stakeholders, bukan oleh produsen atau sekolah itu sendiri.
Pelanggan jasa pendidikan terdiri dari pelanggan primer yaitu siswa, pelanggan sekunder yaitu orang tua dan masyarakat atau penyandang dana, dan pelanggan tersier yaitu pemakai lulusan sekolah yang terdiri dari lembaga pendidikan yang lebih tinggi dan dunia kerja. Pelanggan sekunder dan tersierbisa disebut sebagai pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pendidikan di sekolah (stakeholders).
Namun berbedadengan dunia industri,mutu dalam pendidikan mempunyai dimensi yang khas.Mutu dalam pendidikan menunjuk pada dual hal, yaitu proses dan produk. Mutu proses pendidikan dapat diartikan sebagai kemampuan lembaga pendidikan, baik teknis maupun professional,dalam pengelolaan yang mendukung proses belajar peserta didik agar dapat mencapai prestasi belajar seoptimal mungkin.
Sedangkan produk pendidikan termasuk bermutu, jika memenuhi ciri-ciri berikut:
1. Kompetensi
Peserta didik menunjukkan tingkat penguasaan yang tinggi terhadap tugas belajar sesuai dengan tujuan dan sasaran pendidikan sehingga memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
2. Relevansi
Hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan lingkungan khususnya dunia kerja
3. Fleksibilitas
Hasil pendidikansesuai dengan kebutuhan peserta didik sehingga dapat melakukan sesuatu untuk keperluan hidupnya dalam rangkapenyesuaian diri dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat
4. Efisiensi
Hasil pendidikan tidak mengakibatkan adanya pemborosan ekonomi maupun pemborosan sosial
5. Berdaya hasil
Hasil pendidikan dapat menghasilkan sesuatu yang produktif
6.Jaminan mutu
Hasil pendidikan memberikan kepastian/jaminan mutu
7. Kredibilitas
Hasil pendidikan dapat dipertanggungjawabkan dari segi kemampuannya
8.Justified
Hasil pendidikan memberikan sesuatu yang memenuhi spesifikasi dan bernilai tinggi sehingga mengakibatkan justifikasi uang yang dikeluarkan pemakainya
9. Responsiveness
Hasil pendidikan dapat merespons tuntutan kebutuhan masyarakat
10. Durability
Hasil pendidikan dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang relatif lama
11. Estetik
Hasil pendidikan dapat memberikan sesuatu yang menarik dan berseni
12. Performance
Hasil pendidikan dapat dilihat dari unjuk kerja  dan etos kerja
13. Security
Hasil pendidikan bebas dari bahaya dan resiko atau keraguan








BAB IV
KESIMPULAN

Total Quality Management adalah sebuah filosofi tentang perbaikan secara terus-menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelangganya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.Secara lebih spesifik TQM dalam pendidikan adalah aplikasi konsep manajemen mutu yang disesuaikan dengan sifat dasar sekolah sebagai organisasi jasa kependidikan (pembinaan potensi siswa) melalui pengembangan pembelajaran berkualitas, agar melahirkan lulusan yang sesuai dengan harapan orang tua, masyarakat, dan pelanggan pendidikan lainnya.
Istilah manajemen mutu dalam pendidikan sering disebut sebagai Total Quality Education (TQE) atau dalam satuan pendidikan disebut Total Quality Scholl (TQS) yang memiliki lima pilar, yaitu: 1) fokus pada pelanggan baik eksternal maupun internal, 2) adanya keterlibatan total, 3) adanya ukuran baku mutu lulusan sekolah, 4) adanya komitmen, dan 5) adanya perbaikan yang berkelanjutan.
Manajemen mutu terpadu (MMT)memerlukan perubahan kultur ,perubahan sikap dan metode. Disini dibutuhkan sebuah lingkungan yang cocok untuk bekerja lebih kreatif dan konstruktif.Maka dari sisi organisasi,MMT perlu mengunakan struktur organisasi yang lebih sejajar dengan hubungan interinstitusional yang kuat.Sebuah bentuk organisasi yang sederhana, ramping, dan dibangun di dalam tim kerja yang kuat.
Dalam rangka mengimplementasikan MMT pada sekolah, tujuh faktor yang perlu diperhatikan yaitu :kepemimpinan, pendidikan dan pelatihan,budaya (iklim organisasi), fokus pelanggan, metode ilmiah dan alat-alatnya, data-data yang bermakna, serta tim penyelesaian masalah.

DAFTAR PUSTAKA

Arcaro, Jerome S., 2006, Pendidikan Berbasis Mutu : Prinsip-prinsip Perumusan dan Tata Langkah Penerapan. Terjemahan Yosal Iriantara. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Atmodiwiro, Soebagio, 2000, Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta : Ardadizya Jaya.
Fattah, Nanang, 2003, Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Gasperz, Vincent, 2005, Total Quality Management.Jakarta : Gramedia.
Juran, J.M., 1995, Kepemimpinan Mutu, Terjemahan Nugroho E, dari Judul Asli: “Juran on Leadership for Quality”, Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Nasution, M.N., 2005,Manajemen Mutu Terpadu. Edisi kedua.Bogor : Ghalia Indonesia.
Robbins, Stephen P., 1999,Manajemen. Terjemahan T. Hermaya. Jakarta : PT. Prenhallindo
Sallis, Edward., 2006,Total Quality Management in Education. Terjemahan Ahmad Ali Riyadi. Yogyakarta : IRCISoD
Syafarudin, 2002,Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan.Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Tjiptono, Fandy dan Diana, Anastasia, 1996, Total Quality Management, Yogyakarta: Andi Offset
Tunggal, Amin, W., 1998,Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta : Rineka Cipta.


[1] Langkah-langkah penyusunan rencana strategik meliputi: perumusan visi dan misi, identifikasi konsumen dan kebutuhannya, analisis K2PA (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dan identifikasi faktor-faktor penentu keberhasilan penyusunan rencana strategis, perumusan kebijakan dan rencana mutu, penyusunan rencana biaya dan evaluasi serta umpan balik.

1 komentar:

  1. sumber daftar pustakanya bnyak, tapi di dalam materinya gak di cantumkan???

    BalasHapus